Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah 5

AliAfif.Blogspot.Com - Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah 5
baca juga
Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah 5

-Dalam sekejap mata, kedua orang itu sudah sampai di bawah pentas pertandingan.
Terdengar suara angin pukulan menderu-deru. Hawa panas seakan ombak yang
bergulung-gulung, dari atas pentas sering terpancar angin yang kencang dan menerpa
lewat di samping wajah.
Rupanya saat ini di atas pentas sudah ada orang yang memulai pertandingan. Tentu
saja tujuan mereka untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu.
Tan Ki mengangkat pandangan matanya memandang ke atas. Dia melihat si pengemis
sakti Cian Cong dan Yibun Siu San duduk di belakang panggung yang dibatasi tali panjang.
Kursi yang mereka duduki adalah kursi tinggi berbentuk singa. Di hadapan mereka
terdapat sebuah meja persegi panjang yang ditutupi dengan sehelai taplak berwarna
merah menyala. Di atas meja terdapat beberapa buku tebal dan lengkap dengan alat
tulisnya. Perhatian mereka terpusat pada kedua orang yang sedang bertanding di atas
panggung.
Tentu saja kedua tokoh angkatan tua dari Bulim ini bertanggung jawab atas hasil
pertandingan yang berlangsung atau disebut juga sebagai juri. Merekalah yang
menentukan siapa diantara kedua orang yang bertanding itu yang dapat dianggap menang
atau siapa yang dianggap kalah. Liu Seng, Kok Hua Hong dan Ciong San Suang-siu berdiri
berpencaran di setiap sudut. Mereka memperhatikan keadaan di sekitar dengan tangan
menggenggam senjata masing-masing. Mungkin mereka bertugas menjaga segala
kemungkinan yang tidak diinginkan di saat pertandingan sedang berlangsung. Atau
dengan kata lain mereka bertindak sebagai petugas keamanan.
Saat ini kedua pendekar yang sedang berada di atas pentas sedang bertarung dengan
sengit. Mereka seperti berduel mati-matian. Tampak bayangan manusia berkelebat ke
sana ke mari. Tinju dan pukulan mereka menimbulkan angin yang kencang. Orang-orang
yang berada di bawah pentas sampai merasa tegang melihatnya. Kadang-kadang mereka
sampai menahan nafas kalau keadaan agak genting atau dapat membahayakan jiwa salah
satu dari kedua orang tersebut. Biarpun arena yang dibangun cukup luas karena dapat
menampung begitu banyak orang, tetapi saat ini justru tidak terdengar suara sedikitpun.
Tan Ki mengerlingkan matanya memandang si cantik jelita yang ada di sampingnya.
Siapa nyana gadis itu juga sedang melirik ke arahnya. Dua pasang matapun bertemu
pandang, jantung mereka sama-sama tergetar, wajahpun menjadi merah padam seketika,
dan cepat-cepat keduanya memalingkan wajah mereka dan tidak berani melihat lagi.
Dari sinar mata keduanya, mereka dapat menduga apa yang tersirat dalam pikiran
masing-masing. Hal itu merupakan suatu perasaan yang sangat janggal dan aneh.
Demikian ajaibnya sampai tidak dapat diuraikan dengan kata-kata.
Tan Ki merasa wajahnya menjadi panas, dia teringat akan dirinya yang keracunan
sebanyak dua kali namun dapat meloloskan diri dari kematian. Tetapi justru mengira
dirinya sudah di ambang ajal sehingga menyandarkan dirinya dalam pelukan gadis itu dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengucapkan kata-kata yang romantis. Hal ini malah menambah perasaan malu dalam
hatinya sehingga kepalanya tertunduk dalam-dalam dan menarik nafas panjang.
“Mengapa kau menarik nafas? Adikku Cin Ie dan pengantin barumu semuanya sudah
berada di sini. Mereka sudah siap melihat kau mengunjukkan kepandaian dalam
memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu yang gemilang. Pertemuan besar yang tidak
sering diadakan, mungkin bagi kalian orang-orang Tionggoan merupakan hal yang jarang
ditemui. Pertemuan ini bagi tokoh-tokoh yang namanya sudah menjulang tinggi ataupun
yang masih kelas teri, tetap merupakan impian yang ditunggu-tunggu. Tanpa
memperdulikan mati hidup sendiri, mereka berusaha sekuat tenaga untuk dapat merebut
kedudukan Bulim Bengcu ini. Kau harus menunjukkan segenap kemampuanmu, jangan
membuat banyak orang menjadi kecewa!”
Tan Ki menghentakkan kakinya sambil menarik nafas.
“Aku…” tadinya dia ingin mengatakan bahwa dirinya sudah pernah menggemparkan
dunia persilatan, bahkan telah membunuh sejumlah jago-jago di dunia Bulim dengan
nama Cian bin mo-ong. Tetapi kata-kata sudah sampai di ujung lidah, dia malah merasa
kurang tepat bila diungkapkan pada saat ini. Akhirnya dia menarik nafas perlahan-lahan
dan membungkam seribu bahasa.
Cin Ying dapat melihat mimik wajahnya yang panik dan tegang. Bibirnya sudah
bergerak ingin mengatakan sesuatu tetapi dibatalkannya kembali. Diam-diam dia merasa
heran Sepasang matanya yang besar dan indah menatap diri Tan Ki lekat-lekat.
“Kau kenapa?”
Tan Ki tertawa getir.
“Banyak sekali perkataan yang ingin kusampaikan kepadamu. Tetapi segalanya terasa
demikian rumit sehingga aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin pada suatu
hari nanti…”
Tiba-tiba terasa angin berdesir, kata-katanya jadi terhenti. Ketika memalingkan
wajahnya, dia melihat Cin Ie, Mei Ling, Liang Fu Yong bertiga sedang berlari ke arahnya
dengan cepat. Cin Ie wataknya lebih terbuka dan suka Ceplas-ceplos. Melihat Tan Ki, dia
langsung mempercepat langkahnya dan berteriak.
“Apakah lukamu sudah sembuh? Aib, ketika aku mendengar dari Yibun Siok Siok bahwa
luka yang kau derita sangat parah, ditambah lagi racun yang mengendap dalam tubuhmu,
serta ada kemungkinan bisa mati, aku panik setengah mati. Setelah memohon berkali-kali,
akhirnya Cici baru menyatakan persetujuannya untuk melihat keadaanmu. Tetapi kalau
dilihat dari keadaanmu sekarang, tampaknya kau sudah sembuh bukan?”
Cin Ying menarik tangannya perlahan-lahan.
“Sudahlah, sudahlah. Begitu ketemu kau langsung menyerang orang dengan
pertanyaan yang bertubi-tubi. Tidak malu ditertawakan orang? Hayo kita pergi, biar
mereka suami isteri melepas kerinduan. Pasti banyak yang ingin mereka katakan.”
Tanpa menunggu jawaban Cin Ie, dia langsung menarik tangan gadis itu dan
mengajaknya berjalan ke depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sinar mata Liang Fu Yong yang sendu melirik sekilas ke arah adik Ki yang dicintainya
tu. Dia mengembangkan senyuman yang tipis alu mengikuti Cin Ying serta Cin Ie berjalan
meninggalkan mereka berdua.
Lirikannya yang sekilas itu menyorotkan kasih sayang yang tidak terkira. Dan seakan
banyak sekali kata-kata yang terpendam dalam hatinya. Mungkin orang lain tidak
merasakannya, tetapi Tan Ki yang melihatnya langsung berdebar-debar dan jantungnya
berdegup lebih keras lagi.
Dia langsung teringat peristiwa yang mereka lakukan di balik gunung-gunungan dekat
taman bunga. Tanpa dapat ditahan lagi kepalanya langsung tertunduk dalam-dalam dan
tidak berani mendongak untuk beberapa waktu lamanya.
Tiba-tiba dia merasa ada sebuah tangan yang halus menggenggam tangan kanannya.
Di telinganya terdengar suara yang bening dan lembut, “Tan Koko…”
Suaranya lebih mirip isak tangis, di dalamnya terkandung perasaan cinta yang meluap
dan kelembutan yang tidak terkatakan.
Hati Tan Ki sampai bergetar mendengarnya, perlahan-lahan dia menarik nafas panjang,
tetapi tetap membisu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Sepasang mata Mei Ling yang indah dan berkilauan menatap suaminya lekat-lekat.
Seakan takut anak muda itu akan menghilang secara gaib dari hadapannya. Cengkeraman
tangannya diperkuat dan menggenggam tangan Tan Ki lebih erat lagi. Bibirnya
menyunggingkan seulas senyuman yang sendu.
“Kau sudah mengalami berbagai hal, aku sudah mendengarnya dari Liang Cici. Semua
peristiwa yang telah terjadi, akulah yang salah. Aku… aih! Rupanya aku adalah seorang
perempuan yang demikian bodohnya, selamanya tidak mengerti kesulitan dirimu dan
penderitaan yang ada dalam hatimu.” Tan Ki tertawa getir.
“Dalam hal ini kau juga tidak dapat dipersalahkan. Aku selalu menganggap diriku paling
pintar, tetapi dalam keadaan seperti tadi malam, aku juga tidak dapat menahan emosi
sehingga mengakibatkan pertengkaran dengan dirimu…” tiba-tiba dia teringat akan
sesuatu hal. Wajahnya yang tampan langsung berubah dan tampaknya dia malu sekali
juga gugup. “Apakah Fu Yong sudah menceritakan semuanya kepadamu?”
Mei Ling mengiakan dengan suara lirih. Kepalanya juga ikut mengangguk. “Baik yang
dulu maupun peristiwa yang terjadi tadi malam, dia sudah menceritakannya secara
terbuka kepadaku.”
Tubuh Tan Ki agak bergetar. Dia merasa seperti ada segulung hawa panas bergejolak
di dalam dadanya. Dia menjadi gugup sekali.
“Jadi… semua… nya kau sudah tahu?”
Mei Ling tersenyum lembut. Tubuhnya bergerak gemulai mendekati Tan Ki. Sikapnya
serius sekali, dia menyusupkan kepalanya di dada Tan Ki kemudian mendongakkan
wajahnya menatap anak muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apa yang kau takutkan, toh belum aku jelaskan semuanya. Kalau kau memang suka,
aku bersedia mengalah dan membiarkan Liang Cici yang menempati kamar pengantin
kita…”
Kata-kata ini diucapkannya dengan tenang dan lembut. Nadanya juga tulus sekali. Dari
matanya menyorot sinar yang penuh cinta kasih. Dia menatap suaminya lekat-lekat seakan
menunggu jawaban darinya.
Mendengar kata-katanya, perasaan Tan Ki jadi tergugah. Hatinya merasa nyaman
bukan kepalang atas pengertian isterinya.
“Aku… aku tidak tahu apa yang harus kukatakan…”
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang nyaring dan keras menggelegar memecahkan
keheningan, bahkan telinga sampai berdengung dibuatnya!
Pembicaraan kedua orang itu pun terhenti seketika. Begitu mata didongakkan ke atas,
ternyata dalam pertadingan di atas panggung sudah ada penentuan siapa yang menang
dan siapa yang kalah. Laki-laki setengah baya yang bertubuh gemuk pendek itu telah
berhasil mendesak lawannya sehingga terjatuh ke
bawah panggung.
Rupanya dalam pertandingan untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu ini sudah
ada peraturan yang dinyatakan sebelumnya. Di atas panggung tidak boleh terjadi
pertumpahan darah atau sampai merenggut jiwa lawannya. Oleh karena itu, laki-laki
setengah
baya yang bertubuh gemuk pendek itu hanya menjatuhkan lawannya ke bawah
panggung.
Terdengar dia tertawa bebas dengan keras.
“Hengte Goan Siang Fei, tidak memperdulikan jarak sejauh ribuan li, sengaja datang ke
Tok Liong Hong atau Bukit Naga Tunggal ini untuk menghadiri pertemuan akbar yang
jarang diselenggarakan di dunia Kangouw ini. Berkat belas kasihan Saudara-saudara
sekalian, Hengte berhasil memenangkan tiga babak pertandingan secara berturut-turut.
Entah siapa lagi yang bersedia naik ke atas panggung memberikan petunjuk?” Baru saja
ucapannya selesai, terdengar suara suitan panjang. Dari kerumunan para hadirin di
bawah, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan. Gerakannya bagai seekor burung rajawali
yang menukik dari angkasa dan tahu-tahu sudah mendarat di atas panggung.
Desir angin berhenti, orangnya pun muncul. Para hadirin segera memusatkan
pandangan matanya. Tampak orang itu mengenakan pakaian yang ketat. Alas kakinya
merupakan sepatu tali yang diikat sampai bawah lutut dan memang biasa dikenakan oleh
para pendekar yang berkelana di dunia Kangouw. Di belakang pundaknya menggembol
sepasang bola besi yang besarnya seperti buah semangka. Penampilannya gagah dan
tersirat jelas bahwa dia merupakan seorang pendekar yang cukup punya nama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Goan Siang Fei membuka sepasang matanya dan memperhatikan orang
yang baru muncul ini dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Bibirnya mengembangkan
seulas senyuman.
“Saudara membawa sepasang gandulan Im Yang sebagai senjata, mungkinkah Saudara
ini bernama Saudara Heng yang mendapat julukan Harimau Utara?”
Laki-laki kekar itu segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura
dalam-dalam.
“Terima kasih, Hengte memang Heng Sang
Si yang mendapat ejekan dari para sahabat di dunia Kangouw sebagai Harimau Utara.”
Mendengar bahwa orang yang ada di hadapannya memang tidak meleset dari
perkiraannya, sikapnya langsung berubah dan wajahnya memperlihatkan keseriusan. Dia
sadar bahwa lawannya ini sudah mempunyai nama yang sangat terkenal di daerah
asalnya. Tampak dia menghembuskan nafas panjang dan memusatkan perhatiannya
menunggu mulainya pertandingan.
Heng Sang Si tertawa lebar.
“Ilmu silat Goan-heng sungguh mengejutkan. Tiga kali bertanding, tiga kali berturutturut
meraih kemenangan. Hengte di sini dengan tidak tahu diri ingin meminta petunjuk
dari Goan-heng.”
Meskipun kata-kata yang diucapkannya sangat sungkan, tetapi begitu pembicaraannya
selesai, orangnya tiba-tiba mendesak maju dua langkah. Lengan kirinya digerakkan
perlahan-lahan. Dengan jurus Dewi Merak Mengembangkan Sayap, dia melancarkan
sebuah serangan. Terdengar deruan angin kencang yang langsung menerpa ke dada Goan
Siang Fei.
Meskipun serangannya ini menggunakan jurus yang sederhana, tetapi karena tenaga
dalamnya sangat kuat maka pengaruh yang ditimbulkannya pun cukup hebat. Apalagi ilmu
yang dipelajarinya adalah tenaga Kang yang keras, sehingga baik kecepatan maupun daya
serangannya sangat dahsyat. Ternyata jurus itu bukan jurus yang dapat dianggap enteng.
Goan Siang Fei masih berdiri dengan tenang, seakan tidak tergugah oleh serangannya
yang keji dan ganas itu. Ketika angin pukulannya yang menderu-deru sudah hampir
mendesak ke arah dirinya, tiba-tiba dia seperti seekor kelinci yang terkejut dan cepatcepat
mencelat ke belakang. Lengan kanannya mengibas, seiring dengan gerakan
tubuhnya yang menghindari serangan lawan, dia juga membalas sebuah serangan.
Kedua orang ini merupakan tokoh yang sudah punya nama di daerah kekuasaannya
masing-masing. Ilmu silatnya tinggi sekali. Meskipun masing-masing baru mengerahkan
sebuah jurus serangan, dan mendesak maju lalu mencelat mundur dalam waktu yang
hampir bersamaan, tetapi gerakannya sama-sama cepat sehingga membuat pandangan
mata orang-orang yang melihatnya jadi berkunang-kunang. Begitu pandangan terbiasa
kembali, kedua orang itu sudah berganti posisi.
Setelah mencelat mundur, keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun. Kembali
sebuah serangan dilancarkan. Pukulan dan totokan berkelebat ke sana ke mari, masingTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
masing mengerahkan segenap kemampuannya dan mencari kesempatan yang baik untuk
merobohkan lawannya.
Serangan mereka semakin lama semakin gencar. Pukulan mereka semakin lama
semakin cepat. Terdengar suara pukulan yang menderu-deru, pengaruhnya terasa sampai
jarak lima langkah. Keduanya tidak mau kalah kuat. Setelah bertanding kurang lebih
sepuluh jurus, bayangan tubuh keduanya sulit lagi di-bedakan.
Tan Ki memperhatikan sejenak. Tiba-tiba dia merasa perutnya kembung, wajahnya
merah padam, bibirnya menyunggingkan senyuman yang tersipu-sipu. Kemudian dia
berkata dengan suara lirih.
“Ling Moay, aku ingin membuang air kecil sebentar, nanti aku kembali lagi.”
Selesai berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Mei Ling, kakinya terus melangkah ke
depan. Meskipun tampaknya dia hanya berjalan dengan wajar, tetapi langkahnya cepat
sekali. Baru saja Mei Ling ingin mengatakan sesuatu, bayangan Tan Ki sudah tidak
kelihatan lagi.
Tampaknya anak muda itu seperti ingin berlari dari tanggung jawabnya dengan
meninggalkan panggung pertandingan tersebut. Dia merasa hatinya pengap sekali dan
tidak menemukan sesuatu yang dapat dilampiaskannya. Perasaannya seakan enggan
sekali serta tidak tertarik untuk melakukan apapun.
Sebetulnya hal ini disebabkan oleh pikirannya yang rumit. Persoalannya adalah karena
dia mempunyai identitas diri yang lain, yakni Cian bin mo-ong. Tidak ada orang yang tahu
bahwa dalam setengah tahun ini dia sudah membunuh dua puluh tujuh tokoh kelas tinggi
baik dari golongan lurus maupun sesat. Hal ini membuat nama Cian bin mo-ong menjulang
tinggi dan menggemparkan dunia persilatan. Gerak-geriknya sangat misterius dan datang
perginya seperti angin. Dia malah dianggap sebagai raja iblis yang pertama kali
menggetarkan nyali setiap orang selama ratusan tahun ini. Sekarang ini, dia merasa
keadaan dirinya yang dianggap sebagai manusia keji, mana pantas bila menjabat sebagai
Bulim Bengcu?
Pikiran yang saling bertentangan dengan hati kecilnya ini membuat Tan Ki merasa
serba salah. Apalagi kalau membayangkan ilmu silat yang dikuasainya sekarang ini. Karena
sudah berhasil menggabungkan ilmu Tian Si Sam-sut dengan Te Sa Jit-sut, sehingga
pengaruhnya kuat sekali, dia percaya ilmu silatnya sekarang sudah cukup berimbang
dengan jago kelas satu di dunia Bulim. Tetapi untuk memperebutkan kedudukan Bulim
Bengcu, dia masih belum mempunyai keyakinan seratus persen. Tanpa terasa, semakin
lama hal yang dipikirkannya semakin banyak. Semakin dipikirkan semakin kacau. Dari
depan menghembus angin yang sejuk sekali, sehingga pikirannya yang terlena dan
melayang-layang jadi tersadar seketika.
Begitu pandangannya mengedar, rupanya dia sedang berhenti di sebuah padang
rumput yang ukurannya cukup besar. Di depannya terlihat pemandangan pegunungan
yang menjulang tinggi, di bagian bawah terlihat bunga-bungaan tumbuh dengan liar.
Sungguh suatu tempat yang menimbulkan suasana tenteram di hati.
Kejadian yang dialami Tan Ki selama beberapa hari berturut-turut ini, kalau bukan
terlibat dalam asmara yang rumit, pasti hal-hal yang tidak menyenangkan bahkan begitu
gawatnya sehingga nyawapun hampir melayang. Mana dia mempunyai kegembiraan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyaksikan pemandangan di sekitarnya atau menikmati dengan sungguh-sungguh.
Tanpa terasa dia menarik nafas dalam-dalam. Perasaannya terasa segar dan pikirannya
yang ruwet pun lenyap seketika.
Tepat ketika pikirannya mulai tenang dan menikmati keindahan pemandangan alam ini,
tiba-tiba dia mendengar langkah suara kaki yang menghampiri ke arahnya. Cepat-cepat
dia menolehkan kepalanya memandang. Dilihatnya seorang pengemis muda berusia
kurang lebih delapan belas tahunan, berjalan mendatangi. Rambutnya acak-acakan,
pakaian yang dikenakannya berwarna abu-abu dan penuh dengan tambalan. Wajahnya
malah kotor sekali karena ditempeli debu-debu jalanan. Di sampingnya mengiringi seorang
Hwesio yang juga berpakaian compang-camping. Usia Hwesio ini hampir sebaya pengemis
tadi, hanya saja wajahnya hitam sekali. Tetapi justru karena wajahnya demikian hitam,
maka sulit orang menebak bagaimana perasaan serta usia yang sebenarnya.
Tan Ki melihat kedua orang ini jalan berdampingan. Diperhatikan dari sudut manapun,
tetap saja tidak enak dipandang. Selama setengah tahun ini, dia terus bertarung melawan
berbagai jago dari dunia Bulim, pengalaman maupun pengetahuannya bertambah luas.
Melihat mereka melangkah dengan perlahan, namun tindakannya ringan dan cepat, dapat
dipastikan bahwa ilmu ginkang kedua orang ini sangat tinggi. Hatinya langsung tergerak.
Diam-diam dia berpikir: ‘Di atas Tok Liong-hong ini diselenggarakan sebuah pertemuan
besar yang belum pernah ada sejak jaman dulu. Orang-orang yang hadir merupakan
tokoh-tokoh yang sudah mempunyai nama cukup besar di dunia persilatan. Kalau tujuan
mereka bukan untuk memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, tentunya hanya ingin
menyaksikan keramaian saja. Meskipun tampang kedua orang ini agak aneh, tetapi dapat
dipastikan bahwa mereka merupakan murid-murid dari tokoh terkemuka…’
Ketika pikirannya masih tergerak, pengemis dan hwesio cilik itu sudah lewat di
sampingnya. Tetapi tepat pada saat melangkah melalui samping pundaknya, tiba-tiba
pengemis cilik itu menolehkan kepalanya dan mengembangkan tawa yang lebar. Mulutnya
bergerak-gerak seperti menggumam seorang diri.
“Ada keramaian bukannya disaksikan malah berdiri di sini termangu-mangu. Kalau
sampai kedudukan Bulim Bengcu direbut oleh orang lain, bukankah Suhuku bisa meledak
perutnya saking kesalnya?”
Kata-kata yang diucapkannya seperti bergumam seorang diri saja, tetapi begitu
suaranya menyusup ke dalam telinga Tan Ki, setiap patah katanya demikian jelas dan
tegas. Tan Ki yang mendengarnya sampai tertegun beberapa saat. Dia langsung
menyadari bahwa kata-kata pengemis muda ini pasti mengandung maksud tertentu. Oleh
karena itu, cepat-cepat dia berteriak memanggil, “Saudara berdua harap tunggu
sebentar!”
Dia tidak membuka mulut memanggil masih lumayan, kedua pengemis dan Hwesio itu
tetap melangkah dengan tenang. Begitu dia berteriak menyapa, keduanya seperti terkejut
sekali. Langkah kaki mereka segera dipercepat, pakaian mereka berkibar-kibar
menimbulkan desiran angin. Dalam sekejap mata saja keduanya sudah menghilang dari
pandangan mata.
Dengan termangu-mangu Tan Ki menatapi kepergian kedua orang itu. Muncul segulung
perasaan sesal dalam hatinya, seolah kehilangan kedua orang tadi merupakan
kesalahannya yang terbesar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat-cepat dia membuang air kecil dan kembali lagi ke tempat di mana orang-orang
gagah sedang berkumpul. Ternyata saat itu di atas pentas telah terjadi perubahan yang
besar sekali.
Goan Siang Fei sudah memenangkan tiga kali pertandingan secara berturut-turut.
Otomatis hawa murninya sudah surut banyak. Tenaganya juga banyak terkuras.
Sedangkan Heng Sang Si ini merupakan lawannya yang seimbang. Cara turun tangan
orang ini keji sekali. Setelah ratusan jurus berlalu, keadaan Goan Siang Fei mulai terdesak,
berkali-kali dia menyurut mundur.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang menggelegar bagai geledek dari mulut Heng
Sang Si. Lengan kanannya bergerak memutar setengah lingkaran dan dalam waktu yang
hampir bersamaan, lengah kirinya terulur ke depan. Dengan jurus Iblis-Iblis Beterbangan,
dia melancarkan sebuah serangan. Tenaga yang terpancar sangat kuat. Hawa panas
terasa bagai gulungan angin topan yang menerbangkan pasir-pasir panas di atas tanah,
dengan gencar melanda ke arah Goan Siang Fei.
Kekuatan Goan Siang Fei saat ini sudah terbatas, mana berani dia menyambut
serangan itu dengan kekerasan. Dia menarik nafas dalam-dalam dan mencelat ke
belakang lagi sejauh tiga langkah.
Berkali-kali dia menyurut mundur sehingga tanpa terasa dia sudah mencapai batas
tonggak panggung tersebut. Situasi saat itu menggetarkan hati. Setiap detik yang berlalu
bagai menyelipkan ketegangan yang tidak terkirakan. Para hadirin di bawah pentas sudah
dapat melihat kedudukan Goan Siang Fei yang terjepit sekali dan setiap saat pasti bisa
dijatuhkan dari atas panggung.
Nama Heng Siang Si sudah cukup terkenal di dunia Kangouw, mana mungkin dia
melewatkan kesempatan emas ini. Oleh karena itu, dia segera memperdengarkan suara
tawanya yang panjang. Dikerahkannya seluruh tenaga dalam yang ada pada dirinya dan
dengan melancarkan sebuah pukulan yang menimbulkan angin menderu-deru, tubuhnya
langsung menerjang ke depan.
Gulungan hawa yang panas dan gencar langsung melanda datang. Goan Siang Fei
sudah surut mundur berkali-kali. Sekarang tidak ada tempat lagi baginya untuk melangkah
mundur, tanpa dapat ditahan lagi wajahnya langsung berubah hebat. Dia segera menarik
nafas dalam-dalam dan mengerahkan semua sisa tenaganya lalu melancarkan sebuah
pukulan untuk menyambut datangnya serangan Heng Sang Si.
Dua gulung tenaga dahsyat dari arah yang berlawanan membentur di tengah udara.
Hawa panas berpencaran ke mana-mana. Begitu kerasnya getaran kedua, pukulan itu,
kain layar yang dijadikan alas panggung sampai berkibar-kibar kencang.
Terdengar Goan Siang Fei mengeluarkan suara dengusan berat. Tubuhnya
sempoyongan dan tanpa dapat ditahan lagi, kakinya mundur setengah tindak. Tempat
kakinya berpijak, tepat di sudut panggung. Rasa terkejutnya bukan main, kira-kira
setengah depa lagi, dia pasti terjatuh ke bawah panggung. Tetapi tubuhnya diterjang oleh
tenaga yang dahsyat, meskipun dia masih sanggup berdiri tegak, belum sampai kalah
total. Namun dia tidak mempunyai kekuatan lagi untuk bertanding. Saat ini, apabila Heng
Sang Si mengirimkan sebuah pukulan maupun sebuah tendangan, dia pasti akan
terjungkal jatuh ke bawah panggung dalam keadaan terluka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memangnya siapa Heng Sang Si itu, mana mungkin dia sudi. melepaskan kesempatan
emas ini? Mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras, tubuhnya langsung
mendesak ke depan dan diapun segera melancarkan dua buah serangan pukulan dan
sebuah tendangan.
Dalam keadaan terdesak seperti ini, kecuali Goan Siang Fei sendiri rela mengakui
kekalahannya dan mengundurkan diri dari atas panggung, tampaknya dia tidak
mempunyai jalan lain lagi. Tetapi pada dasarnya watak orang ini sangat keras. Dia
memandang tinggi sekali nama baik maupun gengsinya. Tentu saja orang seperti ini lebih
rela mati daripada mendapatkan penghinaan. Melihat angin pukulan dan bayangan
tendangan bagai kilat menyambar ke arah dirinya, dia hanya menarik nafas secara diamdiam.
Seakan menyayangkan kehidupannya yang singkat dan segera akan berakhir.
Justru pada saat telur di ujung tanduk ini, tiba-tiba terdengar suara suitan yang nyaring
dan bening. Suara itu berasal dari kerumunan para hadirin. Gemanya bagai gerungan naga
sakti yang marah. Getarannya membuat beberapa orang yang tenaga dalamnya agak
lemah menjadi sakit gendang telinganya sehingga mereka cepat-cepat mendekapkan
sepasang tangan agar suara tidak begitu jelas terdengar. Tampak sebentar lagi pukulan
dan tendangan itu akan mengenai tubuh Goan Siang Fei. Salah satu serangannya saja
sudah pasti membuahkan hasil yang gemilang. Su-dah barang tentu hati Heng Sang Si
gembira bukan kepalang. Tiba-tiba dia mendengar suara bentakan yang keras, “Berhenti!”
Disusul dengan angin pukulan yang menerjang datang dari samping tubuhnya.
Serangan itu tidak meleset sedikitpun, dikatakan lambat tidak, dikatakan cepatpun tidak,
tetapi dengan tepat meluncur ke arah telapak tangan Heng Sang Si yang hampir mengenai
tubuh Goan Siang Fei.
Heng Sang Si terkejut bukan kepalang. Cepat-cepat dia menarik kembali serangannya
dan mencelat mundur untuk menjaga kemungkinan dirinya diserang terus oleh orang yang
baru muncul ini. Setelah itu, dia baru mengalihkan pandangannya. Tampak seorang
pemuda yang wajahnya sangat tampan berdiri di samping Goan Siang Fei. Penampilannya
tenang, wajahnya malah tersenyum simpul.
Rupanya ketika Tan Ki melihat keadaan Goan Siang Fei yang sudah kalah dan didesak
sedemikian rupa, timbul perasaan iba dalam hatinya. Tanpa mempedulikan peraturan yang
berlaku, dia langsung mengeluarkan suara siulan dan mencelat ke udara setinggi dua
depaan. Dengan gerakan yang ringan dan indah, dia mendarat turun di samping Goan
Siang Fei. Kebetulan sekali kemunculannya dengan tepat mengelakkan Goan Siang Fei dari
maut. Dia memang sudah bertekad untuk memberikan pertolongan kepada orang ini.
Melihat keadaan yang begitu genting, tanpa sadar dia mengulurkan tangannya dan
mengirimkan sebuah pukulan ke depan. Hal inilah yang kemudian membuat Heng Sang Si
terkejut dan cepat-cepat mencelat mundur ke belakang.
Dalam waktu yang bersamaan, terdengar suara Tan Ki yang tegas:
“Hengtai ini sudah menjalani tiga kali pertandingan sehingga tubuhnya sudah letih
sekali. Sedangkan Saudara menggunakan kesempatan ini untuk menyerangnya habishabisan,
apakah tindakan Saudara ini tidak keterlaluan?”
Heng Sang Si tidak menduga pada saat seperti ini ada orang yang akan turut campur
dalam urusan ini. Lagipula tenaga dalamnya begitu tinggi dan tampaknya, masih di atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya sendiri. Untuk sesaat dia jadi tertegun. Sedangkan Goan Siang Fei segera
menggunakan kesempatan ini untuk mencelat ke udara dan menjauhi sudut panggung itu.
Melihat kemenangan yang hampir tercapai digagalkan oleh Tan Ki, hawa amarah dalam
dadanya jadi meluap seketika. Matanya mendelik lebar-lebar ke arah anak muda itu dan
membentak dengan suara keras.
“Untuk apa kau naik ke panggung ini?”
Tan Ki tersenyum lembut. “Sebagian besar dari para hadirin yang naik ke Tok Liong
Hong ini bertujuan memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu. Kalau Cayhe sampai naik ke
atas panggung, tentu saja tujuannya ingin mengadu ilmu, memangnya ada jurusan apa
lagi?”
Wajah Heng Sang Si menjadi kelam saking marahnya.
“Apakah kau tidak tahu peraturan? Pemuda yang usianya masih begini muda tidak
mengikuti peraturan yang berlaku dan naik ke atas panggung seenaknya saja, apakah kau
tidak takut dirimu akan ditertawakan orang banyak?”
Dengan gaya santai Tan Ki menjawab, “Entah di bagian mana Cahye melanggar
peraturan pertandingan ini, mohon Hengtai bersedia memberikan petunjuk.”
Sepasang alis Heng Sang Si menjungkit ke atas. Dia memperdengarkan suara tertawa
yang dingin.
“Pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini, tujuannya untuk memperebutkan
kedudukan Bulim Bengcu. Orang yang hadir di tempat ini rata-rata adalah tokoh-tokoh
yang sudah mempunyai nama besar, mana bisa disamakan dengan pertandingan silat di
pasaran…?”
Tan Ki tidak memberikan kesempatan bagi orang itu untuk menyelesaikan katakatanya.
Sepasang alisnya ikut mengerut dan diapun langsung menukas.
“Kata-kata Saudara ini benar-benar membuat Cayhe sulit untuk mengerti. Tetapi entah
di mana letak perbedaan antara pertemuan besar di Tok Liong Hon ini dengan
pertandingan silat yang ada di pasaran?”
“Kalau pertandingan ilmu silat yang ada di pasaran, baik rekan yang ada di dalam arena
maupun di luar arena, setiap saat boleh menghentikan pertandingan dan menyelesaikan
urusan di saat itu juga. Dalam pertemuan besar ini, yang diperebutkan adalah kedudukan
Bulim Bengcu. Setiap orang yang hadir membawa harapan yang besar dan juga
mempunyai keyakinan bahwa ilmu silatnya sudah cukup tinggi untuk ikut bertanding.
Begitu terjun ke atas panggung menghadapi lawan, urusan menyangkut nama baik serta
kalah menang yang dapat menentukan langkah kita berikutnya. Kalau tidak mempunyai
keyakinan yang tinggi, lebih baik jangan coba- coba dan diam saja di bawah panggung
untuk menyaksikan keramaian. Seandainya mempunyai keberanian untuk ikut bertanding,
sebelumnya sudah harus mempunyai kebesaran jiwa untuk mempertaruhkan nyawa.
Lagipula tidak boleh bertindak setengah jalan, harus tegas mengambil keputusan. Dalam
pertandingan yang menyangkut segala macam aturan ini, mana boleh sembarangan orang
ikut turut campur seenaknya?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Ki mengeluarkan seruan. ‘Oh…’ yang panjang sekali.
“Kalau mendengar kata-kata Saudara tadi, seakan menyalahkan kemunculan Cayhe
yang berniat menolong orang. Meskipun panggung ini dibangun untuk memperebutkan
kedudukan Bulim Bengcu, namun tetap merupakan ajang berkumpulnya para sahabat.
Saudara bisa melihat sendiri, apakah dari pagi sampai sekarang ini ada orang yang terluka
parah atau sampai menemui ajalnya dalam pertandingan? Lagipula, ketika Saudara
bertanding tadi, Cayhe sama sekali tidak ikut campur, atau mempunyai maksud sedikitpun
untuk mencegah berlangsungnya pertandingan. Tuduhan melanggar peraturan
pertandingan yang Saudara katakan tadi, Cayhe benar-benar tidak berani
menyandangnya, harap Saudara…”
Heng Sang Si tampaknya tidak membiarkan Tan Ki menyelesaikan kata-katanya.
“Saudara memang tidak menghalangi jalannya pertandingan, tetapi dengan turun
tangannya Saudara menolong orang saja, sesungguhnya sudah tidak pantas sekali…!”
tukasnya cepat.
Tan Ki melihat watak orang ini selalu memprotes setiap perkataannya. Wajahnya yang
tampan langsung berubah.
“Bukannya aku, Tan Ki, banyak” urusan. Kenyataannya Goan-heng ini sudah terlalu
letih karena sudah bertanding sebanyak tiga kali. Apabila terkena serangan Saudara yang
keji tadi, para sahabat di bawah panggung tentu mempunyai mata untuk melihat sendiri,
apabila Cayhe tidak segera turun tangan memberikan pertolongan, bukankah selembar
nyawa akan melayang dengan sia-sia?”
Heng Sang Si tertawa dingin.
“Kalau ada yang bisa disalahkan, justru dirinya sendiri yang tidak becus. Kedudukan
Bulim Bengcu ini merupakan jabatan yang tidak terkira tingginya, apa dia kira mudah
memperebutkan kedudukan seperti ini? Tanpa ada ketentuan kalah atau menang,
bagaimana menilai hasil pertandingan. Pertandingan justru ditentukan dari mati hidupnya
seseorang. Tanpa hujan tanpa angin, Tan-heng turun tangan menolongnya, berarti
memang sudah berniat untuk mengacaukan pertandingan ini!”
Tan Ki melihat jawaban orang ini semakin lama semakin ngelantur. Tanpa terasa hawa
amarah dalam dadanya jadi meluap. Perlahan-lahan dia memperdengarkan suara batuk
kecil.
“Mohon tanya kepada Saudara, apakah dalam pertandingan ini telah ditentukan
peraturan bahwa orang yang kalah tidak boleh mempunyai kesempatan untuk
meninggalkan panggung ini dalam keadaan hidup? Cayhe berkelana di dunia Kangouw
juga bukan baru tiga atau lima hari, tetapi sama sekali belum pernah mendengar
peraturan gila ini. Dari mana sebetulnya Saudara mendengar adanya peraturan seperti itu,
Cayhe ingin sekali menyelidiki kebenarannya.”
Kata-kata yang diucapkan Heng Sang Si sejak tadi merupakan protes yang tidak masuk
akal. Sekarang dibalikkan oleh Tan Ki, tanpa dapat ditahan lagi dia menjadi tertegun dan
tidak bisa memberikan jawaban apapun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi pada dasarnya Heng Sang Si ini merupakan orang yang wataknya angkuh sekali
dan tidak mau kalah. Di hadapan begitu banyak tokoh persilatan dari berbagai kalangan,
dia didesak sedemikian rupa oleh Tan Ki, mana mungkin dia dapat menahan kemarahan
hatinya? Otomatis dari malu menjadi gusar. Urat-urat hijau di dahinya langsung menonjol
keluar.
“Peraturan yang ada di dunia Kangouw ini banyak macamnya. Setiap orang mempunyai
pendapat yang berbeda-beda. Kalau Saudara memang sengaja mencari perkara, apa kau
kira aku benar-benar takut kepadamu? Sekarang kita mempunyai kesempatan bertemu
di tempat seperti ini, aku mengharap kau sudi.
memberikan pelajaran barang beberapa jurus!”
Tan Ki sendiri masih termasuk seorang pemuda yang berdarah panas. Mendengar
tantangan Heng Sang Si, dia segera melirik ke arah Yibun Siu San dan si pengemis sakti
Cian Cong sekilas. Kemudian bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
“Kalau Saudara mempunyai kegembiraan hati, Siaute tentu akan melayani dengan baik
agar kau tidak merasa kecewa.”
Seraya berkata, orangnya sendiri melesat ke udara dan mencelat mundur ke belakang
dan tahu-tahu sudah ada di hadapan Goan Siang Fei. Dia berkata dengan suara rendah,
“Lebih baik kau mengatur pernafasan dulu agar tenagamu pulih kembali.” tubuhnya
melesat kembali ke udara dan tahu-tahu sudah ada di tempat semula. Mulutnya tertawa
lebar.
“Saudara ingin memberikan pelajaran dengari tangan kosong atau dengan senjata?”
Mendengar kata-katanya, tiba-tiba tubuh Heng Sang Si bergerak memutar dengan
cepat. Ketika berhenti kembali, tangannya sudah menggengam sepasang gandulan besi
yang tadi tersandang di bahunya. Gerakannya begitu cepat dan memang seorang tokoh
yang cukup hebat. Terdengar dia tertawa seram.
“Keluarkanlah senjatamu!” katanya kemudian.
Tan Ki tertawa datar. Perlahan-lahan dia mengeluarkan sebatang seruling kuno dari
selipan ikat pinggangnya. Pergelangan tangannya digetarkan, terdengarlah suara siulan
yang bening dan nyaring. Hampir dalam waktu yang bersamaan, tampak cahaya
berkilauan. Dari dalam seruling keluar sebatang pedang pendek. Sekali lagi dia tersenyum
lembut.
“Cayhe tidak mempunyai senjata apa-apa. Biarlah sebatang seruling ini akan Cayhe
gunakan untuk melawan sepasang gandulanmu itu. Tetapi jangan khawatir, aku tidak
akan melukai dirimu!”
Heng Sang Si marah sekali mendengar sindirannya yang tajam.
“Sungguh ucapan yang besar sekali. Selama beberapa puluh tahun aku orang she Heng
ini berkelana di dunia Kangouw, tetapi selamanya belum pernah bertemu dengan orang
yang tidak memandang sebelah mata kepada orang
lain seperti dirimu ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapannya selesai, sepasang gandulannya langsung bergerak, dengan jurus Sepasang
Naga Muncul Dari Dalam Air, dia melancarkan sebuah serangan.
Tan Ki masih tersenyum lembut. Kakinya maju satu langkah lalu tiba-tiba seperti seekor
belut dia menerobos keluar dari serangan sepasang gandulan besi tersebut. Dalam waktu
yang bersamaan, pedang sulingnya langsung digetarkan lalu meluncur lurus ke arah
pundak Heng Sang Si. Gerakan tubuhnya begitu aneh menakjubkan sehingga hadirin yang
melihatnya jadi terkejut.
Heng Sang Si belum sempat menyelesaikan jurus serangannya, malah tubuhnya
terdesak sedemikian rupa sehingga mencelat mundur sejauh delapan langkah. Siapa
nyana Tan Ki sama sekali tidak mengejarnya. Dia berdiri tegak dengan tangan diluruskan
ke bawah. Bibirnya tersenyum simpul.
“Yang tadi terhitung jurus pertama.” katanya tenang.
Kata-kata yang sangat sederhana, tetapi Heng Sang Si yang mendengarnya merasa
seperti sebatang pedang yang ditusukkan ke dalam ulu hatinya. Selama puluhan tahun
berkelana di dunia Kangouw, belum pernah ada orang yang menyindirnya dengan katakata
yang demikian tajam. Api kemarahan dalam dadanya jadi berkobar. Setelah meraung
keras, sepasang gandulan besinya dipencarkan lalu menyerang dari dua arah yang
berlawanan. Serangkum angin yang dingin langsung memenuhi sekitarnya dan
serangannya pun meluncur ke depan dengan keji.
Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang lepas. Tidak terlihat bagaimana dia
menggerakkan tubuhnya, hanya sedikit menggeser. Tampaknya ia seperti sedang
menghindari serangan lawan, tetapi sebetulnya malah dia yang melancarkan sebuah
serangan. Tangannya bergerak dan diapun mengirimkan sebuah totokan ke arah lawan.
Jurus ini anehnya bukan main. Bukan saja dia bisa menghindarkan serangan keji Heng
Sang Si dengan mudah, malah sekaligus dapat melancarkan serangan balasan. Sekejap
mata dia sudah sampai di sisi tubuh orang itu. Begitu hebatnya serangan yang dilancarkan
sehingga Heng Sang Si terdesak sedemikian rupa dan mau tidak mau terpaksa menarik
kembali serangannya. Setelah itu dia mencelat mundur sejauh tiga langkah. Dengan
demikian baru dia dapat menghindarkan diri dari serangan Tan Ki.
Wajah Tan Ki tetap mengembangkan senyuman yang manis. Dia juga menghentikan
gerakan kakinya.
“Yang ini jurus kedua!” selesai berkata, dia tertawa lagi.
Matanya menyorotkan sinar yang tajam. Penampilannya demikian tenang dan
berwibawa. Kesan yang ditimbulkannya justru membuat hati orang merasa bahwa dia
bukanlah lawan yang mudah dihadapi.
Setelah Tan Ki dan Heng Sang Si saling menyerang sebanyak dua jurus, siapa yang
akan meraih kemenangan atau siapa yang akan kalah, tidak sulit lagi diduga. Sebuah
kenyataan lagi yang tidak dapat diingkari, biar rendah atau tinggi tenaga dalam yang
dimiliki Tan Ki, tetapi gerakan tubuh serta jurus serangannya yang aneh saja, sudah
merupakan hal yang sulit ditandingi oleh Heng Sang Si.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para hadirin yang ada di bawah panggung sudah dapat melihat, apabila Tan Ki benarbenar
mengerahkan segenap kemampuannya, dalam sepuluh jurus saja Heng Sang Si
pasti akan terkapar di lantai panggung dengan tubuh bermandikan darah. Tampaknya
sikap Tan Ki yang tenang memang bukan penampilan yang dibuat-buat.
Sejak semula si pengemis sakti Cian Cong terus memperhatikan gerak-gerik Tan Ki. Dia
melihat cara turun tangannya yang sangat mantap. Setiap jurus yang dimainkannya
mengandung perubahan yang hebat. Sebagai se orang yang sudah berpengetahuan luas,
ternyata dia masih belum dapat menebak gerakan apa yang dimainkan Tan Ki. Tanpa
dapat ditahan lagi, sepasang alisnya mengerut. Dia melirik ke arah Yibun Siu San. Dalam
pikirannya, mereka berdua sama-sama pernah memberi petunjuk tentang ilmu silat
kepada Tan Ki. Sudah pasti hati orang ini sangat sayang sekali kepada Tan Ki sehingga
secara diam-diam mengajarkan ilmu yang hebat dan merupakan andalannya. Dua jurus
yang dilancarkannya tadi, Yibun Siu San pasti paham sekali.
Siapa nyana ketika dia melirik ke arah orang itu, diam-diam hatinya jadi tergetar.
Tampak sepasang alis Yibun Siu San juga terus mengerut dan memperhatikan tengah
arena dengan pandangan terkesima. Wajahnya menyiratkan kebingungan. Tampaknya dia
juga tidak mengenali gerakan yang dimainkan Tan Ki barusan. Bahkan mimik wajahnya
juga menyiratkan kebimbangan yang dalam.
Justru ketika kedua orang itu memejamkan matanya merenungi ilmu silat yang
dikerahkan Tan Ki tadi, Heng Sang Si juga langsung melancarkan jurus serangannya yang
paling hebat dan dengan gencar diarahkan kepada Tan Ki. Tampak sepasang gandulan
besinya bagai capitan kepiting raksasa yang siap menjepit lawannya hingga gepeng seperti
perkedel.
Tidak diragukan lagi bahwa nama Heng
Sang Si cukup terkenal di daerahnya sendiri, bukan saja cara turun tangannya demikian
cepat tetapi di dalamnya juga terkandung berbagai tipuan. Kadang-kadang seperti sebuah
serangan yang sungguh-sungguh, namun kenyataannya hanya siasat untuk mengecoh
lawan. Sepasang gandulannya yang sebesar semangka itu melayang-layang di udara bagai
sedang menggerakkan tarian. Cahaya yang berkilauan, bayangan sepasang gandulannya
menghantam, mengibas, menyapu, memutar, semuanya mengarah ke bagian tubuh yang
penting.
Tan Ki masih tetap tersenyum simpul. Tangannya bergerak, pakaiannya berkibar-kibar.
Dia menerobos masuk ke dalam bayangan sepasang gandulan tersebut. Tampak tubuhnya
bergerak memutar, persis seperti seekor kupu-kupu yang menyusup ke dalam gerombolan
bunga, dan dia berkelebat ke sana ke mari di dalam kurungan bayangan sepasang
gandulan lawannya itu.
Meskipun sepasang gandulan itu menyambar ke segala penjuru dengan gencarnya
bagai hujan badai yang dahsyat, tetapi malah kelihatannya persis seperti makanan yang
enak dilihat tetapi tidak enak dimakan. Dari awal
sampai akhir, jangan kata tubuh Tan Ki, ujung pakaian anak muda itupun tidak
tersentuh olehnya.
Dalam waktu yang singkat, Heng Sang Si terus memainkan jurus-jurus mautnya. Secara
berturut-turut dia sudah mengerahkan dua belas jurus lebih. Di lain pihak dalam dua belas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jurus ini boleh dibilang Tan Ki hanya mengelak ke sana ke mari, dia tidak pernah
membalas sebuah seranganpun.
Setelah dua belas jurus berlalu, tiba-tiba terdengar suara tawanya yang panjang.
Pedang sulingnya menimbulkan hawa yang dingin serta melancarkan sebuah serangan
secara mendadak. Tampak cahaya dingin berkilauan menusuk mata. Jurusnya yang aneh
dikerahkan secara berturut-turut. Heng San Si yang sejak tadi tidak mengadakan
persiapan, langsung menjadi kelabakan dan tidak dapat menahannya. Tahu-tahu jalan
darahnya telah tertotok ujung senjata Tan Ki yang tajam dan jatuh tidak sadarkan diri di
atas panggung. Yang ajaib justru cara pengerahan tenaga dalamnya yang tepat sekali.
Meskipun senjatanya sangat tajam sehingga dapat memotong segala macam logam, tetapi
ketika dada Heng Sang Si tertotok olehnya, ternyata tidak mengakibatkan luka goresan
setitikpun.
Begitu Heng Sang Si terjatuh tidak sadarkan diri, Kok Hua Hong yang bertugas sebagai
regu keamanan cepat-cepat menghampiri lalu menggotongnya turun dari panggung
tersebut.
Sementara itu setelah Goan Siang Fei mengatur pernafasannya beberapa saat, hawa
murni di dalam tubuhnya sudah pulih kembali. Melihat Tan Ki dengan mudah dapat
memenangkan satu babak pertandingan ini, dia merasa penasaran sekali. Oleh karena itu,
dia segera berdiri dan melangkah perlahan-lahan menghampiri anak muda itu. Dia segera
merangkapkan sepasang kepalan tangannya dan menjura dalam-dalam.
“Orang she Goan minta petunjuk.” tangannya menekan sesuatu di bagian pinggang dan
terdengar suara Brett! Senjatanya yang berupa cambuk lemas langsung dihentakkan ke
depan. Matanya memperhatikan Tan Ki lekat-lekat dan memusatkan perhatiannya untuk
menghadapi lawan.
“Bagus sekali.” kata Tan Ki sambil tersenyum.
Kaki kirinya bergerak maju ke depan setengah langkah. Dengan jurus ajaib yang
memang khusus diciptakan sebagai pembukaan untuk menghadapi lawan, yakni Mengibas
Pasir di Tanah, perlahan-lahan ia memulai gerakan.
Goan Siang Fei melihat gerakannya ini sangat istimewa. Pedang di tangannya
menimbulkan cahaya yang dingin. Sikap Tan Ki demikian anggun berwibawa bagai
seorang pangeran yang siap dilantik menjadi raja. Hati Goan Siang Fei langsung tergetar.
Dia membentak dengan suara keras.
“Tunggu dulu!” kakinya langsung menutul dan tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga
langkah.
Mendengar bentakan Goan Siang Fei, ternyata Tan Ki benar-benar menarik kembali
jurus yang sudah dijalankannya. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang penuh
persahabatan.
“Ada apa?”
Sikap Goan Siang Fei serius sekali. Dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai
ke ujung kaki. Setelah melihat sejenak, tiba-tiba dia memejamkan sepasang matanya dan
menarik nafas panjang. Kepalanya digelengkan dan dia berkata dengan suara datar:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aku sebetulnya tidak habis pikir, mengapa usia Saudara masih demikian muda namun
sudah memiliki pengetahuan yang demikian dalam mengenai Kiam-sut. Dalam satu jurus
saja, cahaya berkilauan dan titik sinar memercik ke mana-mana. Orang sampai tidak dapat
melihat ke mana arah sasaran pedangmu itu, dan tidak tahu pula ke mana tubuhmu akan
bergerak. Jurus yang dikerahkan oleh seorang ahli memang mampu membuat hati orang
tergetar karena mendengarnya saja… aih! Sekarang Hengte baru mengerti. Rupanya ilmu
yang Saudara pelajari merupakan ilmu pedang istimewa dan Saudara sudah bisa mencapai
tingkat kena di sasaran namun tidak melukai lawan. Babak ini Hengte mengaku kalah,
tidak perlu bertanding lagi!” begitu ucapannya selesai, tanpa menunggu jawaban dari Tan
Ki, ia segera mencelat turun dari atas panggung dan menghilang dalam kerumunan para
hadirin yang ramai itu.
Tan Ki melihat orang itu sikapnya sangat terbuka, bilang pergi benar-benar langsung
pergi. Diam-diam di dalam hatinya timbul rasa kagum. Dia juga merasa terharu melihat
sikap orang itu yang demikian tegas.
‘Para tokoh di dunia Bulim juga tidak semuanya berhati licik dan berpandangan sempit.
Ternyata masih juga ada orang yang berjiwa gagah dan ksatria. Hanya saja yang kutemui
hanya segelintir…’
Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba dari bawah panggung berkumandang
suara siulan yang panjang. Disusul dengan dua sosok bayangan yang berkelebat ke atas.
Mungkin karena tenaga dalam mereka masih kurang kuat, sehingga suara siulan itu tidak
sempat bergema lama namun sudah putus di tengah jalan.
Siulannya berhenti, orangnyapun muncul. Ternyata mereka adalah sepasang pengemis
dan liwesio muda yang bertemu dengan Tan Ki tadi.
Hati Tan Ki jadi gembira. Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba si pengemis
muda itu sudah membungkukkan tubuhnya dan menjura ke arah si pengemis sakti Cian
Cong, mulutnya mengeluarkan suara tertawa terkekeh-kekeh.
“Suhu, apa kabar? Di sini Tecu, Cu Cia memberi hormat kepadamu!”
Cian Cong membuka sepasang matanya
dan mendengus satu kali. i
“Si pengemis tua tidak sakit dan tidak menderita luka apa-apa, tentu saja baik-baik
serta sehat!” sahutnya ketus.
Ternyata si pengemis sakti ini memang wataknya sleboran. Dia paling benci segala
macam peradatan. Pertemuan antara guru dan murid, asal membungkukkan, tubuh sedikit
saja sudah cukup baginya. Bahkan nada suara pembicaraannya juga seenaknya saja, tidak
terkandung kewibawaan sebagai angkatan yang lebih tua.
Mendengar pembicaraan di antara dua orang itu, Tan Ki jadi tertegun. Hatinya berkata:
‘Rupanya Cian Locianpwe juga mempunyai seorang murid…’
Ketika pikirannya masih tergerak, tiba-tiba telinganya menangkap suara yang lirih
namun jelas, “Hengte, jangan berpikir si setan cilik itu adalah muridku, lalu kau jadi
sungkan untuk turun tangan. Dia berani membangkang pesan si pengemis tua dan keluar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sembunyi-sembunyi. Cepat kau wakili si pengemis tua hajar dia habis-habisan biar
tahu rasa!”
Tan Ki segera mengetahui bahwa Cian Cong yang berbisik kepadanya lewat ilmu Coan
Im Jut-bit. Tentu saja orang lain tidak bisa mendengar apa yang dikatakannya. Oleh
karena itu, Tan Ki langsung tersenyum simpul. Diam-diam dia mengerahkan tenaga
dalamnya dan bersiap menghadapi lawan.
Si pengemis cilik, Cu Cia menolehkan kepalanya dan menatap sekilas ke arah Hwesio
berwajah hitam tadi. Mulutnya masih saja tertawa lebar.
“Hek Lohan (Lohan Hitam) mari kita bergebrak dengan dia barang beberapa jurus dan
lihat apakah dia mempunyai permainan baru yang menyenangkan.”
Hek Lohan, Sam Po tertawa terkekeh-kekeh.
“Bagus sekali, mari kita main-main!” selesai berkata, dia langsung mendahului
melangkah ke depan. Dia mengangkat tinjunya yang besar dan langsung menghantam
keluar.
Orang ini wajahnya hitam bagai bak tinta. Sikapnya seperti ketolol-tololan, tetapi
tinjunya ini ternyata mengandung tenaga yang dahsyat sekali. Angin yang timbul
terdengar berderu-deru, gelombang hawanya bagai hempasan ombak.
Tan Ki tersenyum simpul. Sikapnya masih seperti tadi. Dari luar tampaknya dia tidak
mengadakan persiapan sama sekali. Padahal dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya
secara diam-diam. Begitu serangan Hek Lohan, Sam Po meluncur ke arahnya, tiba-tiba
tubuhnya berkelebat, dalam waktu yang bersamaan telapak tangan kanannya
menghantam ke depan. Tetapi di saat pukulannya dihantamkan ke depan, tampaknya
seperti tidak mengandung tenaga dalam sama sekali. Bahkan tidak terdengar deruan
angin sedikitpun. Namun Hek Lohan juga bukan orang yang benar-benar bodoh dan tidak
tahu apa-apa. Sekali lihat saja, dia sudah tahu kalau serangan Tan Ki ini merupakan ilmu
pukulan kelas tinggi. Di Siau Lim Si sendiri ada sejenis ilmu yang sama yang dinamakan
Kim Kong-ciang. Ilmu pukulan yang langka ini memang tampaknya tidak ada keistimewaan
apa-apa, karena pada dasarnya seluruh tenaga dalam sudah terhimpun dalam telapak
tangan dan baru dapat dirasakan apabila sudah hampir mengenai sasarannya.
Ilmu ini memang khusus untuk melukai isi perut lawan. Biarputt tenaga dalammu
sangat hebat, bahkan dapat dibandingkan dengan besi atau baja, namun tetap saja tidak
sanggup menahannya. Otomatis Hek Lohan juga tidak memperdulikan serangannya
kepada lawan lagi. Cepat-cepat dia berjungkir balik di udara dan mencelat ke belakang
sejauh lima depa.
Tangan kiri Tan Ki bergerak, kembali dia melancarkan sebuah5 serangan yang tidak
kalah hebatnya dengan yang pertama. Segulungan angin yang kencang terpancar keluar
mengiringi pukulannya. Serangan kali ini mengandung kekuatan yang dahysat sekali,
persis bagai ombak yang menghempas batu karang. Si pengemis cilik tadinya sudah
mengerahkan tenaga dalam secara diam-diam dan siap menghadapi lawan. Namun ketika
melihat serangan Tan Ki yang begitu hebat serta mengandung angin yang tajam, hatinya
pun tercekat. Cepat-cepat dia menggeser langkah kakinya dan melesat ke samping untuk
menghindari serangan tersebut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ilmu silat Tan Ki yang aneh dan tinggi benar-benar menggetarkan si pengemis cilik dan
Hwesio muda itu. Tampak dua pasang mata mereka terbelalak lebar-lebar bagai buah tho
dan memperhatikan diri Tan Ki sampai termangu-mangu. Begitu terkejutnya kedua orang
itu, sampai sama-sama tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.
Ketiga orang itu berdiri dengan posisi bentuk segitiga. Tiba-tiba tampak si pengemis
cilik mengerlingkan matanya dan membentak dengan suara keras.
“Kau juga coba seranganku ini!” sepasang tangannya menghantam dan terasa sferangkum
kekuatan yang. dapat merobohkan sebatang pohon melanda datang ke arah Tan Ki.
Melihat si pengemis cilik itu tiba-tiba melancarkan sebuah pukulan, sikap Tan Ki yang
santai langsung berubah serius. Dengan posisi tangan menahan di depan dada, diapun
langsung melancarkan sebuah pukulan menyambut datangnya serangan si pengemis cilik.
Kedua rangkum tenaga yang dahsyat segera beradu di udara. Si pengemis cilik segera
menunjukkan gejala kekalahannya. Kakinya goyah, tetapi orang ini termasuk cukup nekad
juga. Mulutnya mengeluarkan suara seruan yang lirih dan sepasang tangannya maju
mundur, secara berturut-turut dia melancarkan lagi empat buah pukulan.
Hati Tan Ki sudah siap dan tidak merasa gentar sedikitpun. Dia juga tidak menghindar,
sekaligus dia menyambut empat buah pukulan itu dengan keras.
Yang satu melancarkan empat buah serangan, yang satunya lagi menyambut empat
buah pukulan. Wajah kedua orang ini langsung berubah hebat, nafas Tan Ki agak
tersengal-sengal. Sedangkan keringat si pengemis cilik sudah bercucuran membasahi
seluruh tubuhnya. -
Si pengemis cilik melihat bahwa empat serangannya yang dikerahkan dengan tenaga
dalam sepenuhnya masih belum sanggup mengalahkan Tan Ki. Tanpa dapat ditahan lagi,
hawa amarah dalam dadanya jadi meluap. Dia membentak keras dan telapak tangannya
pun menghantam, keluar memancarkan segulung angin yang kencang. Gerakannya begitu
cepat bagai kilat yang baru terlihat di angkasa tahu-tahu sudah menyambar datang.
Tan Ki h berdiri tegak, tidak ada kesempatan lagi baginya untuk menghindar. Terpaksa
dia mengulurkan telapak tangannya untuk menyambut dengan kekerasan. Kedua orang ini
melakukan pertandingan dengan gerak cepat. Mungkin maksudnya ingin meraih
kesempatan yang bagus sehingga bisa mendahului lawannya. Tanpa terasa sama sekali,
semakin bergebrak, akhirnya malah menjadi pertarungan yang selalu menggunakan cara
keras lawan keras. Terdengar suara benturan yang keras, tubuh Tan Ki terhuyunghuyung.
Tetapi akhirnya dia tetap dapat berdiri tegak di tempatnya semula. Si pengemis
cilik sendiri sampai tergetar mundur tiga langkah, tubuhnya masih sempoyongan dan
kemudian terjatuh di atas papan panggung dan memuntahkan segumpal darah segar.
Tampak di setiap bekas injakan kakinya terdapat papan yang retak.
Yang aneh, justru meskipun dia terluka isi perutnya bahkan sampai memuntahkan
darah, tetapi wajahnya malah tidak menyiratkan kegusaran sedikitpun. Dia malah
tampaknya gembira sekali. Kepalanya mendongak ke atas dan tertawa terbahak-bahak.
“Kau benar-benar hebat. Si pengemis cilik rela mengaku kalah!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Ki melihat sikap orang ini sangat terbuka. Berani membuka mulut mengakui
kekalahannya sendiri. Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk
menghibur hatinya, siapa tahu mendadak Cu Cia si pengemis cilik itu seperti tiba-tiba
teringat akan suatu masalah yang besar. Dengan kedua tangan mendekap di depan dada,
dia langsung melonjak bangun dan berlari ke samping Hek Lohan. Kemudian terdengar dia
berkata dengan suara lirih, “Hek Lohan, kita bukan tandingannya. Mari kita pergi.”
sepasang pundaknya bergerak sedikit dan tahu-tahu tubuhnya sudah meloncat turun dari
atas panggung.
Meskipun saat itu dia sedang dalam keadaan terluka dan hawa murninya agak membuyar,
tetapi loncatannya tetap saja mengandung kecepatan yang hebat. Terdengar suara
desiran angin, Sam Po Hwesio tidak mengucapkan sepatah katapun dan langsung
mencelat turun mengikuti si pengemis cilik.
Sementara itu wajah para hadirin yang ada di bawah panggung satu per satu berubah
menjadi kelam. Mata mereka semua terpusat pada diri Tan Ki. Bahkan Cian Cong, Yibun
Siu San, kakak beradik Cin Ying dan Cin le, Mei Ling, Liang Fu Yong serta beberapa lainnya
yang mengenal anak muda ini, setelah memperhatikan setengah harian, mereka masih
tetap belum dapat menduga gerakan apa yang dilakukan oleh Tan Ki. Secara berturutturut
Tan Ki mengalahkan empat orang. Baik gerakan tubuh, Kiam-sut, tenaga dalam
maupun perubahan jurus serangannya semuanya mengandung keajaiban. Bahkan
tampaknya tenaga dalam anak muda ini juga merupakan ilmu tingkat tinggi yang jarang
dapat ditemui dalam dunia Kangouw.
Tan Ki bagai sebuah patung pahatan yang indah dan berdiri tegak di hadapan para
hadirin. Sikapnya tenang mengandung kegagahan yang tidak terkirakan. Dilihat dari sudut
mana pun tetap saja menimbulkan rasa hormat sehingga orang tidak berani mencari
perkara dengannya. Para hadirin yang melihat penampilannya hari ini, ada sebagian yang
menyesalkan ilmu silatnya sendiri yang tidak dapat menyamainya, namun ada juga
sebagian besar yang merasa kagum sekali terhadap usianya yang masih begitu muda
namun sudah berhasil menguasai ilmu setinggi itu. Tiba-tiba…
Terdengar lagi suara siulan yang bening dan nyaring. Namun yang ini kali tidak dapat
disamakan dengan yang pertama. Sekali dengar saja sudah dapat dipastikan bahwa
tenaga dalam orang ini jauh lebih tinggi bahkan sudah mencapai tingkat teratas.
Tampak sesosok bayangan bagai seekor burung rajawali yang menukik turun ke atas
panggung. Gerakan orang yang baru datang ini luar biasa cepatnya. Namun ketika
mendarat turun, kakinya tidak menimbulkan suara sedikitpun, persis seperti sehelai bulu
angsa yang melayang turun di atas tanah.
Pandangan mata Tan Ki mengerling untuk melihat, tanpa dapat ditahan lagi hatinya jadi
tercekat. Wajahnya yang tampan berubah hebat. Orang yang datang ini sama sekali tidak
asing baginya. Siapa lagi kalau bukan Pangcu Ti Ciang Pang yang ditakutinya, Lok Hong.
Jantungnya langsung berdebar-debar. Tanpa sadar dia mendekap dadanya sendiri
seakan ingin mengurangi rasa gentar dalam hatinya.
Tampak wajah Lok Hong hijau membesi. Sepasang alisnya terus mengerut.
“Lohu ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepadamu. Tidak ingin berbicara
panjang lebar. Tetapi kau harus menjawab dengan jujur. Sepasang mata Lohu yang sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tua ini sudah banyak melihat hal-hal yang aneh di dunia ini. Jangan coba-coba berdusta
sepatah katapun juga!” bentaknya dengan suara keras.
Tan Ki tersenyum datar. Sepasang tangannya mengait di depan dada.
“Kalau memang Cayhe tahu, tentu saja tidak akan menutupinya sedikit juga.”
Lok Hong tertawa dingin.
“Lohu tadi berdiri di bawah panggung dan memperhatikan jalannya pertandingan
dengan tenang. Tetapi ketika melihat kau berhasil mengalahkan empat orang berturutturut
dengan berbagai jurus yang aneh, Lohu
melihat jurus-jurus tersebut banyak bagian yang ada persamaannya dengan ilmu
kepandaian Ti Ciang Pang kami. Itulah sebabnyaLohu menjadi heran dan ingin
menanyakan persoalan ini kepadamu…!”
Hati Tan Ki tergetar mendengarnya. Dia merasa tubuhnya tiba-tiba bagai diserang
serangkum hawa dingin sehingga gemetar. Keringat dinginpun bercucuran di keningnya
dan diam-diam dia berpikir di dalam hati: ‘Celaka! Kali ini seluruh rahasiaku pasti
terbongkar!”
BAGIAN XXXVII
Perlu diketahui bahwa ilmu silat Tan Ki merupakan hasil curian dari goa makam para
leluhur Ti Ciang Pang. Lok Hong adalah Pang-cu Ti Ciang Pang generasi sekarang. Dia
sudah berkali-kali melihat gerakan tubuh Tan Ki, sehingga sejak semula sudah terbit rasa
curiganya. Tadi ketika dia berhadapan dengan Heng Sang Si, lalu mengejutkan Goan Sian
Fei sehingga mengundurkan diri, semuanya menggunakan ilmu pusaka Ti Ciang Pang yang
tidak diwariskan kepada orang lain. Mal na mungkin Lok Hong tidak mengenali ilmu
perguruannya sendiri?
Begitu rasa curiganya timbul, tanpa menunda waktu lagi dia langsung mencelat ke atas
panggung dan segera mendesak Tan Ki dengan berbagai pertanyaan yang menyangkut
ilmu silat yang digunakannya tadi.
Tetapi begitu melihat orang ini, hati Tan Ki langsung tercekat. Untuk sesaat dia tidak
tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Dirinya bagai maling yang kepergok oleh
tuan rumah, otomatis kegagahannya hilang dan tubuhnya mengkeret ketakutan. Sepasang
matanya membelalak lebar-lebar dan menatap Lok Hong tanpa berkedip sedikitpun.
Wajah Lok Hong saat ini berubah semakin kelam. Jenggotnya yang putih berkibar-kibar
dan sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam.
“Lohu sedang bertanya kepadamu, apakah kau tidak mendengarnya? Apakah tiba-tiba
telingamu menjadi tuli atau mdlutmu yang jadi bisu? Apakah harus menunggu sampai
Lohu memaksa dengan kekerasan baru kau mau menjawab pertanyaan Lohu tadi?”
Tan Ki menggerak-gerakkan bibirnya dengan gugup. “Aku… aku…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikirannya ruwet, hatinya tegang. Mulutnya gagap-gugup sampai sekian lama masih
juga tidak dapat memberikan jawaban apa-apa. Dia merasa keningnya basah oleh keringat
dingin yang mengucur dengan deras.
Yibun Siu San dan Cian Cong ikut melihat keadaan ini, tanpa sadar keduanya saling lirik
sekilas. Wajah mereka menunjukkan perasaan heran yang tidak terkatakan. Tidak di
sangka-sangka seseorang yang baru saja menunjukkan keperkasaannya bagai seekor
naga sakti tahu-tahu bisa berubah sedemikian rupa sehingga mirip seekor kelinci yang
ketakutan. Wajahnya basah oleh keringat dingin. Kedua orangtua ini sampai mengerutkan
sepasang alisnya. Bahkan beberapa gadis di bawah panggung yang mengkhawatirkan
kekalahan maupun kemenangannya, ikut menjadi tidak tenang melihat penampilannya
saat itu.
Tiba-tiba terdengar Lok Hong tertawa panjang. Suaranya begitu keras sehingga
menggetarkan seluruh bukit tersebut.
“Lohu akan bertanya satu kali lagi. Dari mana kau mendapatkan seruling yang ada di
tanganmu itu?” suaranya berat dan mengandung hawa pembunuhan yang besar. Tidak
diragukan lagi kalau orangtua ini benar-benar sudah meluap kemarahannya.
Diam-diam Tan Ki menggertakkan giginya erat-erat. Akhirnya dia membangkitkan
keberaniannya untuk menjawab.
“Baiklah. Kalau kau memang ingin tahu, aku akan mengatakannya. Suling ini pasti
membuat kau mengetahui sebuah rahasia besar. Tidak salah, benda ini memang milik Ti
Ciang Pang kalian. Seluruh ilmu silat yang Cayhe kuasai juga merupakan hasil curian dari
goa makam para leluhur Ti Ciang Pang!”
Dia sadar sekali kalau watak orangtua ini sangat keras dan selalu menganggap dirinya
sendiri paling hebat. Setelah mendengar kata-katanya, pasti orangtua itu tidak akan
melepaskan dirinya begitu saja. Oleh karena itu, begitu selesai berkata, dia langsung surut
mundur satu langkah dan mengerahkan tenaga dalamnya secara diam-diam untuk
menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Dia sudah bertekad untuk
menggunakan gabungan ilmu Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut untuk berduel mati-matian
dengan ketua Ti Ciang Pang ini.
Ternyata dugaannya memang benar. Setelah mendengar kata-katanya, Lok Hong
segera mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan suara tawa yang mengandung
kegusaran. Tiba-tiba tubuhnya mendesak ke depan menghampiri Tan Ki dan dalam waktu
yang bersamaan, dia membentak marah, “Kalau ilmu silatmu bisa kau dapatkan dengan
mencuri belajar dari goa makam para leluhur kami, Lohu juga dapat menariknya kembali!”
Selesai berkata, secara mendadak dia mengirimkan sebuah totokan!
Serangkum tenaga yang lurus dan tajam langsung terpancar keluar seiring dengan
tangannya yang bergerak. Sasarannya tulang di atas bahu Tan Ki. Tempat ini merupakan
salah satu bagian yang paling penting dalam tubuh manusia, karena bersambung dengan
tulang penyangga leher. Kalau bagian ini sampai tertotok, maka urat sekaligus tulang pasti
langsung putus, otomatis tanganpun menjadi lumpuh serta leher menjadi kaku, tidak
dapat dibenarkan lagi untuk selamanya. Dan orang yang cacat ini jangan harap lagi dapat
belajar ilmu silat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Tan Ki sejak kecil sudah mendalami ilmu totokan, mana mungkin dia
tidak tahu bahaya yang satu ini. Tanpa dapat ditahan lagi wajahnya yang tampan jadi
berubah hebat. Dia menarik nafas dalam-dalam kemudian mencelat mundur ke belakang.
Lok Hong tertawa dingin.
“Sambut lagi sebuah serangan Lohu ini!” sembari berbicara, dalam waktu yang
bersamaan tubuhnya mendesak ke depan satu tindak, lengan bajunya yanr kaku bagai
sebilah besi dikibaskan. Timbullah segulungan angin yang kencang.
Serangannya kali ini mengandung tenaga dalam sebanyak delapan bagian. Deruan
angin memecahkan udara dan terdengar bagai badai yang menerpa. Kekuatannya
demikian dahsyat, paling tidak mengandung tekanan seberat ribuan kati.
Sepasang alis Tan Ki jadi berkerut melihatnya. Hawa amarah jadi meluap seketika.
“Orangtua ini terlalu mendesak orang dan tidak ada sikap mengalah sedikitpun kepada
orang lain. Dia kira aku benar-benar takut kepadanya?”
Sembari berkata, Tan Ki seakan terbangkit semangatnya karena ucapan yang
dicetuskannya sendiri. Keberaniannya ikut meluap dan tiba-tiba dia mendongakkan
wajahnya lalu memperdengarkan suara siulan yang panjang.
Tubuhnya mencelat ke udara, dengan jurus Awan dan Kabut Ditimpa Cahaya Matahari,
dia menukik turun sembari melancarkan sebuah serangan.
Lok Hong melihat tanpa sebab musabab Tan Ki mencelat ke udara, hal ini sebetulnya
menyalahi teori ilmu silat karena bagian tubuhnya yang kosong dapat terlihat jelas
sehingga mudah diincar oleh lawan. Tanpa dapat ditahan lagi dia menjadi termangumangu
sejenak, lalu dia melihat pedang suling di tangan Tan Ki bergerak dengan cepat
sehingga menimbulkan titik sinar dingin yang tidak terhitung jumlahnya. Semuanya
tercurah turun menyelimuti tubuhnya, persis seperti ratusan pisau kecil yang berubah
menjadi cahaya keputihan dan mengurung seluruh tubuhnya, menyerangnya dari atas ke
bawah. Tentu saja dia jadi tercekat bukan main. Terasa cahaya pedangnya memijar, titik
sinar memercik sehingga membuat mata orang menjadi kabur dan tidak tahu bagian mana
sebetulnya yang menjadi sasaran senjata anak muda itu.
Meskipun Lok Hong termasuk seorang tokoh sakti yang berperangai aneh di dunia
persilatan, tetapi dalam waktu yang singkat dia juga tidak tahu bagaimana harus
memecahkan jurus serangan Tan Ki yang ajaib ini. Terpaksa dia memiringkan pundaknya
dan menggeser ke samping sejauh tiga langkah.
Serangan Tan Ki kali ini masih tetap merupakan salah satu jurus dari ilmu Te Sa Jit-sut.
Pengaruh kekuatannya hebat bukan main. Sayangnya dia belum sempat melatih ilmu ini
hingga mencapai titik kesempurnaan, dengan demikian di tengah jalan dia belum bisa
mengatur hawa murninya dengan benar dan menggunakan kesempatan yang baik untuk
melukai lawannya.
Selesai mengembangkan jurus ini sampai selesai, orangnyapun melayang turun kembali
di atas tanah. Padahal kalau orang yang sudah melatih dengan sempurna, gerakannya
tidak perlu berhenti. Selesai jurus yang ini, dia tentu dapat menyambungnya lagi dengan
jurus selanjutnya yang lebih lihai. Kalau tidak, biar Lok Hong lebih terkenal dan lebih tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi ilmu silatnya dari sekarang, tetap saja sulit bagi orangtua itu untuk meloloskan diri
dari serangan ilmu pedangnya ini.
Sesudah mencelat mundur, tampak selembar wajah Lok Hong yang serius menyiratkan
r perasaannya yang terkejut bukan kepalang tanggung. Sikapnya aneh, menunjukkan
ketegangan yang belum pernah terlihat sebelumnya. Kecuali merasa gentar, hatinya juga
merasa heran sekali. Dia merasa jurus ilmu pedang Tan Ki tadi benar-benar ajaib, juga
mengandung perubahan yang mengagumkan sehingga hawa pedangnya terasa sekali
mendesak ke arah lawan. Bahkan menimbulkan perasaan menggidik dalam hati. Ilmu
pedang yang tingkatnya demikian tingggi ini, kalau ditilik dari usia Tan Ki yang masih
muda, tampaknya tidak mungkin dia berhasil melatihnya sampai mahir!
Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat sepasang mata Tan Ki menyorotkan
sinar yang tajam. Tangannya menggenggam suling dan berdiri dengan tegak. Sikapnya
berwibawa sekali. Hal ini merupakan sikap yang biasa diperlihatkan oleh tokoh persilatan
yang sudah mencapai taraf tertinggi dalam ilmu pedang. Tanpa dapat ditahan lagi, hatinya
kembali tergetar.
Tiba-tiba dia merasa baik pengalaman maupun ilmu silat anak muda ini sedang melaju
ke tingkat yang tidak terkirakan tingginya. Dalam waktu setengah tahun yang singkat, dari
seorang pemuda yang tidak dikenal, dia berubah menjadi seorang jago kelas satu di dunia
Bulim.
Dua huruf nama Tan Ki membuat setiap orang yang berkecimpung di dunia persilatan
tahu siapa orang ini atau paling tidak, sadar adanya orang seperti ini. Apabila menunggu
sampai satu atau dua tahun lagi, tentu tidak sulit baginya mengangkat derajatnya sendiri
dan kemungkinan besar dianggap sebagai tokoh tersakti dari generasi muda… namun ada
juga kemungkinan dia bisa menjadi seorang iblis yang menimbulkan segala kekacauan
bagi dunia Kangouw.
Berpikir sampai, di sini. di dalam hati Lok Hong seakan timbul semacam perasaan yang
sulit dijelaskan. Semakin membayangkan sampai di mana tingginya ilmu silat anak muda
ini, semakin tidak berani dia memandang ringan lawannya. Wajahnya bahkan jauh lebih
kelam dari sebelumnya. Sepatah katapun tidak terucap dari bibirnya, dua bola matanya
menatap diri Tan Ki lekat-lekat. Waktu terus merayap perlahan-lahan diiringi suasana yang
semakin menegangkan. Setiap menit terasa begitu lamban, begitu panjang sehingga
membuat perasaan bagai diganduli beban yang berat dan tekanannya begitu keras
sehingga untuk bemafaspun rasanya sulit sekali.
Yibun Siu San dan Cian Cong saling lirik sekilas. Hati mereka sama-sama tertekan dan
sejak tadi tidak mengucapkan sepatah katapun. Jangan kata berbicara, mereka bahkan
tidak tahu apa yang harus dilakukan pada saat seperti ini.
Meskipun Lok Hong adalah seorang Cian-pwe dari dunia Bulim sekaligus Pangcu dari Ti
Ciang Pang yang terkenal, tetapi pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini
merupakan ajang berkumpulnya para tokoh dari berbagai penjuru untuk memperebutkan
kedudukan Bulim Bengcu. Asal bukan orang-orang dari lima partai besar, siapapun
mempunyai hak untuk naik ke atas panggung mengikuti pertandingan dan
memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu tersebut.
Itulah sebabnya, meskipun Yibun Siu San dan Cian Cong sangat menyayangi Tan Ki,
tetapi mereka tidak mempunyai alasan yang kuat untuk mengusir Lok Hong turun dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panggung. Akhirnya mereka terpaksa membelalakkan mata lebar-lebar dan mengikuti
perkembangan selanjutnya dengan perasaan yang tidak terkirakan tegangnya.
Pada saat ini, Liu Mei Ling, Liang Fu Yong, kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie, berempat
yang ada di bawah panggung sudah berkumpul menjadi satu kelompok. Mereka berbicara
dengan berbisik-bisik seolah merundingkan sesuatu yang gawat.
Cin Ie yang adatnya paling berangasan dan ketolol-tololan, tanpa berpikir panjang dia
langsung mengungkapkan apa yang dirasakannya.
“Apa-apaan ini, seorang Locianpwe dari Bulim begitu tidak tahu malu menghina
angkatan muda? Kalau seumpamanya ilmu atau tenaga dalam Tan Koko kurang tinggi dan
sampai berhasil dikalahkan, bukankah semua jerih payah ini jadi sia-sia dan menjadi
harapan kosong saja?”
Cin Ying menganggukkan kepalanya sedikit.
“Kalau keadaan sampai mendesak sekali, kita boleh naik ke atas panggung…” meskipun
gadis ini lebih cerdas dan selalu mempertimbangkan setiap persoalan baik-baik. Tetapi
dalam keadaan yang luar biasa dan genting seperti sekarang ini, dia juga kehabisan akal
dan pikirannya jadi bingung.
Cin Ie yang mendengar kata-katanya langsung berteriak, “Kalau memang mau naik,
sekaranglah saatnya. Kalau menunggu sampai Tan Koko sudah terluka baru kita naik
memberikan pertolongan, sama saja menambah berat beban hatinya. Liu Cici, coba kau
pertimbangkan, benar tidak kata-kataku ini?”
Hati Mei Ling saat ini demikian tertekannya. Air matanya sudah mulai menggenang di
pelupuk mata.
“Aku sendiri tidak tahu bagaimana baiknya…” Sahutnya bingung.
Cin Ie mulai kehabisan sabar, rasanya dia sudah ingin mencelat naik ke atas panggung.
Untung saja mata Cin Ying sangat awas dan gerakannya cepat. Dengan gugup dia menarik
tangan adiknya dan mencegah tindakan gadis itu. Kemudian dia berkata dengan suara
lirih.
“Kalau ditilik dari keadaan saat ini, justru merupakan saat genting untuk menentukan
kekalahan atau kemenangan. Kalau Tan Ki belum menunjukkan tanda-tanda di bawah
angin, lebih baik kita jangan turun tangan. Jangan sampai karena emosi sesaat akhirnya
malah merusak urusan besar!”
Ketika dia berbicara itulah, tiba-tiba dia melihat wajah Liang Fu Yong cengar-cengir
seperti tersenyum seorang diri. Dia berdiri dengan termangu-mangu. Tampaknya dia
merasa yakin sekali atas kemampuan Tan Ki dalam menghadapi pertandingan ini.. Seakan
hatinya juga telah mempunyai siasat tertentu sehingga tampangnya tidak menunjukkan
rasa gentar sama sekali. Bahkan pembicaraan mereka sejak tadi, tampaknya tidak
didengarkan sama sekadi oleh perempuan itu. Perhat tiannya terpusat secara keseluruhan
ke atas panggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cin Ying sendiri jadi terpana melihatnya. Diam-diam dia berpikir di dalam hati:
‘Perempuan ini juga termasuk gundik Tan Siangkong. Tetapi isi hatinya demikian tertutup
rapat sehingga membuat orang sulit menduga apa yang dipikirkannya…’
Ketika pikirannya masih bergerak, tiba-tiba telinganya menangkap suara siulan yang
panjang. Cepat-cepat dia mendongakkan wajahnya memperhatikan atas panggung. Entah
sejak kapan, Tan Ki sudah mulai melancarkan serangan lagi mendesak Pangcu Ti Ciang
Pang tersebut.
Tampak dia mengangkat pedang sulingnya ke atas dengan gerakan lamban, kemudian
tahu-tahu sudah dikibaskan ke depan. Jurus yang digunakannya kali ini adalah Kabut Putih
Menyelimuti Pasir. Gerakannya demikian anggun sehingga suasana yang ditimbulkannya
bagai pangeran yang siap menerima mahkota kerajaan, sikapnya berwibawa sehingga
orang yang melihatnya langsung menaruh rasa hormat yang tinggi dan merupakan lawan
yang tidak dapat dipandang ringan!
Wajah Lok Hong perlahan-lahan mulai berubah. Dia menarik nafas satu kali, lalu
dengan cepat dia menyurut ke kiri satu langkah. Biar bagaimanapun, orangtua ini
merupakan salah satu tokoh aneh berilmu tinggi di dunia Bulim. Ketinggian ilmu silatnya
dapat dikatakan hanya di bawah satu orang tetapi di atas laksaan orang. Tetapi sejak awal
hingga akhir dia tidak berani menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan. Berkali-kali
dia hanya mengelak ke sana ke mari untuk menghindarkan diri dari serangannya. Para
hadirin yang menyaksikan hal itu, benar-benar dibuat tidak mengerti oleh sikapnya.
Perlu diketahui bahwa dalam pelajaran ilmu silat, ilmu pedang merupakan satu-satunya
yang paling sulit mencapai taraf tertinggi. Kalau seseorang sudah dapat mencapai taraf
kesempurnaan, asal mengempos sedikit hawa murninya saja, dari jauh seseorang dapat
menghadapi lawannya dengan sebatang pedang. Pengaruh kekuatannya bisa mencapai
sepuluhan depa. Pada saat itu, tidak ada lagi serangannya yang meleset dan dapat
.membunuh orang semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan orang yang tenaga
dalamnya kuat sekali, dapat melancarkan serangan tanpa wujud dan dapat menikam
lawannya dengan hawa pedangnya yang tajam saja. Para hadirin yang berkumpul di Tok
Liong-hong hari ini merupakan tokoh-tokoh persilatan dari segala penjuru dunia. Tetapi
mereka tidak dapat melihat bahwa yang digunakan Tan Ki adalah hawa pedang yang tidak
berwujud, sehingga Lok Hong terdesak mundur dan tidak berani menyambut serangannya
dengan kekerasan.
Bahkan Lok Ing yang di bawah panggung juga menyaksikan keadaan ini sampai
bingung. Hatinya merasa cemas dan panik. Tiba-tiba tampak Tan Ki menarik kembali jurus
serangannya lalu menyurut mundur sejauh empat langkah. Bibirnya mengembangkan
senyuman yang lembut.
“Harap Locianpwe berhenti dulu dan dengarkan beberapa patah kataku ini. Setelah itu,
apabila Locianpwe masih ingin melanjutkan pertandingan ini, terserah…”
Lok Hong perlahan-lahan menarik nafas panjang. Ucapan yang tercetus dari mulutnya
malah bukan jawaban atas perkataan Tan Ki.
“Dalam pertandingan kali ini, Lohu baru benar-benar melihat jelas bahwa ilmu silat
maupun tenaga dalam yang kau miliki sungguh-sungguh…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba dia teringat bahwa meskipun dirinya belum kalah, tetapi ternyata dia tidak
berani menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan, tanpa dapat ditahan lagi wajahnya
jadi merah padam dan kata-katanya pun tidak jadi diteruskan.
Tan Ki tersenyum simpul. Dengan tenang dia berkata, “Locianpwe jangan terlalu
merendahkan diri sendiri. Beberapa jurus serangan tadi, sebetulnya Boanpwe sudah
mengerahkan segenap kemampuan, namun tetap saja sulit menyentuh ujung pakaian
Locianpwe. Jadi… meskipun tampaknya Boanpwe seperti meraih kemenangan tetapi
kenyataan yang sebenarnya justru Boanpwe yang kalah…”
Mendengar ucapannya Lok Hong langsung tertawa terbahak-bahak.
“Di sindir sedemikian rupa olehmu, Lohu seperti orang yang berjiwa sempit. Ada
masalah apa, silahkan ungkapkan saja, Lohu ingin mendengar apa yang akan kau
utarakan!”
“Locianpwe merupakan seorang pendekar besar yang mempunyai wilayah kekuasaan
tersendiri, juga mempunyai murid anggota yang tidak terhitung jumlahnya. Selama
berpuluh-puluh tahun perkumpulan Locianpwe bagai sebatang pohon yang kokoh dan
tidak goyah meskipun dihantam oleh gelombang badai yang bagaimanapun dahsyatnya.
Selama ini Boanpwe percaya Locianpwe menjalani hidup yang menyenangkan apalagi
dengan ketenaran nama yang menimbulkan rasa iri. Setelah kejadian tadi malam, mungkin
Locianpwe ikut maklum bahwa keadaan dunia Kang-ouw sekarang ini telah diterpa oleh
berbagai kekacauan. Golongan sesat dari luar samudera seperti Lam Hay dan Si Yu,
mereka sedang menghimpun kekuatan untuk menyerbu daerah Tiong-goan. Entah kapan,
mereka pasti akan menimbulkan pertumpahan darah yang besar-besaran di kampung
halaman kita ini. Namun seperti apa yang sering dikatakan oleh kaum cerdik pandai,
kemakmuran ataupun keruntuhan sebuah negara, rakyat ikut bertanggung jawab. Lahir
sebagai orang Bulim di daerah Tionggoan, sudah seharusnya ikut memikul beban yang
berat ini. Kita harus bersatu untuk menentang semua kekuatan dari luar yang tujuannya
merugikan kita. Pertemuan besar yang diselenggarakan kali ini, tujuannya justru pada
pokok yang sama. Dengan harapan seluruh orang-orang gagah di daerah Tiong-goan
dapat menggabungkan diri dan merundingkan bagaimana caranya menanggulangi
masalah besar ini. Seandainya mengandalkan nama besar maupun kedudukan Locianpwe
sekarang ini, tentu tidak sulit membangkitkan semangat para orang gagah untuk
bergabung dengan Bengcu yang terpilih nanti untuk menghadapi kemelut besar yang akan
melanda. Hal ini dilakukan demi kesejahteraan dunia Bulim sekaligus menghindari
jatuhnya banyak korban dari rakyat jelata yang tidak berdosa apa-apa. Bila Locianpwe
dapat mengabulkan permintaan ini, bukan hanya aku Tan Ki seorang saja yang merasa
berterima kasih sekali, tetapi baik golongan hitam maupun putih dari daerah Tionggoan ini
pasti akan mengelu-elukan perbuatan Locianpwe yang mulia ini…”
Tan Ki menguraikan pendapatnya dengan panjang lebar. Nada suaranya demikian tegas
dan penuh kegagahan. Lok Hong yang mendengarkan agak tergugah juga perasannya.
Tetapi wajahnya masih tampak kelam dan sengaja memperlihatkan tampang yang kurang
senang.
“Kalau Lohu mengabulkan permintaanmu, berarti dalam waktu yang singkat tidak
mungkin dapat kembali ke wilayah Sai Pak. Dengan demikian, bukankah berarti Ti Ciang
Pang yang sudah didirikan sejak ratusan tahun akan hancur tidak terurus akibat ulahku?
Persoalan ini apabila didengarkan memang sederhana, tetapi kalau dipikirkan baik-baik
malah merupakan pengorbanan yang besar dan tanggung jawab yang berat. Meskipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati Lohu ingin sekali menanggung tugas yang mulia ini, agar dunia Bulim kita dapat
tenteram seperti sedia kala. Tetapi Lohu juga tidak ingin menjadi orang yang paling
berdosa dalam perguruan dengan menelantarkan ribuan murid Ti Ciang Pang.”
Tan Ki menundukkan kepalanya merenung sejenak.
“Lalu apa kira-kira syarat Locianpwe agar mau memenuhi permintaan Boanpwe ini?”
Sekali lagi Lok Hong tertawa terbahak-bahak.
“Syarat tentu saja ada, tetapi takutnya kau tidak sanggup memenuhi dengan baik!”
Mata Tan Ki mengerling sekilas. Tanpa kebimbangan sedikitpun dia berkata, “Demi
kesejahteraan dunia Bulim kita di masa yang akan datang, asal Locianpwe bersedia
memberikan janjinya, biarpun syarat yang bagaimana sulitnya, Boanpwe rela mencoba
melaksanakannya sebaik mungkin,”
“Kalau kau berhasil memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu, Lohu pasti akan
membantumu sekuat tenaga, bahkan membubarkan Ti Ciang Pang dan khusus menangani
masalah ini!” selesai berkata, tubuhnya langsung mencelat di udara kemudian berjungkir
balik satu kali lalu melayang turun di antara para hadirin.
Mendengar kata-katanya, mula-mula Tan Ki agak tertegun. Tetapi sesaat kemudian dia
tersentak sadar. Baru saja dia ingin menyampaikan rasa terima kasihnya, tiba-tiba
pandangan matanya jadi kabur. Lok Hong sudah mencelat turun ke bawah panggung dan
menghilang di antara kerumunan orang banyak. Untuk sesaat hatinya seperti merasa
kehilangan. Dia menarik nafas panjang, namun bibirnya masih mengembangkan
senyuman yang lembut. Dia berdiri dengan dada membusung dan mengedarkan
pandangannya ke arah para hadirin yang ada di bawah panggung.
Yibun Siu San juga langsung berdiri, matanya menyapu sekilas ke arah para hadirin,
kemudian berkata dengan suara lantang, “Pertandingan ini belum selesai. Sebagai dewan
juri, kami memutuskan bahwa babak kali ini kedudukannya seri!” selesai berkata,
perlahan-lahan dia duduk kembali.
Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan yang riuh seakan memuji keputusan juri yang
adil di mana babak sebelumnya ditentukan seri. Juga sekaligus memuji kehebatan Tan Ki
yang telah menjalankan lima pertandingan berturut-turut dengan kedudukan empat
menang, satu seri.
Belum lagi suara tepukan tangan sirap, dari kerumunan orang banyak tiba-tiba
mencelat sesosok bayangan ke atas panggung. Gerakannya demikian ringan dan cepat
laksana sehelai bulu angsa yang tertiup angin.
Mata Tan Ki memperhatikan orang yang baru muncul itu, saat itu juga dia jadi tertegun.
“Apakah Oey-heng juga ingin ikut bertanding?”
Oey Ku Kiong tertawa sumbang.
“Anggap saja benar.” sahutnya ragu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Ki langsung menarik nafas panjang.
“Kali ini, Tok Liong-hong dipenuhi oleh “orang dari berbagai kalangan. Biar siapapun,
asal memiliki sedikit kepandaian, tentu boleh naik ke atas panggung mengikuti ajang
perebutan ini. Tetapi, Oey-heng pernah menyelamatkan nyawaku berkali-kali. Perasaan
hati ini sulit sekali diuraikan dengan kata-kata. Oey-heng mempunyai hati yang besar dan
mulia. Siaute maklum sekali akan hal ini. Karena kau sudah naik ke atas panggung ini,
tetapi Siaute merasa enggan bergebrak denganmu. Oleh karena itu, Siaute lebih baik
mengundurkan diri saja…” dia menjura dengan tubuh membungkuk rendah-rendah,
setelah itu berbalik untuk melangkah pergi.
Melihat keadaan ini, Yibun Siu San dan Cian Cong langsung mengerutkan sepasang alis
mereka. Yibun Siu San malah mengeluarkan suara batuk berkali-kali, sebagai tanda bahwa
hatinya panik bukan main.
Bahkan si gadis ketolol-tololan Cin Ie juga menjadi heran melihat keadaan ini, dia terus
memaki Tan Ki sebagai orang bodoh!
Mungkin dari ratusan bahkan ribuan hadirin yang ada di tempat itu, hanya ada satu
orang yang merasa senang melihat sikap Tan Ki ini. Siapa lagi kalau bukan selir yang baru
diangkat oleh Tocu Bu Sin To di Lam Hay, atau bekas budak keluarga Liu, Kiau Hun?
Tiba-tiba sepasang alisnya mengerut erat seakan melihat sesuatu hal yang membuat
hatinya menjadi tidak senang. Bahkan terdengar suara dengusan dingin dari hidungnya.
Rupanya saat ini Oey Ku Kiong sudah mengeluarkan pedang pusakanya dan
direntangkannya ke samping menghadang jalan perginya Tan Ki. Bibirnya masih tetap
tersenyum simpul.
“Tan-heng, harap tunggu dulu. Biar Siaute menjelaskan dulu semuanya baru kau
mempertimbangkan kembali, bagaimana?”
Tan Ki tertawa datar.
“Keputusanku sudah bulat. Biar apapun yang akan dikatakan oleh Oey-heng, tetap saja
sulit merubah pendirianku…”
“Pertemuan besar di Tok Liong-hong ini tadinya diselenggarakan untuk menghadapi
ayah angkatku. Tetapi kalau ditilik dari keadaan sekarang, malah melenceng dari
tujuannya semula. Justru merupakan persiapan untuk menghadapi Lam Hay dan Si Yu
yang akan menggabungkan diri. Dengan usia yang masih demikian muda belia dan ilmu
silat yang menakjubkan, Tan Heng berhasil melakukan pertandingan selama lima kali,
bahkan empat di antaranya mencapai kemenangan yang gemilang. Hal ini benar-benar
membuat para sahabat menjadi tergetar dan terkesiap. Mereka mempunyai pandangan
sendiri-sendiri. Ambil saja sebuah contoh, justru karena Lok Locianpwe juga menyimpan
perasaan kagum di dalam hatinya, maka rela mengucapkan janji akan memberikan
bantuan apabila kau berhasil memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu ini. Kalau pada
saat seperti ini, tiba-tiba Tan Heng mengundurkan diri dari pertandingan, menurut
pendapat Siaute yang rendah, dengan kegagahan hati Tan Heng, tentu tidak sanggup
menerima cemoohan dari dua golongan baik putih maupun hitam. Aku sendiri merasa
tidak punya muka lagi untuk tampil di depan umum. Orang-orang akan menuduhku
menekan Tan Heng dengan budi yang pernah ditanamkan…” perlahan-lahan dia menarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nafas panjang. “Kalau dengan cara demikian, meskipun aku bisa merebut kedudukan
Bulim Bengcu, tetapi hati ini tetap penasaran. Maksud Tan Heng yang baik, akhirnya
malah mencelakakan diriku…”
Mendengar kata-katanya, mata Tan Ki mengerling sekilas. Sesaat kemudian tampak dia
menarik nafas panjang, kemudian menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
Sepasang alis Oey Ku Kiong terjungkit ke atas melihatnya.
“Seandainya Tan Heng terus mempertahankan kekerasan hati dan tidak mau
bertanding dengan Siaute, maka jangan salahkan kalau Siaute menggunakan cara
paksaan!”
Dia menarik nafas panjang-panjang, lalu mengerahkan tenaga dalamnya ke arah
lengan dan pedangnya bergerak menimbulkan segurat cahaya pelangi serta secara
mendadak melayang ke atas.
Tan Ki melihat kerahan tenaga dalamnya pada pedang menimbulkan angin yang
kencang. Tampaknya anak muda itu tidak main-main lagi. Cepat-cepat dia memutar
tubuhnya dan berkelebat ke sebelah kiri.
Oey Ku Kiong terus mendesak maju. Mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang
keras. Sret! Sret! Sret! Tiga tusukkan dilancarkannya secara berturut-turut. Tampak
cahaya berkilauan memijar ke mana-mana. Hawa pedang yang dingin bergulung-gulung
mengiringi serangannya yang gencar.
Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Tan Ki harus memikirkan keselamatan
dirinya sendiri. Diam-diam dia menghimpun hawa murninya dan pedang sulingnyapun
terulur ke depan.
Terdengarlah suara bentrokan antara logam dengan batu kumala. Bahkan di sekitar
tubuh kedua orang itu timbul titik sinar yang berkilauan bagai percikan api. Ketika Tan Ki
menggerakkan pedang sulingnya, dia segera membalas sebuah serangan yang tidak kalah
dahsyatnya sehingga serangan pedang Oey Ku Kiong berhasil dipecahkannya dengan
mudah.
Oey Ku Kiong membentak dengan suara lantang.
“Benar-benar Kiam-hoat yang bagus!” ucapannya sirap, pedang dihunus. Dengan jurus
Merak Emas Mengembangkan Sayap, dia mengibas ke arah jalan darah di pinggang Tan
Ki.
Wajah Tan Ki agak berubah, sikapnya kembali pulih sebagaimana biasa dia menghadapi
lawan tangguh. Tubuhnya bergeser lalu memutar. Dia menghindarkan diri dari serangan
Oey Ku Kiong. Terasa hawa pedang memenuhi sekitarnya, kemudian melesat lewat di
sampingnya. Kalau terlambat sedetik saja, atau gerakan mundurnya terlalu cepat sehingga
memberi kesempatan kepada Oey Ku Kiong, dapat dipastikan bahwa di atas panggung itu
akan terjadi pertumpahan darah. Ini benar-benar yang dinamakan pertarungan antara
jago-jago kelas satu, mati atau hidup dapat ditentukan dalam sedetik saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meskipun kedua orang itu belum pernah sungguh-sungguh mengukur kepandaian
lawannya masing-masing, tetapi di dalam hati mereka sudah mempunyai penilaian
tersendiri. Siapapun tidak berani memandang ringan lawannya. Tiba-tiba terlihat Oey Ku
Kiong menggetarkan pergelangan tangannya, pedangnya ditudingkan ke bawah dan
dengan jurus Mencabut Akar Pohon Tua, dengan gencar serangannya meluncur ke depan.
Tubuh Tan Ki bagai seekor ikan yang meloncat di dalam air berjungkir balik ke belakang
sejauh tiga depa. Tetapi justru ketika tubuhnya mencelat ke belakang itulah, ilmu
pedangnya tiba-tiba berubah. Begitu cepatnya gerakan pedangnya bagai curahan hujan
deras, sehingga menimbulkan butir-butir seperti mutiara yang berkilauan. Segulung demi
segulung berubah menjadi cahaya putih serta
mengandung kekuatan bagai ombak yang menghempas batu karang langsung
menerjang ke arah lawannya.
Pertarungan kali ini bagai duel mati hidup antara dua orang musuh besar yang ingin
membalaskan dendamnya. Keduanya sama-sama mengerahkan ilmu kepandaiannya yang
paling hebat. Apabila menghindarkan diri, tubuh mereka mencelat sampai jauh sekali,
tetapi apabila melakukan serangan, begitu dekatnya sehingga hampir merapat. Di atas
panggung seakan terlihat pedang dan suling yang saling beterbangan. Suara gerungan
maupun raungan terus terdengar. Begitu sengitnya pertandingan babak ini sehingga
bayangan tubuh kedua orang itu sulit dibedakan. Yang tampak hanya dua gulungan
cahaya putih yang berkilauan berdempetan menjadi satu, kemudian berkelebatan di atas
panggung. Begitu hebat pertempuran kali ini. Angin yang terpancar keluar dan hawa
pedang sampai menggetarkan pakaian Liu Seng beserta rombongannya yang bertindak
sebagai regu pengaman sehingga berkibar-kibar bagai dihempas badai. Kain layar yang
dijadikan alas lantai juga terus bergelombang mengiringi jalannya pertandingan. Kadangkadang
bahkan menimbulkan suara menderu-deru bagai angin topan yang melanda.
Sejumlah hadirin yang ada di bawah panggung sampai basah tangannya oleh keringat
dingin. Mata mereka menatap atas panggung dengan terkesima, malah mungkin lupa di
mana mereka berada
dan siapa diri mereka sebenarnya.
Hitung-hitung memang budi pekerti Tan Ki memang lebih tebal. Dia tidak mengerahkan
Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut yang mempunyai kekuatan maha dahsyat. Kalau tidak,
kemungkinan besar Oey Ku Kiong tidak dapat menahan diri dari lima kali serangannya.
Saat ini tampak ilmu kepandaian keduanya hampir seimbang. Tentu saja Tan Ki tidak
menggunakan Kiam-hoatnya yang paling hebat. Hal ini pasti karena dia mengingat budi
yang pernah ditanam Oey Ku Kiong kepada dirinya. Justru dengan demikian kedudukan
keduanya jadi sama kuat. Untuk sesaat pasti sulit menentukan siapa yang akan kalah dan
siapa yang akan meraih kemenangan. Setelah bertanding sengit sebanyak empat puluhan
jurus tampak jarak lima langkah dari tubuh kedua, orang itu dipenuhi oleh cahaya pedang
bayangan suling. Percikannya bagai bunga api dan semakin bertarung semakin cepat.
Secara berturut-turut Oey Ku Kiong telah merubah gerakannya dengan ilmu pedang
dari Pat Sian-kiam, Si Bun-kiam Serta yang lain-lainnya sebanyak tujuh macam. Tetapi
semuanya dapat dipecahkan oleh pedang pendek yang terselip di dalam suling di tangan
Tan Ki.
Biar bagaimana pun gencarnya serangan pendekar berpakaian putih itu, juga biar
bagaimana kejinya, tetap saja Tan Ki melayaninya dengan tenang. Dia tidak tampak
gugup atau panik sama sekali. Tetapi Tan Ki sendiri juga sudah mengerahkan berbagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
macam ilmu yang didapatkannya dari goa makam Ti Ciang Pang, pokoknya dari sederhana
sampai yang hebat sekali, namun dia juga belum dapat membuat Oey Ku Kiong kewalahan
sampai menemui jalan buntu.
Dengan cara seperti ini, kembali lima puluh jurusan telah berlalu. Makin bertarung
makin sengit. Jurus-jurus yang membahayakan serta keji dikerahkan satu per satu, seperti
orang yang tidak memperdulikan mati hidupnya sendiri. Baik wajah Oey Ku Kiong maupun
Tan Ki telah membasah karena dipenuhi keringat yang terus bercucuran. Nafas
keduanyapun tersengal-sengal.
Tampak dada kedua orang itu terus naik turun bagai gelombang air, dalam waktu yang
bersamaan keduanya menghembuskan nafas yang berat. Bahkan Yibun Siu San dan Cian
Cong yang duduk pada jarak kurang lebih satu depaan dari mereka, juga dapat
mendengar dengan jelas nafas mereka yang semakim memburu.
Kurang lebih satu peminuman teh berlalu lagi. Oey Ku Kiong seperti ingin
menyelesaikan pertarungan secepatnya, kalau perlu dia akan mengadu jiwa. Terdengar
mulutnya mengeluarkan suara bentakan yang keras. Pedangnya yang panjang
menimbulkan cahaya sampai sejauh sepuluh depa. Sinar yang bagai pelangi berwarna
putih itu menusuk lurus ke depan dengan kecepatan kilat.
Jurus yang digunakannya kali ini merupakan salah satu jurus dari ilmu Pek Hun Ceng
yang tidak diwariskan pada orang luar. Kehebatannya jangan ditanyakan lagi, meskipun
kekuatan tenaga dalam Oey Ku Kiong belum mencapai taraf dapat membunuh orang
dengan hawa pedangnya dari jarak jauh, tetapi tetap saja mengandung kelihaian yang
tidak terkirakan. Kalau diperhatikan dari bawah, maka pedangnya yang berwarna hijau
menimbulkan cahaya yang besarnya mengejutkan dan hawa yang terpancar dari
pedangnya mengandung hawa dingin yang menggigilkan. Gerakannya bagai seekor naga
sakti yang mengibas ke sana ke mari. Serangannya begitu cepat, persis air terjun yang
tercurah dari atas, baru melirik tahu-tahu sudah sampai di bawah. Seorang jago kelas satu
dari dunia Bulim sekalipun tidak mudah menghindarkan diri dalam waktu yang sekejap
mata itu.
Tan Ki melihat Oey Ku Kiong merubah gerakannya seperti orang yang hendak mengadu
jiwa, hatinya tercekat setengah mati. Tubuhnya menggeser sedikit ladu memutar setengah
lingkaran, pedang suling di tangannya sekaligus bergerak lalu meluncur ke depan
menyambut datangnya serangan Oey Ku Kiong.
Inilah jurus Mengibas Pasir di Atas Tanah yang merupakan salah satu jurus terhebat
dari Te Sa Jit-sut.
Perlu diketahui bahwa para tokoh persilatan di dunia Bulim semuanya memiliki penyakit
yang sama. Di hari-hari biasa mereka selalu menyembunyikan kepandaiannya yang sejati.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kalau ada musuh besar mereka yang menyelidiki sampai
di mana sebetulnya ketinggian ilmu yang mereka miliki dan kemudian berusaha
menciptakan sejenis ilmu lainnya yang khusus untuk melawan ilmu tersebut. Lagipula
mereka juga takut kalau ilmu-ilmu hebat yang membuat nama mereka terkenal itu berhasil
dicuri belajar oleh orang lain. Oleh karena itulah, mereka jarang menunjukkan semua
kepandaiannya secara terang-terangan. Kalau sudah terdesak dalam keadaan gawat, yang
menyangkut mati hidup mereka, barulah mereka tidak berpikir panjang lagi, bahkan
memusatkan perhatian untuk mengerahkan ilmu ‘mereka yang paling dahsyat untuk
menyelamatkan diri sendiri dari maut. Penyakit seperti ini, bagi orang yang namanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semakin besar dan ilmunya semakin hebat, malah lebih parah lagi. Kalau dilihat dari luar,
tokoh Bulim manapun pasti pandai berpura-pura atau sengaja menutup diri serapatrapatnya.
Meskipun tadinya Tan Ki sudah bertekad untuk mengendalikan dirinya sendiri dan tidak
mau mengerahkan ilmu Tian Si Sam-sut maupun Te Sa Jit-sut, tetapi ketika keadaan
sudah menyangkut keselamatan nyawanya sendiri, tanpa sadar seperti ada semacam
refleksi yang membuat dia mengerahkan jurus Mengibas Pasir di Atas Tanah.
Terdengar suara benturan logam dan batu kumala, yang terpancar setelah bunyi suitan
-gerakan kedua jenis senjata itu. Trang! Seiring angin yang berhembus, tampak pedang
panjang terhempas di atas tanah, di bagian lengan pakaian Oey Ku Kiong yang berwarna
putih tampak guratan sepanjang lima cun. Darah segar setetes demi setetes mengalir
keluar.
Meskipun Tan Ki sama sekali tidak menduga bahwa gerakannya yang dilakukan secara
refleks untuk menyelamatkan diri ternyata malah melukai sahabat yang sudah menanam
budi berkali-kali kepadanya. Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu. Mimik wajahnya
seperti orang yang ketakutan karena berbuat kesalahan.
“Oey-heng, maaf sekali! Aku benar-benar tidak menyangka bisa melukai lenganmu…”
katanya gugup.
Oey Ku Kiong menarik nafas panjang. Dia tidak menjawab perkataan Tan Ki tetapi
malah menggumam seorang diri.
“Aku sudah mengerahkan segenap kemampuanku. Tetapi tetap saja bukan
tandinganmu. Apabila dia tahu mungkin dia juga tidak dapat menyalahkan diriku.”
perlahan-lahan dia mendongakkan wajahnya dan melirik Tan Ki sekilas. Bibirnya
mengembangkan seulas senyuman yang tipis. Wajahnya tidak menyiratkan kemarahan
sedikitpun.
Sinar mata Tan Ki yang penuh penyesalan terus mengerling ke arah dirinya. Hatinya
ingin sekali mengucapkan beberapa patah kata, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus
memulainya. Bibirnya bergerak-gerak sedikit tetapi tidak ada sepatah katapun yang
terucapkan olehnya.
Oey Ku Kiong memaksakan sekulum tawa
di sudut bibirnya.
“Tan-heng, babak ini kembali kau yang menang.”
“Aku… aku benar-benar tidak bermaksud melukaimu. Tetapi entah mengapa, ketika aku
terdesak sedemikian rupa, aku malah tidak ingat lagi siapa dirimu, yang kupikirkan hanya
keselamatan diriku sendiri…”
Oey Ku Kiong dapat melihat mimik wajahnya yang merasa serba salah bahkan
menyiratkan kepanikan. Dia sengaja memperlebar senyumnya.
“Luka sekecil ini tidak berarti apa-apa. Dalam sebuah pertandingan, bahkan ayah dan
anakpun tidak dibedakan lagi. Pasti sulit mencegah salah satu di antaranya ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terluka. Tan-heng tidak perlu merasa tidak enak hati karena masalah ini. Setelah
pertandingan ini, kau dan aku tetap merupakan sahabat.”
Tampang Tan Ki menyiratkan sedikit kebimbangan.
“Kata-kata yang kau ucapkan tadi membuat orang tidak mengerti. Siaute terpaksa
memberanikan diri untuk bertanya. Apakah Oey heng naik ke atas panggung mengikuti
pertandingan ini sebetulnya mendapat perintah dari seseorang?”
Mendengar kata-katanya, wajah Oey Ku Kiong langsung berubah hebat. Tetapi sejenak
kemudian dia sudah pulih kembali seperti biasa. Perlahan-lahan dia menarik nafas satu
kali.
“Tan-heng tidak usah terlalu mendesak. Pada suatu hari nanti, kau pasti akan
mengerti.” dia membungkukkan tubuhnya untuk memungut kembali pedangnya yang
terjatuh di lantai panggung. Kemudian tampak bayangannya berkelebat dan diapun
meloncat turun ke bawah panggung.
Hampir dalam waktu yang bersamaan dengan meloncat turunnya Oey Ku Kiong,
kembali ada sesosok bayangan yang berkelebat naik ke atas.
Terasa serangkum bau harum yang terpancar dari tubuh seorang perempuan menerpa
datang seiring hembusan angin. Pakaian yang berwarna merah jambu mengibar-ngibar. Di
atas panggung telah berdiri seorang perempuan yang cantik jelita.
Orang ini bukan siapa-siapa, tetapi justru si budak cantik yang menggunakan siasat rayuan
agar Oey Ku Kiong jatuh bertekuk lutut di bawah gaunnya. Siapa lagi kalau bukan
selir kesayangan Tocu Bu Sin To, Kiau Hun!
Diam-diam hati Tan Ki jadi tergetar.
“Apakah kau juga bermaksud merebut kedudukan Bulim Bengcu?”
Kiau Hun mengerlingkan sepasang matanya yang indah. Bibirnya juga mengembangkan
seulas senyuman yang manis.
“Peraturan dalam pertandingan ini, tidak menyatakan bahwa kaum perempuan, biarpun
rahib atau nyonya muda tidak boleh mengikutinya. Mengapa aku tidak boleh ikut
memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu yang menjadi impian setiap tokoh persilatan
itu?”
Melihat tampangnya dan mendengar kata-katanya yang tegas, Tan Ki sadar bahwa
pertandingan ini sudah pasti diikuti olehnya. Biar bagaimana dia pasti akan bergebrak
dengan-nya sampai ada salah satu yang menang. Hati-nya menjadi bimbang kembali.
Perempuan ini pernah menyelamatkan jiwanya bahkan sam-pai diusir dari pintu
perguruan. Lagipula Kiau Hun secara terang-terangan pernah menyatakan cinta kasihnya
dan terus merongrongnya sehingga dia merasa bahwa perempuan ini lebih sulit lagi
dihadapi dari pada Oey Ku Kiong.
Tan Ki juga pernah melihat ilmu Kiau Hun yang sekarang. Dalam sekali gerak saja, dia
sanggup melukai seorang Locianpwe yang terkenal keras kepala seperti Ciu Cang Po.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau benar-benar sampai terjadi pertarungan, mungkin dalam ribuan jurus sulit
menentukan siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Tampaknya Kiau Hun dapat menyelami perasaan hati Tan Ki. Bibirnya merekah
mengembangkan seulas senyuman.
“Kau tidak perlu berpikir ke sana ke mari sehingga menjadi bimbang tidak menentu.
Perlu kau ketahui bahwa perebutan kedudukan Bulim Bengcu ini menjadi hak setiap orang.
Pokoknya begitu naik ke atas panggung, siapapun harus saling berhadapan sebagai lawan.
Tidak memperdulikan segala macam perasaan. Meskipun urusan antara kau dan aku
sudah menjadi kenangan masa lalu, aku malah ingin mengundurkannya dan
memperhitungkannya beberapa hari kemudian. Sekarang ini keluarkan dulu senjatamu
dan kita tentukan siapa yang lebih unggul di antara kita.”
Tan Ki menggelengkan kepalanya. Dia memaksakan diri untuk tersenyum.
“Aku tidak bisa berkelahi denganmu.”
Sepasang alis Kiau Hun langsung terjung-kit ke atas. Tampaknya dia menjadi kurang
senang mendengar ucapan Tan Ki, tetapi bibirnya tetap tersenyum.
“Apakah aku harus memaksamu untuk turun tangan sebagaimana halnya Oey Ku Kiong
tadi?”
Pada dasarnya Kiau Hun memang gadis yang cantik. Lagaknya yang dibuat-buat seperti
anak manja itu justru membuat orang yang melihatnya semakin gemas. Sayangnya dia
sudah menjadi anggota Bu Sin To di Lam Hay dan bahkan mendapat kedudukannya
sekarang ini dengan menjual jiwa raganya. Kecantikan di luar saja, persis seperti
sekuntum bunga mawar yang merupakan lukisan dinding, bagus dilihat tetapi tidak
memancarkan keharuman sedikitpun.
Tan Ki tertawa getir.
“Aku sendiri rela mengaku…”
Kata-kata ‘kalah’ belum sempat diucapkan, tiba-tiba Yibun Siu San sudah bangkit dari
tempat duduknya dan membentak.
“Tunggu dulu!”
Kiau Hun yang melihat Tan Ki sudah mulai terperangkap oleh jeratnya dan hampir saja
mengaku kalah. Kalau benar demikian, tentu pertandingan ini akan dimenangkan olehnya
dengan mudah. Siapa tahu pada saat yang tepat tiba-tiba kata-kata yang belum selesai
diucapkannya jadi terhenti oleh bentakan Yi-bun Siu San. Sepasang alisnya langsung
mengerut erat. Hatinya yang merasa gembira menjadi marah sekali.
“Orang sedang berbicara baik-baik, siapa suruh kau ikut campur?”
Yibun Siu San mendongakkan kepalanya menatap warna langit. Bibirnya merekahkan
senyuman yang lebar.
“Sekarang ini waktu tepat menjelang sen-ja…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiau Hun tertawa dingin.
“Memangnya kenapa kalau sudah senja?”
“Tentu saja istirahat dan isi perut!”
Kiau Hun tertawa dingin dan mendengus satu kali. Tetapi kali ini dia tidak menukas
perkataan Yibun Siu San.
“Kau jangan aku kira memang sengaja menunda-nunda waktu. Sehingga hatimu
merasa tidak puas. Perlu kau ketahui bahwa peraturan dalam pertandingan ini sudah
diumumkan dengan jelas. Dalam keadaan bagaimanapun asal waktu sudah menjelang
senja, pertandingan harus dihentikan! Malam hari nanti baru dilanjutkan kembali. Aku
hanya menjalankan kewajiban, harap kau turun dulu dari panggung ini!” kata Yibun Siu
San tegas.
Sepasang alis Kiau Hun bertaut semakin erat. Hawa pembunuhan mulai tersirat di
wajahnya. Tetapi dia berpikir panjang kalau sampai menimbulkan kemarahan para hadirin,
tentu sulit baginya untuk menghadapi orang yang begitu banyak. Biar bagaimana,
peraturan pertandingan yang telah ditentukan memang tidak boleh sembarangan
dilanggar. Akhirnya terpaksa dia menahan kemarahan hatinya dan dengan gerak gemulai,
dia turun juga dari atas panggung.
Sementara itu, Tan Ki seperti tiba-tiba teringat akan suatu masalah. Dia langsung
bertanya kepada Yibun Siu San.
“Sam Siok, apakah malam nanti aku harus bertanding lagi?”
Yibun Siu San tertawa datar. “Kau kira memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu itu
urusan yang mudah? Aku dan Cian Locianpwe menaruh harapan yang besar pada dirimu,
apakah kau ingin berhenti setengah jalan begitu saja?”
“Tetapi, kecuali babak yang satu ini, keponakan sudah bertanding selama enam kali
berturut-turut. Kalau dihitung-hitung berarti lima kali menang satu kali seri…”
Yibun Siu San menggoyangkan sepasang tangannya dengan maksud menghentikan
kata-kata Tan Ki.
“Meskipun kau tidak mengatakan apa-apa, namun aku sudah tahu apa yang
terkandung dalam hatimu. Tetapi pikiranmu itu terlalu kekanak-kanakan. Kau kira dengan
mengandalkan ilmu silatmu yang tinggi, sehingga kau dapat mengenyahkan saingan dan
tidak ada seorangpun yang dapat menandingimu, lalu dengan mudah kau sudah dapat
menjabat sebagai Bulim Bengcu. Tentu saja masih jauh sekali jangkauannya. Kau harus
tahu bahwa kedudukan Bulim Bengcu itu berarti menjadi kepala atau ketua dari ratusan
partai ataupun perkumpulan di dunia ini. Banyak peraturan yang harus dipatuhi dan yang
paling penting harus bersikap tegas dalam mengambil segala keputusan, tidak boleh berat
sebelah. Baik ilmu silat, tingkat kecerdasan, kemuliaan hati, semuanya merupakan syarat
yang harus ada dan tidak boleh kurang satupun juga. Harus bisa mengatasi masalah
dengan pikiran dingin, masalah besar diperkecil, dan masalah kecil dihapus. Problema
yang tidak dapat diatasi oleh arang biasa, dia sudah pasti harus bisa menyelesaikannya
dengan baik. Demikian baru dapat disebut pimpinan besar dari para tokoh dunia Bulim!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar keterangannya yang panjang lebar, Tan Ki sampai meleletkan lidahnya.
Rasa terkejutnya tidak kepalang tanggung.
“Kalau ditinjau dari segala segi itu, entah berapa lama waktu yang diperlukan baru
dapat terpilih seorang Bulim Bengcu?”
Yibun Siu San tertawa lebar.
“Kalau menurut pertimbangan diriku sendiri, mungkin waktu tujuh hari sudah bisa
menguji segala persyaratan itu, yakni ilmu silat, kecerdasan dan yang terakhir kemuliaan
jiwanya.”
Sementara mereka bercakap-cakap, Liu Seng, Kok Hua Hong dan Ciong San Suang Siu
sudah menyimpan senjata masing-masing dan berjalan menghampiri mereka. Hanya si
pengemis sakti Cian Cong yang masih duduk di tempatnya dengan mata terpejam seakan
sedang merenungkan suatu masalah.
Mula-mula tampak Kok Hua Hong tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jari
jempolnya.
“Hebat sekali. Dengan usia yang masih demikian muda. Laote berhasil mendapat
kedudukan sebagai Go Kit Kiam-jiu (Pendekar pedang tingkat lima). Hal ini benar-benar
membuat orang jadi kagum.”
Mendengar kata-katanya, Tan Ki jadi tertegun. Dia memandang Kok Hua Hong dengan
tatapan kurang mengerti.
“Go Kit Kiam-jiu?”
Sekarang gantian. Liu Seng yang tertawa terbahak-bahak.
“Siapapun orangnya yang di atas panggung pertandingan dapat mengalahkan seorang
lawannya, maka akan mendapat sebutan Pendekar pedang tingkat satu. Kalau
mengalahkan dua orang, otomatis kedudukannya naik lagi menjadi Pendekar pedang
tingkat dua. Sedangkan Pendekar pedang tingkat lima berarti bahwa orang itu secara
berturut-turut berhasil mengalahkan lima orang lawannya. Sedangkan dalam pemilihan
Bulim Bengcu kali ini, harus mencapai tingkat sembilan baru dapat memenuhi syarat.”
“Kalau di saat pertandingan, karena perhatian yang terpencar atau karena kecerobohan
lalu sampai mendapat kekalahan, bukankah berarti kehilangan kesempatan untuk
memperebutkan kedudukan Bulim Bengcu tersebut?”
“Tidak mungkin. Yibun Cianpwe merupakan seorang tokoh yang berpikiran panjang.
Perhitungannya matang sekali. Setiap orang mempunyai peluang yang sama besar.
Umpamanya dirimu sekarang ini sudah mendapat gelar Pendekar pedang tingkat lima.
Lalu dalam babak selanjutnya kau mengalami kekalahan, kau tetap masih boleh
mengajukan pertandingan berikutnya. Istilahnya mencoba keberuntungan. Seandainya kau
dapat mengalahkan orang yang tingkatnya sama dengan dirimu dua kali berturut-turut,
maka kedudukanmu akan naik lagi satu tingkat. Tadi Heng Sang Si dan Goan Siang Fei
yang kau kalahkan justru dalam keadaan seperti yang kukatakan tadi. Mereka dapat lagi
kedudukannya menjadi Pendekar pedang tingkat empat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepasang alis Tan Ki bertaut erat. Kemudian tampak bibirnya mengembangkan seulas
senyuman.
“Dalam pertandingan seperti ini ada kenaikan tingkat segala, benar-benar merupakan
hal yang baru kudengar pertama kali. Tetapi dari penjelasannya saja sudah membuat
orang menjadi penasaran, tapi entah bagaimana cara Yok Hu (Bapak mertua) dan
Cianpwe sekalian menentukan Bulim Bengcu yang benar-benar sesuai dengan syarat yang
berlaku?”
Baru saja Liu Seng ingin memberi jawaban, Kok Hua Hong sudah keburu menukasnya.
“Tahukah kau ada berapa orang tokoh yang ilmunya benar-benar tinggi sekali di dunia
Bulim ini?”
Mendapat pertanyaan seperti itu, untuk sesaat Tan Ki jadi termangu-mangu. Dia
menundukkan kepalanya merenung sejenak kemudian baru memberikan jawaban.
“Saat sekarang ini, tokoh yang ilmu silatnya benar-benar sudah mencapai taraf
tertinggi, mungkin hanya lima enam orang. Kecuali Tiah Bu Cu Cianpwe yang jarang
menunjukkan tampangnya di dunia persilatan, maka yang lainnya termasuk Sam Siok,
Yibun Siu San, Cian Locianpwe, Pangcu Ti Ciang Pang, Lok Locianpwe dan Ciu Cang Po
yang ilmunya kalah sedikit dibandingkan dengan orang-orang tadi. Sedangkan yang
terakhir sudah pasti si raja iblis Oey Kang. Mengenai jago-jago dari Lam Hay Bun maupun
pihak Pek Kut Kau dari Si Yu, aku tidak begitu paham.”
Terdengar suara si gemuk pendek Cu Mei dari Ciong San Suang Siu menukas, “Si
pengemis sakti Cian Locianpwe merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia saat
ini. Baik kedudukan maupun nama besarnya bukan didapatkan dengan mudah. Sedangkan
Yibun Siu San muncul di Pek Hun Ceng dan menolong kita dari marabahaya. Dia juga
pernah bergebrak dengan Oey Kang biarpun hanya beberapa jurus. Hal ini kau tentu
sudah tahu, oleh karena itu kita menggunakan kedua Cianpwe ini sebagai bahan ujian.
Anggaplah mereka ini Pendekar pedang tingkat sembilan, jadi setidaknya orang yang
menduduki jabatan Bulim Bengcu harus mempunyai ilmu silat yang hampir seimbang
dengan mereka…”
Mendengar kata-kata itu, sepasang alis Tan Ki terus mengerut.
“Ilmu silat yang Cayhe kuasai, seperti kalian semua ketahui merupakan hasil curian dari
Ti Ciang Pang. Tetapi meskipun Cayhe tidak mempunyai guru pembimbing, pengalaman
juga masih dangkal, namun pernah membaca dari sebuah kitab kuno sehingga
mengetahui bahwa rumus ilmu silat dalamnya seperti lautan, tidak ada batasnya.
Sekarang ini kita mengangkat Cian Locianpwe serta Sam Siok berdua sebagai Pendekar
pedang tingkat sembilan, seandainya ternyata ada orang yang lebih tinggi lagi ilmunya
dari mereka berdua, entah bagaimana kalian akan mengaturnya?”
Kata-kata ini diucapkan tanpa berpikir panjang lagi. Setelah tercetus dari mulutnya, dia
baru merasa bahwa ucapannya tadi mungkin terlalu tajam sehingga dapat menusuk hati
kedua orangtua tersebut. Siapa sangka tokoh aneh yang namanya sudah menjulang tinggi
di dunia Kangouw itu malah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ilmu silat si pengemis tua yang hanya beberapa jurus ini, tidak berani dikatakan
bahwa tiada duanya di dunia ini atau belum pernah ada yang dapat menandingi sejak dulu
kala. Tetapi kalau dalam jurus gerakan seseorang dapat merenggut nyawa si pengemis tua
dengan mudah, dapat dipastikan bahwa orang itu tentu tokoh silat setengah dewa.”
Yibun Siu San tersenyum lembut, dia ikut menukas.
“Dan aku akan mengangkat orang itu sebagai Pendekar pedang tingkat sepuluh!”
Setelah mendengar kata-kata ini, hati Tan Ki tampaknya sudah merasa puas. Dia
anggap sejak sekarang di dunia Bulim sudah mempunyai patokan yang pasti untuk
menentukan tinggi rendahnya ilmu seseorang. Seandainya digabungkan lagi dengan ilmu
senjata rahasia maupun ilmu racun dari golongan sesat, paling banter bisa mendaki
sampai tingkat sembilan. Seandainya ada yang bisa mencapai tingkat sepuluh, maka dapat
dipastikan bahwa orang itu pasti jenius bukan main dan mempunyai kecerdasan melebihi
orang biasa serta dapat dianggap manusia setengah dewa seperti yang dikatakan oleh di
pengemis sakti Cian Cong. Dalam sejarah dunia Bulim selama ratusan tahun, orang yang
dapat mencapai tingkat tersebut mungkin hanya ada dua orang, yaitu Tat Mo Cousu dari
Siau Lim Si dan Tio Sam Hong dari Bu Tong Pai…
Justru di saat pikiran Tan Ki masih melayang-layang dengan terkesima, dia mendengar
Yibun Siu San kembali membuka suara, “Anak Ki, sebaiknya kau turun dari panggung
untuk beristirahat agar tenagamu dapat pulih kembali sebagai persiapan untuk melakukan
pertandingan lagi malam nanti.”
Tan Ki mengiakan dengan suara lirih, dia membalikkan tubuhnya dan meloncat turun
dari panggung tersebut.
Pada saat itu, para hadirin yang tadinya berkumpul di sana sudah mulai bubar, yang
tinggal hanya Mei Ling, Liang Fu Yong, kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie yang paling
mengkhawatirkan keadaan Tan Ki. Mereka masih menunggu di bawah panggung.
Lok Hong beserta cucunya Lok Ing beserta Oey Ku Kiong dan Kiau Hun entah
mempunyai rencana apa. Saat ini mereka berdiri pada jarak sepuluh depaan dan terbagi
dalam dua kelompok yang berhadap-hadapan. Mereka saling berbisik dengan rekan
masing-masing, mata mereka berulangkah melirik ke arah Tan Ki Kalau bukan sedang
memperhatikan gerak-geriknya, tentu mereka sedang membicarakan ilmu silatnya yang
mengejutkan ketika berlangsungnya pertandingan tadi.
BAGIAN XXXVIII
Hati Tan Ki saat ini bagai digelayuti berbagai masalah yang rumit. Dia tidak melirik
sedikitpun. Perlahan-lahan dia berjalan melalui hadapan mereka. Tetapi setelah melangkah
kurang lebih belasan tindak, tanpa sadar dia menolehkan kepalanya melihat sekilas ke
arah kedua gadis itu. Tampak wajah Lok Ing mengembangkan senyuman yang dingin dan
sinar matanya memancarkan perasaan rindu. Sedangkan Kiau Hun malah membelalakkan
matanya lebar-lebar dan di dalamnya terkandung sinar kemarahan.
Diam-diam hati Tan Ki merasa geli, dia menggelengkan kepalanya sambil menarik nafas
panjang. “Hati kaum perempuan memang paling sulit di duga…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena kedua perempuan itu memang mempunyai watak dan perasaan yang berbeda
terhadap dirinya. Yang seorang mengira dirinya keracunan hebat dan sebentar lagi akan
mati, malah dia sudah mengambil keputusan bahwa setelah dirinya mati, akan mencari
sua-tu tempat yang tenang dan membangun sebuah makam raksasa lalu menutup dirinya
dari dalam dan menemaninya seumur hidup…
tetapi dia tidak tahu bahwa kedua jenis racun di dalam tubuh Tan Ki saling menyerang
di mana akhirnya daya kerja keduanya menjadi musnah. Bahkan dia telah mencekoki anak
muda itu dengan obat penyembuh luka dalam, dalam jumlah yang banyak dengan maksud
agar dia dapat mempertahankan kehidupannya sementara. Siapa sangka obat-obatan itu
justru menambah kekuatan tenaga dalamnya setelah racunnya hilang sehingga dia dapat
memenangkan pertandingan dengan gemilang di atas panggung.
Meskipun Kiau Hun juga sangat mencintai Tan Ki, tetapi dia malah memilih jalan yang
salah. Tanpa berpikir panjang, dia rela mengorbankan kesuciannya dan akhirnya diterima
menjadi selir Tocu Bu Sin To dari Lam Hay. Dianggapnya dengan demikian derajat
maupun kedudukannya akan terangkat lebih tinggi. Di samping itu dia juga
mempermainkan cinta kasih Oey Ku Kiong yang tulus dengan memperalat anak muda itu
menuruti kemauannya.
Berpikir sampai di sini, Tan Ki menarik nafas panjang sekali lagi. Tiba-tiba langkah
kakinya dipercepat dan menghambur pergi. Karena sampai sekarang ini, dia masih belum
tahu apa yang harus dilakukannya menjelang pertandingan nanti malam apabila dia
bertemu lagi dengan Kiau Hun.
Hatinya kacau, pikirannya melayang-layang. Sejak semula dia memang sudah tidak
menaruh perhatian terhadap pemandangan yang indah di sekitarnya. Angin yang sejuk
berhembus dari depannya. Tetapi anak muda ini malah seakan lupa di mana dirinya
berada.
Tanpa terasa, dia sudah berjalan ke arah balik bukit tersebut. Begitu pandangan
matanya dialihkan, dia melihat batu-batuan berserakan, pepohonan tumbuh dengan
subur. Suara kicauan burung sayup-sayup masuk ke dalam telinganya.
Tiba-tiba saja perasaannya menjadi segar. Suasana tempat ini sunyi dan tenang,
dipadu dengan keindahan alam yang masih murni dan jarang terinjak kaki manusia.
Semangatnya seakan terbangkit. Gulungan perasaan dalam hatinya yang rumit mulai
menghilang sedikit demi sedikit. Baru saja dia berpikir untuk mendongakkan wajahnya
menentang langit dan bersiul sekeras-kerasnya agar perasaan hati yang sumpek dapat
tersalurkan, tiba-tiba telinganya menangkap suara samar-samar pembicaraan seorang
wanita.
Ilmu yang dimiliki Tan Ki saat ini, sudah tergolong jago kelas satu di dunia Bulim.
Meskipun suara itu begitu halus dan lirih, tetapi berkat pendengarannya yang tajam serta
suasana tempat itu yang tenang dan sunyi, maka dia dapat mendengarnya dengan jelas.
Dengan membawa perasaan hatinya yang penasaran, dia berjalan mengikuti arah dari
mana suara itu datang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu pandangan matanya dialihkan, jantungnya langsung berdegup dengan kencang.
Dia merasa aliran darah dalam tubuhnya seakan bertambah cepat dan perasaannya
menjadi bergejolak hebat.
Mengapa? Rupanya dia melihat Ceng Lam Hong sedang berlutut di depan sebuah
makam. Di hadapannya terdapat tiga batang hio yang masih menyala dan memancarkan
bau harum yang khas. Saat ini wanita tersebut sedang menundukkan kepalanya dan
sembahyang dengan khusuk.
Setelah tertegun sejenak, Tan Ki masih tidak mengerti juga. Diam-diam hatinya
berkata: ‘Tiba-tiba Ibu berlutut seorang diri di sini, entah makam siapa yang sedang
disem-bahyanginya?’
Ketika hatinya masih bertanya-tanya, segulung suara yang lirih dan sendu bagai
ratapan menyusup ke dalam gendang telinga. Ternyata Ceng Lam Hong sedang
bergumam seorang diri:
“Ciok San, keadaan selama sepuluh tahun ini, isterimu sudah menjelaskannya secara
terperinci. Sekarang anak Ki dalam usianya yang masih begitu muda sudah mendapat
perhatian yang besar dari orang-orang gagah bahkan dalam pertandingan sudah mencapai
gelar Pendekar pedang tingkat lima. Mungkin urusan balas dendam kelak, tidak sulit lagi
terwujud. Isterimu justru berharap tahun depan pada hari yang sama bisa membawa
kepala si iblis Oey Kang dan bersembahyang di hadapanmu agar sukmamu menjadi
tenteram…”
Nada suara yang terdengar dari mulutnya penuh dengan penderitaan. Setiap patah
maupun kalimat yang terdengar bagai sebilah pisau yang tajam menusuki perasaan Tan
Ki.
“Ciok San, semasa hidupmu, kau paling tidak senang mencari ketenaran nama dan
berhati mulia. Tetapi oleh para sahabat di dunia Bulim, kau malah dianggap sebagai tokoh
netral yang termasuk golongan lurus tidak, sesat-pun tidak. Ini masih tidak terhitung apaapa.
Kalau ditinjau dari segala segi, kesalahan sebenarnya terletak pada dirimu sendiri.
Kehidupan kita yang sudah tenang dan tenteram kau abaikan, malah membentuk apa
yang dinamakan Wi Lu Sam-kiat dan mengangkat saudara segala macam. Sejak isterimu
ini melahirkan anak Ki, aku sudah tahu kalau Oey Kang dan Yibun Samsiok sama-sama
memendam perasaan cinta kasih terhadap isterimu ini. Hal ini memang benar-benar di luar
dugaan. Isterimu sendiri merasa terkejut sekali. Tetapi karena kedua orang itu adalah
saudara angkat sehidup semati Siangkong, isterimu ini takut hubungan kalian akan rusak.
Oleh karena itu, terpaksa isterimu ini memendam semuanya dalam hati dan tidak
mengatakannya kepada siapapun. Siapa nyana Jisiok mempunyai hati yang demikian keji
serta menakutkan. Cinta kasihnya yang tidak tercapai berubah menjadi kegusaran hebat di
dalam ba-thinnya. Rupanya secara diam-diam dia menyimpan perasaan benci itu selama
sepuluh tahun. Hal ini tentu tidak mudah bagi orang biasa. Justru pada suatu malam yang
turun hujan deras, dia datang dengan wajah tertutup topeng. Penampilannya bagai
seorang musuh besar yang hendak membalas dendam. Ternyata malam itu juga dia
berhasil membunuh Siangkong dengan berpuluh macam senjata rahasia andalannya…”
Berkata sampai di sini, tampaknya Ceng Lam Hong tidak dapat menahan kepedihan
hatinya lagi, untuk sesaat dia tidak dapat meneruskan kata-katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Ki berdiri di belakang punggung ibunya, sulit baginya untuk melihat mimik wajah
wanita itu. Tetapi dari sepasang pundaknya yang bergerak-gerak naik turun, Tan Ki dapat
menduga bahwa ibunya sedang menangis terisak-isak.
Setelah berhenti beberapa saat, terdengar Ceng Lam Hong melanjutkan kembali katakatanya:
“Ketika aku melihat Siangkong mati dengan cara mengenaskan, untuk sesaat perasaan
marah dan sedih membaur dalam hati. Tanpa sempat mengambil senjata lagi di kamar,
aku langsung mengejar penjahat bertopeng itu. Pada saat itu isterimu ini masih tidak tahu
kalau orang itu adalah samaran Jisiok. Ketika aku berhasil mengejarnya dan mendesaknya
dengan serangan-serangan, kemudian dia terpaksa melancarkan serangan balasan, baru
aku tahu dia adalah Oey Kang. Tentu saja aku tahu dari jurus-jurus yang dikerahkannya.
Akhirnya, aku terluka parah dan pingsan di tempat itu juga. Kebetulan sekali Samsiok
lewat di tempat kejadian, sehingga Oey Kang terkejut dan mengundurkan diri. Dengan
demikian selembar nyawa yang malang ini pun terselamatkan. Ketika luka yang penderita
sudah agak sembuh, aku pulang lagi ke rumah. Tahu-tahu anak Ki lenyap entah ke mana.
Selama sepuluh tahun ini, aku selalu merindukan anak Ki dan tidak bisa melupakan
dendam kematian suami dan hilangnya anak tunggal kita itu. Isterimu ini akhirnya tinggal
bersama Samsiok di puncak bukit. Meskipun dia memperlakukan aku dengan sopan dan
hormat serta memandang aku seperti seorang dewi, tetapi untunglah dari awal sampai
akhir, biar bagaimana dalamnya perasaan Samsiok itu, kami tidak pernah melakukan
apapun yang di luar batas. Sayangnya anak Ki masih terlalu muda dan pandangannya
belum terbuka. Dia selalu mencurigai isterimu ini, malah memandang aku sebagai
musuh…” kembali terdengar Ceng Lam liong menarik nafas panjang lalu melanjutkan lagi
kata-katanya. “Biarpun menderita sampai bagaimana, tetap aku tidak akan menyalahkan
anak Ki. Tetapi aku mohon semoga arwah Siangkong melindunginya, supaya dia dapat
mendapatkan nama besar di dunia Kangouw, membalas dendam ayahnya dengan tangan
sendiri. Dengan demikian semua penderitaan yang isterimu rasakan, telah mendapatkan
imbalan yang sesuai.”
Bisikan hati seorang ibu yang penuh kasih, dapat terdengar jelas dari kata-katanya
yang terakhir. Kelembutannya yang tersirat nyata, membuat orang yang mendengarnya
menjadi terharu. Tan Ki sampai gemetar seluruh tubuhnya bagai disengat aliran listrik. Dia
merasa perasaanya bergejolak hebat dan tanpa dapat ditahan lagi dua baris air mata
mengalir dengan deras membasahi pipinya.
Dendam kesumat selama sepuluh tahun, boleh dibilang sekarang ini sudah menjadi
terang. Oey Kang mendapat Sam Jiu San Tian-sin, ilmu senjata rahasianya boleh dibilang
tidak ada tandingannya lagi di dunia ini. Tidak heran mayat ayahnya penuh dengan
berbagai senjata rahasia, bahkan jumlahnya sampai empat puluh delapan!
Akibatnya dia membunuh orang tanpa sebab musabab yang pasti. Hatinya hanya ingin
memperhitungkan dendam atas kematian sang ayah. Dalam waktu setengah tahun ini, dia
menganggap sedang membalaskan dendam ayahnya. Dua puluh tujuh tokoh hitam dan
putih di dunia Bulim mati di tangannya…
Berpikir sampai di sini, timbul perasaan tidak enak dalam hatinya. Kemudian suatu
ingatan melintas dalam benaknya. Diam-diam dia berpikir, “Mulai sekarang, nama Cian Bin
Mo-ong akan lenyap dari dunia persilatan. Aku tidak akan bertentangan lagi dengan
golongan putih… mungkin suatu hari nanti, aku harus mengumumkan masalah ini kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua orang dan memohon pengertian. Dengan demikian aku telah menunjukkan bahwa
aku benar-benar menyesal atas perbuatanku yang tidak menggunakan akal sehat itu…”
Pikirannya masih melayang-layang, tiba-tiba telinganya menangkap suara tawa yang
panjang. Begitu kerasnya sehingga bagai geluduk yang memecahkan keheningan. Tahutahu
di hadapan Ceng Lam Hong telah berdiri si raja iblis Oey Kang. Laki-laki itu
mengembangkan seulas senyuman yang menyebalkan.
Orang ini memang patut mendapat sebutan si raja iblis nomor satu di dunia Kangouw.
Suara tawanya belum lagi sirap, orangnya sudah melayang turun. Kecepatannya bagai
hembusan angin yang berlalu dan mengejutkan orang yang melihatnya.
Tampaknya Ceng Lam Hong juga terkesiap bukan main melihat kemunculannya yang
tidak terduga-duga itu.
“Untuk apa kau datang ke mari?” Oey Kang tertawa terbahak-bahak. “Hari ini adalah
ulang tahun kematian Toa-ko yang ke sepuluh. Sebagai seorang adik sudah seharusnya
aku memberi penghormatan.” selesai berkata, dia benar-benar membungkukkan tubuhnya
dalam-dalam ke arah kuburan itu.
Ceng Lam Hong mendengus satu kali. “Kau sudah mencelakai Toako sehingga menemui
ajalnya, apakah kau masih belum merasa puas sehingga…”
Kembali Oey Kang tertawa terbahak-bahak kemudian menukas perkataannya.
“Sehingga masih ingin mendapatkan diri Toaso? Apanya yang salah, Toaso seperti
orang buta yang kehilangan tongkat. Sesudah Toako mati, tinggal Toaso sendirian
menanggung sepi dan kerinduan hati, tidak ada yang menemani. Usia Toaso pun justru
sedang matang-matangnya sehingga sulit menanggung rasa dahaga akan asmara dan
belaian seorang laki-laki yang…”
Sepasang alis Ceng Lam Hong bertaut erat mendengar ucapannya. Dia langsung
membentak marah, “Tutup mulut anjingmu!”
Oey Kang tersenyum simpul.
“Biar mulut ini disumpal dengan kain sekalipun, kau tetap tidak bisa menghindari
sepasang mata ini, bukan?” Sembari berkata, sepasang matanya yang mengandung niat
busuk dari awal hingga ak-hir terus menatap wajah Ceng Lam Hong lekat-lekat. Dia
seakan ingin mencari sesuatu dari wajah wanita itu, tetapi juga seperti orang yang ingin
menatap setiap lubang pori-porinya sampai tidak setitik pun yang ketinggalan.
Mendengar ucapannya yang kurang ajar, wajah Ceng Lam Hong sampai merah padam
saking marahnya. Dia juga merasa kesal sekali. Tetapi ketika pandangan mereka bertemu,
tanpa terasa kepalanya tertunduk dalam-dalam dan tidak berani melihat lebih lama lagi.
Kali ini, Tan Ki yang sedang bersembunyi di balik sebuah batu besar merasa hawa amarah
dalam dadanya seakan meledak. Dia mendongakkan kepalanya dan mengeluarkan suara
suitan yang panjang. Tubuhnya langsung mencelat keluar dari tempat persembunyiannya.
Orangnya masih melayang di tengah udara, tangannya segera mengeluarkan pedang
sulingnya, dengan jurus Lautan Selatan Menggelora, tampaklah bayangan suling serta
kilauan cahaya pedangnya yang mengibar-ngibar. Tubuhnya bergerak seiring dengan
senjatanya langsung meluncur ke depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oey Kang merasa ada gulungan hawa pedang yang melanda datang dari udara. Tanpa
terasa wajahnya langsung berubah. Dengan panik dia mengempos hawa murninya. Seiring
dengan pundaknya yang bergerak, tubuhnya pun mencelat ke belakang sejauh dua depa.
Gerakan tubuhnya demikian ringan dan cepat sehingga mungkin sulit dicari tandingannya
di dunia ini.
Melihat serangannya tidak mengenai sasaran, kemarahan dalam hati Tan Ki semakin
berkobar-kobar. Pedang suling di tangannya direntangkan ke sebelah kiri. Anak muda itu
sudah siap melancarkan serangan kedua. Tiba-tiba terdengar suara bentakan Oey Kang
yang menggelegar.
“Tunggu dulu!”
Wajah Tan Ki kelam sekali. Dia berdiri tegak dengan menggenggam pedang sulingnya
erat-erat. Ditampilkannya sikap seorang jago kelas tinggi yang siap menghadapi musuh.
Mulutnya memperdengarkan suara tawa yang dingin.
“Entah penjahat tua ada pesan apa lagi, Cayhe bersedia membersihkan telinga
mendengarkan amanatmu yang terakhir…!”
Oey Kang tersenyum simpul.
“Aku ingin mengucapkan selamat kepadamu atas keberhasilanmu mencapai gelar
Pendekar pedang tingkat lima. Nanti malam apabila bertanding lagi, entah berapa tingkat
lagi yang dapat kau capai…”
Tan Ki mendengus dingin satu kali.
“Apa hubungannya dengan dirimu?”
“Sepuluh tahun lamanya berlatih dengan keras, tidak ada berita besar di dunia ini yang
tidak sampai di telingaku. Aku tidak ingin membanggakan diriku sendiri sebagai jago tanpa
tandingan. Tetapi kalau ditinjau dari ilmu yang kau miliki saat ini, masih terpaut jauh
dengan diriku. Kalau diungkapkan secara kasar, kau masih belum sanggup menerima satu
kalipun serangan dariku, kecuali kalau kau dapat merebut kedudukan Bulim Bengcu.”
Tan Ki mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
“Bagus sekali! Biar Cayhe buktikan dulu kebenaran kata-katamu!’
Pedang sulingnya perlahan-lahan digetarkan, timbul bayangan bunga pedang berbentuk
segitiga. Tampaknya dia sudah siap melancarkan serangan.
Ceng Lam Hong sangat menyayangi putranya ini. Cepat-cepat dia menghampiri dan
menarik tangan Tan Ki lalu berbisik kepadanya dengan suara lirih, “Orang ini banyak akal
busuknya. Hatinya juga licik sekali. Kalau belum ada buktinya jangan percaya. Apabila
sudah melihat dengan mata kepala sendiri, kau baru boleh mempercayai ucapannya.”
“Tidak apa-apa. Aku akan menghadapinya dengan ilmuku yang paling hebat. Kalau
tidak bisa juga membalaskan dendam dengan tangan sendiri hari ini, aku akan mundur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dulu dan mencari kesempatan lagi kelak. Untuk menjaga diri saja aku masih mempunyai
keyakinan yang cukup besar!”
Ceng Lam Hong merasa bimbang untuk beberapa saat, kemudian dengan penuh
kekhawatiran dia berkata, “Rasanya aku masih mencemaskan keadaanmu…”
Selama sepuluh tahun ini, Tan Ki baru mendengar lagi kata-kata ibunya yang penuh
perhatian dan kekhawatiran. Hatinya menjadi pilu, tiba-tiba darahnya mengalir dengan
cepat, perasaannya diselimuti keharuan yang tidak terkatakan. Dalam tenggorokannya
bagai ada suatu benda yang menyangkut, dengan nada parau dia memanggil, “Ibu…” dua
bulir air mata, tanpa dapat di tahan lagi menetes jatuh membasahi pipinya.
Air mata yang mengalir ini bukan air mata ketakutan ataupun air mata yang keluar
karena rasa terkejut, tetapi air mata yang terurai dari hatinya yang tulus, juga karena rasa
rindu yang terpendam selama sepuluh tahun. Dapat juga dikatakan sebagai air mata yang
paling berharga di dunia ini.
Tetapi Ceng Lam Hong adalah seorang wanita yang sudah mengalami pahit getir hidup
ini. Hatinya sudah cukup tabah menghadapi berbagai penderitaan. Otomatis dia dapat
mengendalikan perasaan dan menekan keharuan dalam hatinya. Oleh karena itu, cepatcepat
dia menarik nafas dalam-dalam dan mengembangkan seulas senyuman yang
lembut.
Tan Ki mengejapkan matanya berkali-kali serta mengusap air matanya yang masih
membekas di pipi. Dibalasnya senyuman ibunya dengan secercah senyuman yang manis.
“Membiarkan dendam berlalu tanpa membalas, apa pantas disebut seorang anak
berbakti? Kalau kali ini membiarkan dia lari hecritn saja, mungkin sulit lagi mendapat
kesempatan untuk bertarung dengan dia satu per satu. Biar bagaimana aku harus
membalas dendam sedalam lautan ini!”
Oey Kang tertawa terbahak-bahak. ‘Sungguh-sungguh ucapan yang gagah, gagali
sekali. Kalau kau memang ingin membalas dendam, aku terpaksa mengiringi ke-mauanmu.
Tetapi tidak bisa di tempat ini!”
Tan Ki marah sekali mendengar sindirannya.
“Terserah kau, di mana saja kapan saja! Dengan membawa sebatang suling. Cayhe
akan menemani sampai kau puas!”
“Bagaimana kalau Pek Hun Ceng-ku yang terkenal itu? Meskipun di dalamnya semua
dilapisi pintu baja dan penuh dengan alat rahasia, tetapi kali ini aku berjanji akan
membunuhmu dengan tangan sendiri!”
Tan Ki tersenyum gagah.
“Pek Hun Ceng yang begitu kecil, memangnya Cayhe pandang sebelah mata? Tempat
itu tidak bedanya dengan goa kelinci, sama sekali tidak ada yang perlu ditakutkan!”
“Bagus sekali! Kalau begitu kita berangkat sekarang juga…!” kata-katanya selesai,
orangnya sudah mencelat ke atas. Terdengar suara desiran pakaian yang dikibarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
angin, dalam waktu sekedipan mata, orangnya sudah berada pada jarak kurang lebih tiga
empat de-paan..
Biar bagaimana usia Tan Ki masih muda, tentu saja mudah dipanas-panasi oleh si raja
iblis yang licik itu. Ditantang sedemikian rupa, hawa amarahnya semakin meluap. Tanpa
berpikir panjang lagi, dia langsung mengeluarkan suara bentakan yang nyaring kemudian
mengerahkan ginkangnya mengejar.
Melihat keadaan itu, Ceng Lam Hong terkejut sekali. Hatinya mencelos, dengan panik
dia berteriak, “Anak Ki, jangan sembrono, cepat kembali!” otomatis kakinya bergerak dan
dia juga ikut mengejar dari belakang.
Pada dasarnya Ceng Lam Hong adalah seorang putri dari keluarga ternama. Sejak kecil
dia sudah mendapat warisan ilmu silat. Apalagi selama sepuluh tahun ini dia berlatih keras,
begitu ilmu ginkangnya dikerahkan, kecepatannya luar biasa sekali. Tetapi Siapa nyana,
ilmu silatnya sekarang ini masih terpaut jauh apabila dibandingkan dengan Tan Ki, apalagi
dengan Oey Kang. Semakin berlari jarak mereka terpaut semakin jauh. Setelah berlari
melewati dua buah bukit, dia telah kehilangan jejak kedua orang itu. Begitu paniknya
wanita ini sampai menghentakkan kaki berkali-kali dengan air matanya yang mengalir
deras.
Tiba-tiba dia melihat empat lima sosok bayangan bagai anak panah cepatnya meluncur
datang ke tempat di mana dia berada.
Ceng Lam Hong mempertajam pandangannya. Dia melihat si Pengemis cilik Cu Cia, Hek
Lohan Sam Po Hwesio, dan tiga pemuda yang asing baginya. Dalam sekejap mata, mereka
sudah sampai di hadapannya.
Si pengemis cilik Cu Cia mengibas-ngibaskan rambut kepalanya yang kusut. Dialah yang
pertama-tama membuka suara.
“Ceng Pek-bo (Bibi Ceng) ke mana perginya Ki-heng? Ketiga sahabat ini mendengar
bahwa dengan sebatang seruling dia berhasil memenangkan lima pertandingan secara
berturut-turut, mereka merasa kagum sekali kepadanya dan sekarang ingin berkenalan
dengan
Ki-heng.”
Sam Po Hwesio segera menukas.
“Kalau cocok, kita malah ingin memasang hio mengangkat saudara dengannya!” tibatiba
dia melihat sepasang mata Ceng Lam Hong merah membengkak. Tampangnya seperti
orang yang baru menangis pilu. Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi termangu-mangu.
“Pek-bo, ada apa?” tanyanya kemudian.
Wajah Ceng Lam Hong sedih sekali. Setelah menarik nafas panjang dia baru menyahut.
“Dia sudah pergi.”
Baik Cu Cia maupun Sam Po Hwesio terkejut sekali mendengar kata-katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apa?” teriak mereka serentak.
Sekali Ceng Lam Hong menarik nafas panjang. Kemudian dia menceritakan prihal Oey
Kang yang membakar hati Tan Ki sehingga akhirnya anak muda itu terpancing katakatanya
lalu mengikutinya ke Pek Hun Ceng.
Bukan main terkesiapnya hati Cu Cia dan Sam Po Hwesio mendengar cerita Ceng Lam
Hong. Bahkan ketiga pemuda yang asing itu juga merasakan bahwa urusan ini tampaknya
gawat. Sepasang alis mereka langsung bertaut erat.
Si pengemis cilik Cu Cia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Bibirnya
bergerak-gerak seperti menggumam seorang diri.
“Bagaimana harus menyelesaikan masalah ini? Bulim Tayhwe sudah dimulai, dia justru
pergi di saat seperti ini.” dia menundukkan kepalanya merenung beberapa saat. Kemudian
tampak dia menggertakkan giginya erat-erat seperti orang yang sudah mengambil keputusan
terakhir. Lalu dia berkata kepada Ceng Lam Hong. “Pek-bo, tolong kau sampaikan
kepada Suhuku, lihat apa yang dikatakannya tentang masalah ini. Si pengemis cilik beserta
Sam Po Hwesio, Yang Jen Ping, Ban Jin Bu dan Goan Yu Liong berempat akan mengikuti
Ki-heng dari belakang dan lihat apakah kami bisa memberikan bantuan.”
“Cara ini rasanya kurang baik. Jangan kata kau sudah terluka akibat pukulan anak Ki, di
dalam Pek Hun Ceng saja terdapat alat rahasia dan perangkap yang bukan main
banyaknya. Belum tentu kalian bisa masuk ke sana tanpa diketahui.”
Tampak Cu Cia tersenyum simpul.
“Luka sekecil ini, si pengemis cilik masih bisa menahannya. Apalagi Goan Yu Liong
Hengte sudah memberi sebutir pil yang manjur kepada keponakanmu ini. Dijamin tidak
akan terjadi apa-apa. Mengenai perjalanan ini, kami pasti berhati-hati dan bergerak
mengikuti situasi. Kalau bisa perang, tentu kita harus berperang. Tidak bisa memenangkan
pihak lawan, otomatis ambil langkah seribu. Inilah semboyan hidup si pengemis cilik
selama ini. Pek-bo tidak perlu khawatir, lagipula dengan bergabungnya kami berlima
menghadapi musuh, rasanya tidak sampai begitu mudah dicelakai lawan.”
Ceng Lam Hong mendengar kata-katanya yang seakan yakin sekali kepada
kekuatannya sendiri dan cara pengungkapannya juga lucu, tanpa dapat ditahan lagi dia
jadi ikut tersenyum.
“Hian-tit (Keponakan) mempunyai nyali yang besar dan berjiwa pendekar. Bahkan
berbudi mulia, benar-benar membuat Pek-bo ini jadi terharu. Tetapi apapun yang kalian
katakan, aku tetap merasa khawatir.”
Sam Po Hwesio merekahkan bibirnya dan ‘tertawa lebar. Tangannya meraba-raba
kepalanya yang gundul.
“Kalau memang perlu, Pek-bo boleh berangkat bersama-sama kami!”
Cu Cia langsung menepuk tangannya keras-keras.
“Bagus sekali. Kalau Pek-bo memang merasa perlu ikut dengan kami, ikut saja.
Sekarang ini waktu sangat berharga, kita tidak boleh bimbang lebih lama lagi. Si pengemis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cilik akan meninggalkan beberapa patah pesan untuk Suhu. Dengan demikian beliau akan
tahu ke mana tujuan kita.”
Selesai berkata, dia segera membungkukkan tubuhnya dan membersihkan dedaunan
yang berserakan di atas tanah. Setelah itu dia mengulurkan jari tangannya dan
dikerahkannya tenaga dalam untuk menggores tujuh belas huruf di atas tanah tersebut.
Akhirnya dia berdiri lagi dan menepuk-nepuk tangannya yang kotor lalu berkata. “Mari kita
berangkat sekarang juga!” tanpa menunda waktu lagi dia langsung mengerahkan
ginkangnya dan berlari ke depan mendahului yang lain.
Beberapa rekannya yang lain tidak mau ketinggalan. Masing-masing mengerahkan ilmu
ginkangnya yang paling hebat dan mengejar si pengemis cilik. Otomatis Ceng Lam Hong
yang mencemaskan keselamatan anaknya juga ikut berlari di belakang mereka.
Setelah berlari kurang lebih sepuluhan li, si pengemis cilik sangat mengkhawatirkan Tan
Ki. Tampak sepasang alisnya terus berkerut. Dia menolehkan kepalanya dan
memperhatikan Ceng Lam Hong sekilas. Wanita itu masih terus berlari. Wajahnya
menyiratkan kecemasan hatinya, sinar matanya sayu. Namun biar begitu, keanggunannya
sama sekali tidak berkurang. Diam-diam Cu Cia berpikir dalam hati.
‘Meskipun usianya sudah lebih dari empat puluh, tetapi kecantikannya masih terlihat
jelas. Gerak-geriknya bagai bidadari turun dari khayangan. Tampangnya begitu suci
sehingga menimbulkan rasa hormat dalam hati orang. Tidak heran Yibun Susiok memilih
tidak menikah dan masih mencintainya secara diam-diam!’
Ketika pikirannya masih melayang-layang, beberapa orang itu sudah memasuki sebuah
dusun. Meskipun dusun ini tidak terlalu besar, toko-toko didirikan dengan sederhana dan
sebagian besar menggelar dagangannya di bawah pohon, tetapi ramainya luar biasa. Di
mana-mana terlihat penduduk hilir mudik seakan sibuk sekali kehidupan dalam dusun
tersebut.
Yang Jen Ping menjadi penunjuk jalan. Ceng Lam Hong, Ban Jin Bu, Goan Yu Liong
mengikuti dari belakang. Mereka berjalan menuju sebuah kedai arak di tengah dusun. Si
pengemis cilik Cu Cia sudah menunggu di depan pintu sambil menggapaikan tangannya.
“Ceng Pek-bo, Si pengemis cilik ini sudah memesankan hidangan dan arak untuk kalian,
cepat santap dulu setelah itu kita baru melanjutkan perjalanan lagi.”
Rekan-rekannya mengiakan sambil tertawa. Berbondong-bondong mereka masuk ke
dalam kedai arak tersebut. Tampak di sebelah kiri ada sebuah meja yang sudah tersedia
berbagai hidangan. Hek Lohan Sam Po Hwesio duduk seorang diri dan sedang meneguk
arak dengan nikmat. Setiap kali cawannya terisi, dia langsung meneguknya sampai kering.
Melihat kemunculan Ceng Lam Hong dan yang lain-lainnya, dia langsung berdiri sambil
tertawa lebar.
“Hwesio, arak dan daging seperti diriku ini kalau sudah melihat arak, cacing di perut
pasti berkelahi dengan sengit. Apalagi kalau lihat saja dan tidak segera menyikatnya,
wah… rasanya lebih menderita daripada disuruh mendaki bukit golok. Kalian jangan
mengira si pengemis cilik itu orangnya baik. Kalian belum sampai, hidangan sudah
dipesankan. Malah menunggu kalian di depan pintu. Padahal sebelumnya dia sudah
meneguk dua kendi besar arak Lian Hua Pek. Hwesio adalah umat Bud-dha yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
boleh berdusta. Buddha mempunyai sukma yang dapat melihat segalanya. Apa yang aku
katakan semuanya merupakan kenyataan. Kalau tidak percaya, kalian boleh
menanyakannya kepada pelayan kedai ini.”
Si pengemis cilik menuding Hek Lohan sambil menggerutu.
“Kau Hwesio cilik ini jangan suka mencari muka. Dengan segala ketulusan hati Si
pengemis cilik mengundang kau makan dan minum, kau malah menempeleng pipiku.
Dengarlah, Ceng Pek-bo orangnya supel, tidak mungkin dia mempersoalkan biaya makan
minum yang sedikit ini. Kau tidak usah membakar-bakar hati orang.” meskipun nadanya
mengomel, tetapi mulutnya tetap saja tertawa lebar.
Sementara keduanya masih berdebat, Ceng Lam Hong dan yang lainnya sudah duduk
di sekeliling meja. Yang Jen Ping dan dua rekannya baru saja minum arak di Tok Lionghong,
saat ini tidak ada selera lagi untuk minum. Hanya si pengemis cilik dan Hek Lohan
terus mengangkat cawan araknya. Dalam waktu yang singkat mereka sudah
menghabiskan delapan kati arak.
Si pengemis cilik meletakkan cawannya di atas meja sambil tertawa-tawa.
“Nikmat, nikmat sekali! Si pengemis cilik sudah belasan hari tidak minum arak.
Sekarang begitu masuk perut lagi, rasanya harum bukan main!” selesai berkata,
tangannya merenggut lagi sebuah kendi arak di atas meja kemudian meneguknya
sekaligus. Begitu asyiknya sampai menimbulkan suara Glek!
Glek! Glek! Caranya seperti minum air putih saja. Setelah sekendi arak itu kembali
dikeringkan, dia langsung berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya. Wajahnya
mengembangkan senyuman yang lebar.
“Mari kita teruskan perjalanan!” sembari berteriak, tangannya menyambar tangan Hek
Lohan dan mengajaknya lari ke depan. Goan Yu Liong melihat kedua orang itu langsung
saja menghambur dari kedai arak tersebut. Dia menggelengkan kepadanya sambil tertawa.
“Si tukang minta-minta itu memang cukup menderita juga beberapa hari ini. Hari ini
mungkin dia sendirian saja ada minum arak sebanyak lima enam kati.”
“Aku rasa malah lebih dari sepuluh kati. Dulu aku pernah minum bersama-sama
dengannya, mungkin lebih dari sepuluh kati. Kalau sampai ribuan cawan, aku belum berani
memastikannya, tetapi kalau di atas lima ratus cawan, mungkin masih bisa. Selamanya
aku tidak pernah melihat dia mabuk. Kali ini takaran minum mereka agak berkurang,
mungkin karena tergesa-gesa akan mengadakan. perjalanan, kita juga jangan sampai
ketinggalan.”
Ceng Lam Hong segera memanggil pelayan untuk menghitung harga makanan dan
minuman mereka. Ternyata kedua orang itu benar-benar menghabiskan dua puluh kati
Lian Hua Pek.
Ban Jin Bu menggelengkan kepalanya sambil tertawa.
“Dua orang menghabiskan Lian Hua Pek yang keras, hm…. tampaknya si hwesio cilik
sendiri juga ada minum sebanyak sepuluh kati lebih.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru saja ucapannya selesai, dari luar kedai arak tiba-tiba terdengar suara ringkikan
kuda. Dua ekor kuda yang gagah berhenti di depan kedai arak tersebut. Tampak dua
sosok bayangan berkelebat, kemudian mereka juga melangkah masuk ke dalam kedai.
Yang pertama-tama masuk adalah seorang laki-laki berusia kurang tiga puluh lima
tahunan. Wajahnya berbentuk persegi dengan telinga yang besar, cambangnya lebat
sekali sampai memenuhi sebagaian besar wajahnya. Tingginya kurang lebih tujuh kaki dan
dia mengenakan pakaian busu (pesilat) yang ketat berwarna hitam. Pundaknya
menyandang buntalan kain berwarna hitam pula, kepalanya diikat dengan selendang
putih. Kakinya mengenakan sepatu berikat tali yang biasa digunakan oleh kaum
pengelana. Pundaknya kekar dan pinggangnya lebar. Tampangnya menimbulkan kesan
kegarangan dan sekali lihat saja sudah dapat dipastikan bahwa laki-laki ini termasuk orang
yang kasar.
Di belakangnya justru mengiringi seorang pemuda bertampang pelajar. Dia
mengenakan jubah panjang berwarna biru langit, wajahnya seperti dilapisi bedak yang
tipis. Kepalanya juga ditutupi selendang yang diikat ke belakang. Tampangnya tampan
dengan sepasang alis yang tebal serta mata yang indah. Langkahnya tenang dan anggun.
Kalau dibandingkan dengan laki-laki kekar yang di depannya, satu kuat satu lemah, jauh
sekali perbedaannya.
Setelah masuk ke dalam kedai arak, mereka memilih tempat duduk bagian sudut yang
merapat dengan tembok. Pemuda bertampang pelajar itu mempunyai sepasang mata yang
menyorotkan sinar tajam. Dia melirik sekilas ke arah rombongan Yang Jen Ping sembari
mulutnya berbicara dengan pelayan kedai arak tersebut.
“Bawakan delapan macam sayuran, beberapa kendi arak bagus dan empat pasang
sumpit serta cawan!”
Yang Jen Ping dan yang lain-lainnya diam-diam merasa heran. Mengapa dua orang saja
memesan sumpit dan cawan sampai empat pasang. Apakah mereka sama dengan si
pengemis cilik Cu Cia dan Hek Lohan yang datang terlebih dahulu dan di belakang masih
ada kawan yang akan menyusul? Ketika hati mereka bertanya-tanya, langkah kaki mereka
tidak berhenti. Saat ini baru saja bertindak keluar dari kedai arak.
Tiba-tiba terdengar si laki-laki kasar itu tertawa lebar sambil berkata, “Coba kau lihat,
apakah orang ini serombongan dengan orang-orang itu? Wanita yang di tengah-tengah itu
boleh juga, malah lebih cantik dari dua perempuan yang dirobohkan Mei Hun kemarin.”
Berkata sampai di sini, terdengar si pelajar langsung menukas, “Toako, penyakitmu ini
benar-benar sudah terlalu parah dan tidak bisa diubah. Asal lihat saja mulut langsung
berkoar tidak bisa diam. Ada saja yang kau persoalkan. Orang yang mendengarnya pasti
bisa salah paham.”
Mendengar pembicaraan kedua orang itu, sekali lagi hati Yang Jen Ping tergerak. Diamdiam
dia berpikir: ‘Kata-kata ‘Mei Hun’ yang diucapkannya pasti nama seorang perempuan.
Tetapi entah siapa orangnya?’
Pikirannya melayang-layang, tanpa terasa dia berdiri tertegun di depan pintu. Melihat
dia menghentikan langkah kakinya, otomatis yang lain juga berdiam diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang yang di dalam kedai arak itu tampaknya menyadarinya juga. Mereka
merasa agak terkejut. Terdengar si pelajar tertawa terbahak-bahak.
“Bagaimana? Orang tidak jadi pergi kan? Tampaknya kali ini kau mencari kesulitan lagi
buat dirimu sendiri!”
Laki-laki kasar itu mengerling sejenak kemudian ikut tertawa terbahak-bahak.
“Hengte, mengapa kau berubah jadi begitu pengecut dan bernyali kecil? Masa aku tidak
boleh membuka suara sama sekali? Aku justru tidak percaya ada orang yang bisa menutup
mulutku ini!”
Selesai berkata, dia malah mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahak-bahak.
Tawanya begitu keras dan gila-gilaan seakan di sekitarnya tidak ada orang lain.
Di dalam rombongan Ceng Lam Hong, usia
Goan Yu Liong yang terhitung paling muda. Tampaknya kesabarannya mulai menipis
melihat mereka seakan ditantang. Oleh karena itu dia segera memalingkan kepalanya dan
bermaksud menerjang masuk lagi ke dalam kedai. Ban Jin Bu cepat-cepat menarik
tangannya dan berbisik dengan suara lirih, “Gerak-gerik kedua orang ini sangat aneh.
Asal-usul mereka juga tidak jelas. Sebaiknya kita jangan mencari perkara dengan mereka.”
Sebagai orang yang usianya paling muda, tentu saja adat Goan Yu Liong juga mudah
tersinggung. Mendengar ucapan Ban Jin Bu, dia memperlihatkan tampang kurang senang.
“Kita beberapa orang melakukan perjalanan bersama-sama, mana bisa menerima
penghinaan orang lain begitu saja. Biarpun mereka adalah tokoh sakti dari Si Yu atau Lam
Hay, aku tetap ingin menjajal sampai di mana kehebatan ilmu mereka sehingga membuka
mulut begitu besar!”
Ceng Lam Hong sedang mengkhawatirkan jejak anaknya dan bagaimana keadaan Tan
Ki sekarang. Rasanya ingin sekali di punggungnya tiba-tiba tumbuh sayap sehingga dapat
terbang secepat mungkin ke Pek Hun Ceng untuk melihat bagaimana perkembangan yang
terjadi di sana. Melihat tampang Goan Yu Liong yang merah padam dan adatnya yang
berangasan, dia takut bisa terjadi sesuatu yang menunda perjalanan mereka. Tetapi biar
bagaimanapun, anak muda itu ikut dengan mereka dengan niat baik. Tentu Ceng Lam
Hong merasa tidak enak untuk menengurnya. Hanya sepasang alisnya yang bertaut
dengan erat dan berdiri di sudut dengan wajah muram.
Ban Jin Bu menepuk pundak Goan Yu Liong perlahan-lahan. Bibirnya tersenyum lembut.
“Kalau kau masih ribut terus, pasti akan terjadi perkelahian di antara kedua pihak.
Seandainya terjadi sesuatu pada diri Ki-heng justru karena perjalanan kita yang tertunda,
bagaimana kau akan memberi tanggung jawabmu kepada Pek-bo?” selesai berkata, dia
tidak memberi kesempatan lagi kepada Goan Yu Liong untuk membantah. Di tariknya
tangan anak muda itu dan diseretnya keluar dari kedai arak tersebut.
Beberapa orang itu langsung melanjutkan lagi perjalanannya. Setelah keluar dari dusun
tersebut, mereka berlari lagi kurang lebih sepuluh li. Tiba-tiba Yang Jen Ping seakan
teringat sesuatu hal. Dia menghentikan langkah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“pakinya.
Tiba-tiba telinga mereka mendengar derap kaki kuda yang berlari dengan kencang. Di
bagian belakang tampak gumpalan debu yang melayang di angkasa. Kedua laki-laki yang
ada di dalam kedai arak tadi menunggang kuda .masing-masing dan memacu kudanya
dengan kecepatan tinggi.. Tampaknya mereka tergesa-gesa sekali. Dalam waktu yang
singkat, kedua ekor kuda itu sudah sampai di hadapan mereka.
Yang Jen Ping melihat kedua ekor itu mendatangi dengan pesat. Beberapa orang itu
segera menarik nafas dalam-dalam dan mencelat kedua tepian jalan. Dua ekor kuda
itupun melintas lewat di hadapan mereka.
Bagaimana pun Ceng Lam Hong adalah . seorang wanita yang usianya sudah setengah
baya. Perasaannya lebih peka. Dia merasa bahwa gerak-gerik kedua orang itu sangat
mencurigakan. Rombongan mereka yang beberapa orang ini sejak keluar dari kedai arak
terus berlari tanpa berhenti sekalipun untuk beristirahat. Kalau memang mereka berdua
sudah selesai makan dan minum, tentu setidaknya menghabiskan waktu yang tidak
sedikit. Biar bagaimana tentu tidak mudah mengejar mereka dalam waktu yang singkat.
Tetapi mengapa mereka memesan hidangan dan arak? Seandainya di depan ada kejadian
yang serius dan gawat, masa mereka bisa meramal apa yang terjadi sehingga menyusul
secepat mungkin? Apalagi selama mereka berlari sepanjang perjalanan ini, mereka tidak
bertemu’ dengan siapapun.
Semakin dipikirkan, semakin bingung Ceng Lam Hong akan asal-usul kedua orang tadi.
Tetapi hatinya berkata, seandainya dia menghabiskan waktu untuk merenung terus dan
kesempatan untuk mencari kedua orang itu hilang, mungkin sulit lagi ingin bertemu
dengan mereka. Untung saja arah yang diambil kedua orang tadi sama dengan tujuan
mereka. Terdengar dia menarik nafas panjang kemudian berteriak:
“Kejar!”
Beberapa orang yang ikut bersamanya merupakan pemuda-pemuda berdarah panas.
Sejak semula mereka sudah merasa kalau gerak-gerik kedua orang itu sangat aneh. Juga
mengandung misteri yang membuat penasaran sehingga dalam hati ingin sekali
mengetahui rahasianya. Mendengar perintah Ceng Lam Hong agar mereka segera
mengejar kedua orang tadi, tanpa menunda waktu lagi masing-masing mengerahkan ilmu
ginkangnya yang paling hebat dan berlari mengejar. Hati Goan Yu Liong paling panik.
Makanya larinyalah yang paling cepat. Dalam waktu singkat dia sudah berlari sejauh
ratusan li. Orangnya seperti seekor kuda liar yang lepas kendali dan berlari dengan kalap.
Siapa nyana tunggangan yang digunakan kedua orang tadi merupakan jenis kuda
unggul dari suku Biao. Dalam satu hari dapat berlari kurang lebih tujuh atau delapan ratus
m Meskipun rombongan Ceng Lam Hong berlari terus tanpa berhenti, tetapi kalau
dibandingkan dengan tunggangan mereka yang terdiri dari kuda jempolan, tentu saja
masih terpaut jauh. Oleh karena itu, jarak mereka pun tprtarik semakin panjang. Hati
Goan Yu Liong gugup sekali. Dia menggertakkan giginya erat-erat dan berlari secepat
mungkin. Padahal dia yang berada di ..paling depan. Begitu dihimpunnya tenaga dalam
serta hawa murni dalam tubuh, dalam sekali loncatan dia dapat mencapai sepuluh depa.
Tetapi jarak antara dirinya dengan kedua ekor kuda di depan masih ada ratusan langkah.
Tiba-tiba terdengar si laki-laki bercambang lebat itu mengeluarkan suara siulan yang
panjang. Setengah badan sebelah atasnya memutar sedikit, tangan kanannya mengibas,
dari pipa cangklongnya melesat keluar dua carik sinar putih yang berkilauan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan Yu Liong merasa ada sesuatu yang mencurigakan. Cepat-cepat dia mengempos
semangatnya dan sepasang pundaknya ditarik ke belakang. Dengan demikian gerakan
tubuhnya jadi terhenti. Ketika dia menundukkan kepalanya, dia melihat ada dua batang
anak panah yang halus menancap di ikat pinggangnya.
Meskipun dia belum sampai terluka oleh serangan ini, tapi rasa terkejutnya jangan
ditanyakan lagi. Wajahnya sampai pucat pasi dan berdiri di tempat dengan termangumangu.
Di belakangnya terdengar suara langkah kaki yang ramai. Rupanya rekan-rekannya
sudah menyusul tiba. Melihat perubahan yang tidak di duga-duga ini, mereka tidak jadi
mengejar kedua orang itu, tetapi beramai-ramai mengerumuni Goan Yu Liong untuk
melihat apa yang terjadi dengan anak muda itu.
Yang Jen Ping mencabut kedua batang senjata rahasia dan meletakkannya dalam
telapak tangan untuk diperiksa secara teliti. Dia melihat senjata rahasia itu memang agak
mirip dengan anak panah, tetapi bagian depannya agak pipih dan ada beberapa lembar
bulu halus yang berwarna warni, tajamnya bukan main. Tetapi setelah diperhatikan sekian
lama, dia tetap tidak dapat menduga jenis senjata rahasia apa yang ada di tangannya itu.
Tanpa dapat ditahan lagi sepasang alisnya langsung mengerut.
“Senjata rahasia ini benar-benar jarang terlihat di dunia Kangouw. Siau-heng juga
sudah cukup lama berkelana di dunia persilatan, berbagai jenis senjata rahasia yang aneh
sudah pernah kutemui, tetapi aku tetap tidak tahu apa nama senjata rahasia ini dan dari
mana asalnya. Benar-benar membingungkan. Orang itu sanggup menimpukkan senjata
rahasia di atas kuda yang sedang berlari, baik gerakan maupun keseimbangan tubuhnya
dapat dikatakan bukan hal yang sanggup dilakukan sembarang orang. Kalau dia memang
berniat melukai orang, sejak semula adik Liong pasti, sudah terkapar di atas tanah. Kalau
menurut pendapat Siau-heng, meskipun tampang orang itu kasar dan bicaranya ketus,
tetapi tidak mengandung niat mencari musuh dengan membunuh orang. Kawan atau
lawan, sementara ini kita masih belum dapat memastikan. Mungkin dia menimpuk senjata
rahasia ke bagian luar pakaian adik Liong hanya sebagai peringatan saja.”
Ban Jin Bu menundukkan kepalanya merenung sejenak. Kemudian terdengar dia
menukas.
“Apapun maksudnya, lebih baik kita meneruskan perjalanan sampai dusun di depan,
setelah itu baru kita rundingkan kembali. Sekarang kedua orang itu pasti sudah jauh, kita
berdiam di sini juga tidak ada gunanya. Siapa tahu kita akan bertemu lagi dengan mereka
di dusun sebelah depan sana.”
Selesai berkata, Ban Jin Bu melihat mimik wajah beberapa orang itu berlainan. Goan Yu
Liong seperti sedang marah, Yang Jen Ping masih merasa terkejut, Ceng Lam Hong malah
seperti orang yang kebingungan. Sejak awai hingga akhir dia tidak mengucapkan sepatah
kata pun. Hanya kakinya yang terus melang kah ke depan.
Ban Jin Bu tahu bahwa perasaan mereka sedang bergejolak, berbagai pikiran berkecamuk
menjadi satu. Dia sendiri jadi enggan «berbicara. Dengan perasaan hati yang
tertekan, mereka melanjutkan perjalanan. Selama itu tidak ada seorangpun yang
membuka suara. Lambat laun mereka mulai memasuki daerah pegunungan. Ban Jin Bu
mengangkat kepalanya dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tampak awan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergulung-gulung, di ujung langit hanya tinggal segurat cahaya berwarna keemasan. Di
dalam hati mereka semua seakan terdapat ganjalan yang berat. Sejak tadi mereka tidak
ingat untuk mencari tempat bermalam. Tampaknya malam ini mereka terpaksa
melanjutkan perjalanan di tengah pegunungan.
Beberapa orang ini merupakan ahli-ahli silat yang mempunyai kepandaian cukup tinggi.
Mereka tidak takut adanya binatang buas atau ular melata, tetapi daerah pegunungan
gelap dan sunyi. Belum lagi hawanya yang dingin menyengat, tentu saja hati mereka
merasa kurang puas terpaksa melakukan perjalanan ataupun menginap di tengah
pegunungan sepanjang malam.
Untung saja malam ini tidak begitu gelap. Rembulan bersinar terang, cahayanya
memancarkan warna putih berkilauan, sehingga pemandangan masih dapat terlihat.
Suasana seperti ini membawa keunikan tersendiri, sayangnya di hati beberapa orang itu
sedang ada masalah, sehingga tidak ada minat sama sekali menikmati keindahan alam.
Jalan di pegunungan semakin ditempuh semakin memencil. Pemandangan di sekitar
pun semakin indah mengagumkan. Di bawah cahaya rembulan tampak lekukan-lekukan
yang seakan tiada batasnya. Di kejauhan terlihat segumpal uap seperti kabut putih yang
membuat pandangan jadi samar-samar.
Tiba-tiba tampak bayangan seseorang berkelebat. Sam Po Hwesio mendadak muncul
dari lekukan celah gunung dan menghadang di tengah jalan. Hwesio cilik itu tertawa
terbahak-bahak seakan ada sesuatu yang menggembirakannya.
“Kalian mungkin sudah merasa agak lapar setelah berjalan sekian jauh bukan? Di dalam
dusun tadi, si pengemis cilik dan Hwesio cilik diundang makan oleh kalian. Sedangkan di
daerah sini merupakan pegunungan yang terpencil dan sepi, meskipun punya uang juga
tidak ada gunanya. Sekarang gantian si Hwesio cilik dan si tukang minta-minta yang jadi
bos mengundang kalian.” sembari berkata, tangannya menunjuk ke arah di mana
gumpalan uap putih tadi terlihat.
Rupanya yang terlihat dari kejauhan itu bukan kabut atau uap putih, tetapi asap yang
timbul dari tungku api. Terdengar Sam Po Hwesio melanjutkan lagi kata-katanya… “Si
tukang minta-minta itu benar-benar punya keahlian tersendiri. Dia telah membuatkan
hidangan yang istimewa buat kita semua. Kalau kalian merasa lapar, maka jangan tunda
waktu lagi. Hayo ikut aku!” tubuhnya langsung melesat dan berlari menuju lembah yang
jaraknya lebih seratusan depa.
Di dalam lembah itu terdapat bunga-bunga liar yang tumbuh dengan subur. Saat itu
semuanya sedang bermekaran. Angin malam membawa serangkum bau harum. Di
samping sebatang pohon siong yang besar sekali, tampak ada seonggok api unggun. Si
pengemis cilik Cu Cia sedang membakar potongan daging. Paduan antara harum bunga
ada hawa daging bakar terendus di hidung seiring hembusan angin, membuat perut
beberapa orang yang sudah lapar itu semakin menggelitik dan hampir menetes air liurnya.
Si pengemis cilik mendongakkan kepalanya dan melihat kedatangan beberapa orang
tersebut. Dia langsung berteriak, “Cepat ke mari, si pengemis cilik dengan susah payah
berlari sejauh dua tiga li akhirnya baru mendapatkan kijang kecil ini.”
Ketika sudah mendekat, beberapa orang itu baru melihat di sampingnya terdapat
setumpukan kulit kijang, sedangkan daging kijang itu sudah terpotong-potong menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa bagian dan sebagian besarnya sudah dibakar matang. Saat ini siapapun tidak
ada yang sungkan lagi, masing-masing segera meraih sepotong daging kijang bakar itu.
Tampaknya Goan Yu Liong masih kesal karena peristiwa tadi. Wajahnya masih
cemberut terus. Melihat rekan-rekannya menikmati hidangan sambil membakar sisa
daging kijang, dia malah menyingkir ke sudut. Tangannya menggenggam sepotong daging
bakar dan duduk menyendiri di bawah sebatang pohon siong.
Tiba-tiba dari atas pohon terdengar suara yang bening dan nyaring…
“Nona…! Nona…!”
Suara panggilan itu tidak berhenti-berhen-ti. Nyaring dan tajam, rasanya seperti suara
seorang gadis.
Mendengar suara yang muncul secara tidak terduga-duga ini, Goan Yu Liong terkejut
setengah mati. Dia segera mendongakkan kepalanya melihat ke atas pohon. Tinggi pohon
itu kira-kira tujuh delapan depa. Persis seperti sebuah payung besar yang disoroti cahaya
rembulan.
Meskipun malam ini rembulan cukup terang, tetapi saking lebatnya dedaunan pohon
itu, keadaan di dalamnya tidak dapat terlihat jelas. Setelah didengarkan dengan seksama.
Suara tadi memang muncul dari dalam gerombolan dedaunan yang lebat tersebut.
BAGIAN XXXIX
Goan Yu Liong adalah putra kesayangan Pendekar pedang tingkat empat Goan Siang
Fei yang dikalahkan oleh Tan Ki. Pendidikannya cukup tinggi. Sejak kecil ia sudah belajar
ilmu silat sehingga pandangan matanya sangat tajam. Tetapi setelah mendongakkan
wajahnya sekian lama mencari-cari, dia tetap tidak melihat adanya bayangan orang di atas
pohon, tanpa dapat ditahan lagi hatinya tergetar, lagipula dia melihat di bagian batang
pohon itu tidak terdapat ranting sama sekali, sedangkan sumber suara tadi terpancar dari
bagiannya yang paling tinggi. Hatinya berpikir bahwa ilmu ginkang orang ini sudah
mencapai taraf yang begitu tingginya sehingga ngeri dibayangkan dengan akal sehat.
Karena di bagian batang pohon tidak terdapat ranting sebagai injakan kaki. Orang itu ilmu
ginkangnya sudah cukup tinggi saja, paling-paling hanya sanggup mencapai jarak tiga
depaan sekali loncat. Sedangkan tinggi pohon ini justru lebih dua kali lipat.
Berpikir sampai di sini, hatinya tergerak, cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya
dan memungut sebuah batu kecil. Setelah itu dia mendongakkan wajahnya dan
mengeluarkan suara bentakan, “Siapa? Kalau tidak keluar juga, jangan salahkan Cayhe
bertindak kurang sopan!”
Terdengar sahutan suara yang bening dan nyaring itu.
“Nona… nona… aku bernama Liok Giok…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kata-kata itu, Goan Yu Liong jadi tertegun. Diam-diam dia berpikir di dalam
hati: ‘Kata-kata ini sepertinya bukan diucapkan oleh manusia. Kalau benar orang, aku toh
tidak menanyakan siapa namanya, mengapa tidak hujan tidak angin dia malah
memberitahukan kepadaku? Lagipula mengapa dia menyebut aku nona?’
Pikirannya masih bergerak, tanpa sadar mulutnya berteriak lagi.
“Liok Giok!”
Baru saja suaranya berkumandang, tiba-tiba dari gerombolan pohon siong yang paling
tinggi terbang keluar seekor burung kecil berwarna hijau. Dia melesat ke atas sejauh
sepuluh depaan, kemudian menukik turun ke arah Goan Yu Liong.
Goan Yu Liong mengulurkan tangannya, burung kecil itu langsung hinggap di atas
pangkal lengannya. Begitu diperhatikan, wajah Goan Yu Liong langsung berseri-seri.
Senangnya bukan kepalang, hampir saja dia menggerakkan kakinya menari-nari. Rupanya
yang memanggil-manggil dari atas pohon dan sekarang hinggap di lengan anak muda itu
ladalah seekor burung kakaktua berwarna hi-jau yang sangat cantik. Ukurannya lebih
besar sedikit dari burung kakaktua biasanya. Bulunya lebat dan menimbulkan cahaya yang
berkilauan.
Goan Yu Liong gembira sekali. Dibuangnya daging bakar yang ada di tangannya dan
dipeluknya burung itu di depan dada. Siapa nyana burung itu memberontak dan
mendonggakkan kepalanya menatap Goan Yu Liong sejenak. Tiba-tiba burung itu
berteriak, “Kau bukan nona, Liok Giok tidak suka!”
Mendengar kata-katanya, Goan Yu Liong jadi termangu-mangu. Untuk sesaat dia
merasa bingung. Tanpa sadar dia mengulurkan tangannya meraba wajahnya sendiri.
Rupanya pipi anak muda ini memang halus sekali dan putih bersih. Lagipula rambutnya
panjang terurai dan belum diikat dengan selendang. Kalau dilihat sepintas memang seperti
anak gadis yang cantik. Kali ini Goan Yu Liong jadi tertawa geli sehingga hampir saja air
matanya keluar.
“Sayang, aku memang bukan anak perempuan. Tetapi aku juga bisa menyayangimu,
bahkan melebihi mereka.”
Di tengah pegunungan kesunyian semakin terasa, suara sedikit saja akan
berkumandang ke mana-mana, otomatis suara tawanya yang keras tadi mengejutkan
rekan-rekannya yang lain. Ban Jin Bu cepat-cepat berlari menghampirinya.
“Adik Liong, hal apa yang membuat kau demikian gembira?”
Mula-mula Goan Yu Liong mengencangkan dekapannya. Dengan demikian burung
kakaktua itu tidak dapat sembarangan bergerak. Dia takut kedatangan Ban Jin Bu akan
mengejutkannya, karena kalau sudah terbang tentu tidak mudah lagi menangkapnya.
Setelah itu dia mengembangkan senyuman yang lebar.
“Coba kau lihat, aku berhasil menangkap seekor burung kakaktua yang pandai bicara.”
Ban Jin Bu segera memusatkan perhatiannya. Dia melihat sepasang tangan Goan Yu
Liong yang halus bagai tangan wanita itu menggenggam seekor burung kakaktua yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bulunya berwarna hijau berkilauan. Tampaknya anak muda itu seperti takut kehilangan
burung tersebut sehingga dia memeluknya erat-erat. Ban Jin Bu merasa bahwa burung itu
benar-benar menyenangkan. Setelah memperhatikan beberapa saat, tanpa dapat ditahan
lagi dia mengulurkan tangannya untuk meraba burung dalam dekapan Goan Yu Liong itu.
Goan Yu Liong cepat-cepat mundur satu langkah, dia menggelengkan kepalanya sambil
tersenyum.
“Kau jangan sentuh dia. Aku baru saja berhasil menangkapnya, sekarang ini masih
belum jinak.”
Ban Jin Bu menatap dengan mata tak berkedip.
“Burung ini benar-benar manis sekali. Sejak kecil sampai sekarang aku baru melihat ada
burung secantik ini.”
Tiba-tiba tampak si pengemis cilik berjalan menghampiri ke arah mereka. Melihat
burung dalam dekapan Goan Yu Liong, dia ikut terpana. Tampangnya seakan bingung.
Setelah lewat sesaat, dia baru menggaruk-garuk kepalanya sambil tertawa lebar.
“Burung ini tidak menunjukkan perasaan terkejut melihat orang asing. Pasti bukan
burung liar tetapi peliharaan seseorang…”
Belum lagi ucapannya selesai, dari kejauhan berkumandang suara siulan yang panjang.
Suara siulan itu begitu nyaring dan lantang sehingga menimbulkan gaungan yang tidak
terputus-putus.
Suara siulan itu bagai semacam isyarat bagi si burung kakaktua. Tiba-tiba dia
memberontak dan berusaha mengepakkan sayapnya seakan ingin terbang ke udara.
Untung saja sejak semula Goan Yu Liong sudah berjaga-jaga, sepasang tangannya dengan
cepat mengail genggam kaki burung itu erat-erat.
Burung kakaktua itu tidak bisa kabur, mungkin saking paniknya sepasang sayapnya
terus dikepak-kepakkan dengan keras, terdengar pula suara teriakannya.
“Nona cepat ke mari! Nona…! Mei Hun…! Ciu Hiang…! Pai Ping…! Pai Ping…!”
Secara berturut-turut dia memanggil nama beberapa orang gadis, mendengar dia juga
menyebut nama ‘Mei Hun’, hati Yang Jen Ping jadi tergerak. Belum sempat dia
mengatakan apa-apa, suara siulan tadi sudah terdengar lagi. Kali ini malah lebih keras dari
sebelumnya.
Bahkan lambat laun suara siulan itu berubah menjadi suara teriakan, sayup-sayup
terdengar panggilan “Liok Giok…!”
Yang Jen Ping merasa ada sesuatu yang tidak beres. Cepat-cepat dia mencelat ke atas
dan bersembunyi dalam gerombolan dedaunan pada sebatang pohon siong yang ada di
samping.
Beberapa orang yang lainnya juga merasa terkejut oleh suara siulan dan panggilan itu.
Satu per satu menunjukkan kebimbangan hatinya. Wajah mereka tampak serius serta
mulai berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar suara itu semakin lama semakin mendekat. Nadanya juga semakin nyaring
serta tajam menusuk. Liok Giok yang berada di dalam pelukan Goan Yu Liong juga
memberontak semakin hebat. Sayapnya dikepak-kepakkan dengan keras.
Saking paniknya, Goan Yu Liong mendekapkan sepasang tangannya erat-erat di depan
dada. Dipegangnya sepasang kaki Liok Giok kencang-kencang. Orang-orang yang lainnya
juga seperti terpengaruh oleh suara siulan serta panggilan itu, mereka mengedarkan
pandangannya ke sekeliling dan berusaha melihat jejak lawan.
Suara siulan tadi terus terdengar sampai kurang lebih sepeminum teh lamanya. Setelah
berhenti, keheningan kembali mencekam, seluruh lembah tersebut bagai diselimuti
kesunyian yang membuat perasaan mereka menjadi tegang. Mereka merasa bahwa orang
yang menimbulkan suara itu sudah berada dekat sekali. Hati mereka seakan tertekan dan
ma-tapun melirik ke sana ke mari, tetapi tidak ada suatupun yang terlihat. Hanya
bayangan pohon yang bergerak-gerak tertiup angin sehingga menimbulkan hawa
menyeramkan dan rerumputan juga bergoyang-goyang bagai gerombolan setan yang
menari-nari.
Tiba-tiba dari bagian kanan puncak gunung berkumandang suara tawa yang panjang.
Disusul dengan dua sosok bayangan yang berkelebat bagai bintang jatuh. Dalam sekejap
mata, keduanya sudah melayang turun dari puncak bukit yang tingginya kira-kira sepuluh
depaan.
Kedua orang ini tidak asing sama sekali bagi rombongan Ceng Lam Hong. Mereka justru
si laki-laki tinggi besar yang bercambang kasar dan pelajar yang tampan yang pernah
bertemu dengan mereka di kedai arak tadi sore.
Saat ini si pelajar tersebut sudah mengganti pakaiannya dengan stelan ketat berwarna
hi tam. Di pundaknya tergantung sebuah perisai berbentuk sayap burung yang besar.
Sedangkan di bagian pinggangnya tersembul beberapa batang pisau. Wajahnya
menunjukkan kegusaran hatinya. Sedangkan si laki-laki bercambang itu masih
mengenakan pakaian yang sama, kepalanya masih diikat dengan sehelai selendang putih.
Hanya bagian pundaknya yang sudah bertambah sebatang senjata berupa golok. Matanya
mendelik marah dan wajahnya kaku dan dingin.
Belum lagi rombongan Ceng Lam Hong sempat mengucapkan kata, si pelajar berwajah
putih sudah menuding ke arah Goan Yu Liong dan bertanya dengan nada dingin.
“Tampaknya nyali bocah ini tidak kepalang besarnya sehingga berani mendekapi Liok
Giok tanpa niat melepaskannya. Apakah kau tidak tahu peliharaan siapa Liok Giok ini?”
Sikap dan nada ucapannya angkuh dan dingin. Perkataannya lebih mirip sindiran yang
tajam menusuk. Biar bagaimana pun Goan Yu Liong juga anak murid keluarga yang cukup
punya nama di dunia Kangouw, otomatis dia juga berjiwa besar dan berhati mulia.
Tadinya dia berpikir ingin menanyakan sampai jelas apakah burung kakaktua itu adalah
milik mereka. Apabila benar, dia memang bermaksud mengembalikannya. Tetapi karena
nada-nada yang diucapkan pelajar itu begitu tidak enak didengar, tanpa terasa hawa
amarahnya jadi meluap. Apalagi mengingat senjata rahasia yang dilemparkan kepadanya
sore tadi, kemarahannya semakin menjadi-jadi. Persis seperti api yang disiram minyak.
Matanya mendelik ke arah pelajar itu lebar-lebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ucapanmu kok aneh sekali. Burung yang mempunyai sayap, di pegunungan mana atau
lembah manapun banyak sekali. Kalau memang milik kalian, seharusnya tidak boleh
dibiarkan berkeliaran di luar. Sedangkan luas daerah ini sampai ribuan li, jumlah
burungnya saja mungkin mencapai laksaan. Apakah semuanya termasuk peliharaan
kalian?”
Si laki-laki bercambang lebat langsung tertawa terbahak-bahak.
“Bocah busuk, berani benar mengucapkan kata-kata yang besar. Kalau tidak
memberimu sedikit pelajaran, mungkin kau tidak tahu seberapa tingginya langit dan
seberapa dalamnya bumi. Hanya mengandalkan kalian beberapa orang ini, apabila ingin
menahan Liok Giok, benar-benar tidak mengukur kekuatan sendiri!’
Goan Yu Liong mengangkat sepasang bahunya dan tidak mau kalah gertak.
“Teman, burung kakaktua termasuk unggas liar, mengapa kau berkeras mengatakan
bahwa burung ini milik kalian? Tadi sore kau menjual lagak dengan mempermainkan aku,
urusan itu masih belum diperhitungkan. Sekarang kalian tampaknya ingin mencari garagara
lagi. Apakah karena menganggap bahwa kami ini orang-orang yang gampang dihina?
Kalau melihat sepasang alismu yang berkerut-kerut dan matamu yang sejak tadi mendelik
terus, apakah memang sudah ingin berkelahi?”
.Si laki-laki bercambang kasar itu memang sudah marah sekali, mendengar kata-kata
Goan Yu Liong yang seakan menantang, mana mungkin dia bisa menahan kesabarannya
lagi? Tangannya terangkat ke atas dan dihunusnya golok yang tergantung di pundak.
Terdengar suara dentingan yang nyaring dan tampak sinar berkilauan dari golok yang
tergenggam di tangannya.
Tampaknya ilmu orang ini cukup tinggi juga. Ketika menghunus goloknya, sarung golok
itu sendiri tidak bergerak sedikitpun. Dengan jurus Elang Perkasa Mengembangkan
Sayapnya, tampak goloknya menimbulkan cahaya yang berkilauan. Serangannya meluncur
ke depan dengan gerakan menyapu.
Goan Yu Liong menggeser kakinya sedikit kemudian memutar, tubuhnya bergerak
menghindarkan diri. Pergelangan tangannya menekuk dan dengan jurus Sabuk Kumala
Mengikat Pinggang, dia menyerang ke arah pinggang laki-laki kasar itu.
Tiba-tiba terdengar laki-laki kekar itu tertawa terbahak-bahak. Kakinya maju ke depan
mengejar, gerakan tubuhnya bagai hembusan angin. Belum lagi jurus yang dikerahkan
Goan Yu Liong selesai dijalankan, tahu-tahu orang itu sudah memutar ke bagian belakang
tubuhnya. Telapak tangannya mengirimkan sebuah pukulan ke arah punggung, sedangkan
goloknya mengincar bagian belakang paha. Satu jurus dua serangan dikerahkan sekaligus
dalam waktu yang bersamaan.
Kali ini gerakannya cepat bukan kepalang. Begitu cepatnya sampai Ban Jin Bu tidak
sempat memberikan pertolongan, si pengemis cilik begitu paniknya sehingga
mengeluarkan suara bentakan dan menerjang ke depan. Sam Po Hwesio melepaskan
tasbih di lehernya serta ikut melesat ke udara.
Tujuan kedua orang itu ingin menolong rekannya, tetapi karena itu pula, mereka jadi
melancarkan serangan ke arah laki-laki kasar tersebut. Di depan mata tampak beberapa
macam senjata berkelebat ke sana ke mari. Gerakan mereka sama cepat juga sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kejinya. Apabila ada yang terkena, kalau tidak sampai mati, pasti terluka parah. Goan Yu
Liong sulit terlepas dari kesulitan, sedangkan laki-laki tinggi besar itu juga tidak mudah
terlepas dari marabahaya.
Justru di saat genting yang menentukan mati hidup kedua orang itu, bahaya setiap saat
mengintai, tiba-tiba terdengar suara bentakan yang bening dan nyaring dari angkasa.
Sesosok bayangan kecil dan langsung bagai gulungan angin menerobos masuk ke dalam
kelebatan senjata.
Dalam sesaat beberapa orang itu merasa pandangannya menjadi samar. Golok, tasbih,
pedang yang ada di tangan langsung terlepas jatuh ke atas tanah. Serangkum angin yang
kencang menerpa sehingga beberapa orang itu terhempas sejauh tiga empat depa. Begitu
pandangan mata dipusatkan, baik si pengemis cilik, Goan Yu Liong maupun Sam Po
Hwesio langsung termangu-mangu. Mata mereka membelalak dan mulut terbuka lebar.
Untuk beberapa saat tidak ada sepatah katapun tercetus dari mulut mereka.
Ini merupakan peristiwa yang sulit diterima akal sehat. Dalam sekali gerak saja, senjata
mereka terlepas dari tangan, bahkan mereka terdorong oleh hempasan angin yang
kencang. Ternyata orang yang muncul ini bukan seorang tokoh tua yang bertampang
angker atau rambutnya sudah putih beruban, tetapi seorang gadis muda yang rambutnya
dikepang dua. Wajahnya cantik sekali. Dia mengenakan pakaian berwarna hijau muda dan
usianya pasti tidak lebih dari lima atau enam belas tahunan. Sepasang matanya indah
berkilauan dipadu dengan hidung yang mangir serta bibir yang mungil.
Saat ini sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam dan dia sedang memusatkan
perhatiannya kepada si laki-laki kasar kemudian pandangan matanya dialihkan kepada
rombongan si pengemis cilik serta rombongannya. Kemudian dia berkata dengan suaranya
yang masih kekanak-kanakan, “Kalian ini sebetulnya ada apa sih, kok tiba-tiba jadi
berkelahi?”
Belum sempat Ban Jin Bu mengatakan apa-apa, laki-laki kasar itu sudah menjawab…
“Mereka menangkap kakaktua Pek Sian Cu, Liok Giok. Aku dan Ong Heng berdebat
dengan mereka, tetapi mereka berkeras tidak mau mengembalikan. Akhirnya timbullah
perkelahian diantara kami.”
Gadis cilik itu menganggukkan kepalanya berkali-kali, kemudian sinar matanya beralih
kepada si pelajar.
Si pelajar berwajah putih itu tampaknya agak gugup.
“Kejadiannya kurang lebih memang begitu.” katanya cepat-cepat. Sikapnya
menunjukkan rasa sungkan dan takut.
Si gadis cilik itu tertawa dingin. Dia mengangkat tangannya menggapai, burung
kakaktua yang ada dalam dekapan Goan Yu Liong segera mengepakkan sayap dan
terbang memutarinya dua kali, mulutnya mengeluarkan suara panggilan…
“Mei Hun…! Mei Hun…!”
Setelah itu dia menggetarkan sayapnya dengan keras dan melesat ke udara lalu
terbang Secepat kilat. Gadis cilik yang dipanggil Mei Hun itu menunggu sampai Liok Giok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hilang dari pandangan, setelah itu dia menolehkan kepalanya ke arah pelajar itu kembali
serta berkata, “Kalian pergilah… di sini biar aku yang urus!”
Laki-laki bertubuh tinggi besar dan beradat seperti harimau gila ini cepat-cepat
mengiakan setelah mendengar perkataan si gadis cilik tersebut. Tampaknya dia tidak
berani membantah sama sekali. Dia segera membungkukkan tubuhnya memungut kembali
goloknya yang jatuh di atas tanah kemudian mengundurkan diri ke puncak bukit bersamasama
rekannya yang berdandanan pelajar.
Mei Hun kembali menolehkan kepalanya dan berkata kepada Goan Yu Liong.
“Mungkin kalian berhasil menangkap Liok Giok tanpa sengaja. Melihat burung itu sangat
cantik dan pandai berbicara jadi kalian sayang melepaskannya kembali. Tetapi perlu kalian
ketahui bahwa Liok Giok adalah peliharaan kesayangan majikanku, siapapun tidak boleh
menyentuhnya apalagi menyakitinya. Hari ini nasib kalian masih terhitung beruntung
karena aku yang memergoki kejadian ini. Seandainya Cing Ying atau Pai Ping yang
mengetahui, biar kalian beberapa orang ini bergabung menjadi satu juga sulit melepaskan
diri dari sepasang cakarnya. Sekarang aku tidak berani mengambil keputusan bagaimana
harus memberi hukuman kepada kalian. Aku harus menunggu petunjuk dari majikanku.
Liok Giok pasti akan menceritakan apa yang telah terjadi kepada majikanku itu, kalau
kalian memang merasa bersalah, tentu tidak keberatan menunggu di sini beberapa saat,
aku akan menanyakan dulu bagaimana keputusan majikanku. Tetapi kalau kalian merasa
tidak mas, kalian boleh turun tangan serentak. Asal calian dapat menahan sepuluh kali
seranganmu, maka aku yang akan bertanggung jawab atas kejadian ini. Kalian boleh
segera tinggalkan tempat ini dengan tenang.” selesai berkata, dia berdiri berkacak
pinggang. Sepasang matanya yang indah menyorotkan sinar bagai kilat yang seakan
mendesak mereka untuk segera memberikan jawaban.
Kalau ditilik dari usianya, apalagi seorang gadis yang lemah gemulai dan cantik, pada
saat biasanya siapa yang bisa menahan geli mendengar nada ucapannya yang sesumbar
itu. Tetapi ketika baru datang, dia sudah sanggup menggetarkan beberapa orang itu
sehingga senjata masing-masing terlepas dari tangan dan mereka terdesak oleh angin
serangannya sampai terdesak mundur tujuh delapan langkah. Padahal begitu banyaknya
mata yang melihat kejadian itu, tetapi tidak seorangpun yang dapat melihat jelas gerakan
tubuhnya. Kenyataan ini membuat mereka terpaksa percaya bahwa kata-katanya bukan
sekedar bualan saja.
Usia Ceng Lam Hong lebih tua dari yang lainnya. Tetapi untuk sesaat dia juga tidak
tahu bagaimana harus memberikan jawaban.
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat, terasa angin berdesir, Yang Jen Ping melesat
keluar dari tempat persembunyiannya di atas pohon siong. Dia segera merangkapkan
sepasang kepalan tangannya menjura ke arah si gadis cilik.
“Ilmu silat Nona sungguh membuat kami kagum, boleh dibilang seperti cerita khayalan
saja. Majikan Nona pasti seorang Cianpwe yang hebatnya bukan main. Kalau kami
mempunyai kesempatan untuk bertemu, tentu merupakan rejeki kami yang besar sekali.
Silaukan Nona temui majikanmu dan tanyakan apa pendapatnya, kami akan menunggu
kabar dan petunjuk dari Nona.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kata-kata ini diucapkan dengan sopan dan ramah, juga mengandung rasa hormat.
Wajah Mei Hun yang mendengarnya langsung berubah menjadi berseri-seri. Dia
mengibaskan kepang rambutnya ke belakang sambil tersenyum manis.
“Apakah majikanku ingin bertemu dengan kalian atau tidak, aku belum berani
memastikan. Tentu saja harus dilihat dari keberuntungan kalian. Tetapi aku rasa apa yang
dilakukan oleh Saudara ini tadi bukan suatu kesengajaan, mungkin Beliau tidak akan
menuntut lebih jauh. Majikanku jarang bertemu muka dengan orang asing, apalagi kaum
laki-laki…”
Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba terdengar suara pekikan panjang yang
memekakan telinga, mirip dengan gesekan benda logam yang keras. Beberapa orang itu
segera mendongakkan kepalanya melihat ke atas, pandangan mereka menangkap
bayangan samar-samar di bawah kelap-kelipnya bintang-bintang yang bertaburan di
langit. Setelah beberapa saat baru terlihat jelas bahwa suara itu timbul dari seekor burung
elang yang bulunya berwarna hijau. Begitu besarnya elang itu sehingga dari kepala sampai
ekor panjangnya tidak kurang dari sembilan kali. Sepasang sayapnya direntangkan lebarlebar.
Paling tidak lebarnya mencapai satu setengah meter. Sungguh sulit menemui elang
sebesar itu. Ketika jaraknya dengan tanah masih sekitar tiga de-paan, dia tidak melayang
lebih rendah lagi tetapi tetap mengepakkan sayapnya terbang berputaran di udara.
Di atas panggungnya yang berkilauan dengan warna-warni yang indah duduk seorang
gadis bergaun putih. Tubuhnya tinggi semampai, rambutnya panjang terurai di pundak.
Tangannya menyandang sebuah keranjang.
Liok Giok justru duduk di dalam keranjang itu. Entah rumput apa yang terdapat di
dalam keranjang itu karena tercium bau harum seiring dengan hembusan angin yang
berlalu. Jarak antara rombongan Ceng Lam Hong dengan burung raksasa itu cukup jauh,
apalagi wajah gadis itu tertutup sehelai cadar putih sehingga mereka tidak dapat melihat
bagaimana raut wajah gadis itu sebenarnya. Di atas sayap sebelah kiri burung elang
tersebut berdiri seorang gadis yang pakaiannya mini dengan sepasang pundak terbuka.
Tampaknya usia gadis ini tidak jauh berbeda dengan Mei Hun.
Tampaknya Mei Hun benar-benar terkejut melihat kemunculan si gadis berpakaian
putih. Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu. Tetapi sekejap kemudian dia sudah pulih
kembali, dia segera merangkapkan sepasang telapak tangannya seperti orang yang
menyembah.
“Budak baru saja akan kembali ke rumah, agar Cujin (majikan) jangan sampai
menempuh perjalanan di tengah pegunungan yang sunyi, sungguh tidak mengira…”
Terdengar suara merdu si gadis berpakaian putih itu.
“Liok Giok sudah menceritakan semuanya kepadaku. Kalau mereka memang tidak
sengaja, kita juga tidak usah memperpanjang urusan ini. Biarkan saja mereka pergi.”
Baru saja gadis berpakaian putih itu selesai berkata, si gadis berpakaian mini yang
berdiri di sayap sebelah kiri burung elang itu segera berteriak, “Mei Hun Cici, cepat naik ke
mari, Cujin ingin mengejar waktu melihat matahari terbit di gunung Thai San.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mei Hun menolehkan kepalanya melihat ke arah Yang Jen Ping. Bibirnya
mengembangkan seulas senyuman yang manis.
“Kalian boleh pergi sekarang.”
Kemudian tampak dia melangkahkan kakinya dengan ringan, tidak terlihat bagaimana
dia menggerakkan tubuhnya, tahu-tahu dia sudah mencelat ke atas dengan gaya yang
indah. Di tengah udara dia bersalto satu kali kemudian hinggap di atas sayap elang
raksasa sebelah kanan. Sekali lagi terdengar suara pekikan yang panjang, sayapnya
dikepakkan perlahan-lahan kemudian bagai sebatang anak panah yang melesat, tubuhnya
terbang ke udara. Dalam sekejap mata bayangannya sudah berubah menjadi titik hitam
yang lambat laun menghilang dari pandangan. Arah yang diambil ketiga gadis itu sebelah
barat.
Kejadian yang mereka alami seperti mimpi juga bagai khayalan. Untuk sesaat
rombongan si pengemis cilik sampai terkesima sehingga tidak ada yang sanggup
mencetuskan sepatah katapun.
Entah berapa lama sudah berlalu, akhirnya Hek Lohan Sam Po Hwesio menarik nafas
panjang. Dia menepuk-nepuk kepalanya yang gundul sembari menghitung-hitung biji
tasbihnya. Mulutnya bergerak seperti bergumam seorang diri.
“Kejadian yang benar-benar aneh. Aneh sekali. Si Hwesio cilik kali ini benar-benar
bertemu dengan dewa.”
Si pengemis cilik Cu Cia tertawa lebar.
“Pertemuan ajaib seakan hanya terjadi dalam mimpi saja. Si pengemis cilik matanya
benar-benar terbuka sekarang. Seandainya di Pek Hun Ceng nanti sampai kehilangan
selembar jiwa, rasanya juga tidak penasaran lagi!”
Sam Po Hwesio sampai tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya.
“Ceng Pek-bo, undangan makan si Hwesio cilik dan si tukang minta-minta ini kali hebat
sekali, bukan? Sudah mendapat suguhan hidangan yang istimewa, dapat melihat
rombongan bidadari yang menunggang elang lagi.
Gunung Thai San jaraknya demikian jauh, letapi mereka mengatakan akan mengejar
waktu untuk melihat matahari terbit, bayangkan saja. Jodoh pertemuan ini hanya terjadi
secara kebetulan dan tidak bisa dipinta. Lebih baik kita bergegas meneruskan perjalanan,
buat apa berdiri di sini termangu-mangu menghabiskan waktu?”
Selesai berkata, sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak. Tanpa menunggu jawaban dari
yang lainnya, tubuhnya bergerak mendahului rekan-rekannya berlari ke atas lembah
tersebut. Beberapa orang lainnya segera mengikuti dari belakang. Dengan bantuan cahaya
rembulan mereka menempuh perjalanan. Tengah hari esoknya mereka sudah keluar pari
daerah pegunungan. Sepanjang perjalanan mereka terus membicarakan kejadian aneh
sang mereka alami hari sebelumnya. Memang hal itu seperti impian semata, seperti
khayalan tetapi kenyataan. Mengingat kembali kemunculan gadis yang menunggang elang
raksasa itu dan ilmu silat budaknya Mei Hun yang begitu menakjubkan, kalau mereka tidak
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, tentu mereka tidak perca,ya kalau di dunia
ini ida orang yang baik hidup maupun ilmu silatnya bagai para dewata di khayangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah melakukan perjalanan selama dua hari berturut-turut, mereka sampai di istana
Ki Ling. Gedung ini merupakan istana kuno wilayah San Tung. Keadaannya sudah hancur
dan hanya temboknya saja yang dijadikan batas masuk ke dalam kota, namun sampai saat
ini masih merupakan penghubung antar kota yang sangat ramai. Baik pengusaha maupun
pelancong banyak yang berlalu lalang di kota ini. Keenam orang itu masuk ke dalam kota,
tepat waktu menjelang tengah malam.
Yang Jen Ping berjalan di depan, setelah melewati sebuah jalan yang besar, sampailah
di pusat kota yang ramai. Meskipun malam sudah cukup larut, masih banyak orang yang
hilir mudik maupun berbelanja di toko-toko. Tampaknya kehidupan di kota ini hampir tidak
pernah berhenti. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, tampak di sebelah kiri ada
sebuah gedung tinggi dengan lentera yang tergantung di sekelilingnya, dengan demikian
keadaan jadi terang benderang. Di bagian atapnya tergantung tiga huruf berwarna emas
yang menyolok sekali, Suang Eng Lau (Gedung sepasang pahlawan)
Yang Jen Ping merasa nama yang dipilih si pemilik rumah makan ini agak aneh. Belum
sempat dia mengatakan apa-apa, si pengemis cilik dan Sam Po Hwesio sudah melesat
masuk bagai hembusan angin. Terpaksa dia juga ikut melangkahkan kakinya ke dalam.
Pelayan rumah makan sekaligus penginapan ini melihat kemunculan si pengemis cilik
dan Sam Po Hwesio yang pakaiannya compang-camping dan tidak karuan, tanpa dapat
ditahan lagi sepasang alisnya berkerut. Tetapi ketika dia melihat Ceng Lam Hong, Ban Jin
Bu dan Goan Yu Liong yang tampangnya gagah serta bersikap anggun ikut masuk ke
dalam rumah makan tersebut, rasa ragu-ragu-nya lenyap seketika. Tampaknya tamu-tamu
ini termasuk orang kaya yang seleranya aneh-aneh. Mereka langsung diajak ke ruangan
dalam yang tenang dan sunyi.
Ruangan dalam ini dekat dengan taman bunga, tempatnya luas dan aneh. Ada tiga
buah kamar yang dibangun dalam satu deretan. Pelayan itu mengantarkan mereka sampai
ruangan tamu yang luas dan segera memamerkan senyumannya yang paling ramah.
“Tuan-tuan sekalian, apakah kalian ingin memesan hidangan atau arak? Meskipun
penginapan kami ini tidak dapat dibandingkan dengan istana kaisar, tetapi keadaannya
tenang sehingga Tuan-tuan tamu dapat beristirahat tanpa merasa terganggu.”
Ceng Lam Hong tersenyum simpul mendengar ucapannya.
“Sekarang kau pesankan dulu berbagai hidangan yang istimewa dari rumah makan
kalian ini dan jangan lupa araknya yang paling bagus. Seluruh ruangan ini akan kami
borong, jangan sampai dioperkan kepada orang lain.”
Pelayan itu kembali tertawa lebar.
“Apa yang Hujin pesan tentu tidak berani kami langgar, tetapi ada sedikit perkataan
yang harus hamba sampaikan terlebih dahulu.”
Cu Cia melihat gaya bicaranya yang plintat-plintut, hampir saja dia kehabisan rasa
sabarnya. Sepasang matanya mendelik lebar-lebar dan bertanya dengan garang,
“Mengapa kau tidak berkata terus terang saja? Biar Hwesio makan delapan macam
daging-dagingan atau si tukang minta-minta ini minum habis arak persediaan yang ada,
kami juga bukan jenis manusia yang suka makan secara cuma-cuma. Meskipun aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian miskin sampai baju utuh saja tidak terbeli, tetapi rekan-rekanku ini semua
biangnya harta, tahu? Apakah kau takut kami tidak kuat membayar lalu kabur sehingga
belum apa-apa kau sudah minta uang jaminan dulu?”
Si pelayan itu tidak marah mendengar kata-katanya yang ketus. Dia malah
menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Hamba mana berani mempunyai pikiran
seperti itu? Sekali lihat saja, hamba sudah tahu bahwa Tuan-tuan ini pasti hartawanhartawan
yang kaya raya. Kalau tidak, aku juga tidak akan mengajak kalian ke ruangan
yang istimewa ini.”
Mendengar ucapannya yang pandai berkilah ini, Yang Jen Ping juga ikut-ikutan
tersenyum.
“Ada apa kau katakan saja terus terang, kalau rasanya tinggal di sini ada masalah, kami
tidak keberatan pindah ke penginapan yang lain.” katanya.
Si pelayan cepat-cepat membungkukkan tumbuhnya menghormat dengan gaya gugup.
“Tuan tamu, kau jangan salah paham. Maksud hamba, di dalam taman bunga tinggal
beberapa orang tamu, mereka pernah berpesan: Tidak perduli siapapun, tidak ada yang
boleh menindakkan kakinya selangkah ke dalam taman bunga. Ruangan tempat tinggal
kalian ini dekat dengan taman bunga. Siapa tahu setelah minum arak timbul pikiran untuk
berjalan-jalan mencari angin di taman bunga, bukankah akhirnya malah timbul
perselisihan? Usaha kami ini menjaga supaya langganan jangan bosan berkunjung, tentu
saja tidak ingin ada kesulitan apapun. Oleh karena itu, hamba terpaksa memberitahukan
lebih dahulu kepada Tuan-tuan tamu, sebaiknya jangan masuk ke dalam taman bunga.”
Sepasang alis si pengemis cilik langsung terjungkit ke atas mendengar keterangannya.
“Si pengemis cilik ini sudah berkelana dari daerah utara sampai ke selatan. Hampir
semua penginapan sudah pernah aku singgahi. Tetapi selamanya belum pernah
mendengar adanya peraturan seperti ini? Apakah tamu yang menginap di taman bunga itu
adalah Kaisar zaman ini?”
“Siapa yang tinggal di sana, hamba benar-benar tidak jelas. Setelah tamu muda yang
tinggal di taman bunga itu keluar, hari kedua datang lagi seorang laki-laki tinggi besar
bercambang lebat. Orangnya hanya berdua, tetapi setiap pesan makanan selalu lima porsi
lengkap dengan hidangannya, selain itu setiap hari harus juga disediakan sepuluh kati
daging mentah. Kadang-kadang semuanya disapu bersih, kadang-kadang tidak disentuh
sama sekali.”
Perasan Ceng Lam Hong peka sekali, tiba-tiba saja dia teringat sesuatu.
“Setiap kali kau mengantar makanan ke sana, apakah kau tidak bisa mengintip siapa
sebenarnya yang tinggal di sana?”
“Pengadilan ada hukumnya, jalananpun ada peraturannya. Kami yang membuka usaha
seperti ini hanya mengandalkan apa yang dipesankan oleh tamu-tamu. Kedua tamu itu
memberi perintah kepada hamba agar setiap kali mengantar makanan, taruh saja di
tengah-tengah taman di mana tersedia bangku panjang untuk duduk menikmati hawa
segar. Tentu saja kami tidak berani berkeras hendak mengantarnya ke dalam kamar. Dia
berpesan agar para tamu yang lain tidak boleh menginjak taman bunga, otomatis hamba
juga menyampaikannya kepada para tamu sekalian, jangan sampai menginjakkan kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selangkah-pun ke dalam taman bunga. Kalau melihat dari dandanan kalian, tentunya
termasuk tokoh-tokoh dunia Kangouw juga. Seandainya kalian tetap ingin masuk ke dalam
taman bunga, sudah pasti hamba tidak berani melarang. Persoalan aneh di dunia
Kangouw terlalu banyak, hamba hanya bisa berkata sampai sekian saja.” selesai berkata,
dia membungkukkan tubuhnya menghormat dalam-dalam sekali lagi kemudian baru
mengundurkan diri.
Si pengemis cilik memperdengarkan suara dengusan dingin dari hidungnya. Perlahanlahan
dia berjalan menuju jendela kemudian membuka lebar-lebar bagian yang
menghadap taman bunga, dia melongokkan kepalanya. Di bawah cahaya rembulan yang
terang, pemandangan di sekitar dapat terlihat dengan jelas. Di sekelilingnya terdapat
tembok pembatas, hanya bagian tengahnya yang merupakan pintu masuk. Di pusat taman
itu terdapat sebuah gunung buatan, di kiri kanannya terdapat dua buah tempat
peristirahatan berbentuk ramah tetapi tanpa tembok atau pagar yang mengelilinginya.
Samar-samar terlihat beberapa buah ruangan kamar di dua sudut yang berhadapan.
Serahgkum angin malam menghembus bau bunga yang harum dan segar. Di dalam taman
suasana hening sekali, tidak terlihat sesuatu yang mencurigakan.
Setelah memperhatikan beberapa saat, si pengemis cilik menggaruk-garukkan
kepalanya lalu membalikkan tubuh dan berjalan kembali ke tempat duduknya semula. Dia
mendongakkan kepalanya dan merenung sekian lama. Tiba-tiba tampak dia menggebrak
meja dan bicara seorang diri. j, “Pasti mereka! Tidak salah lagi, pasti mereka…!”
Mendengar gumaman si pengemis cilik, tampaknya Ceng Lam Hong, Yang Jen Ping
juga ikut tersadar, mulut mereka mengeluarkan suara desahan serentak. Hal ini membuat
Ban Jin Bu, Goan Yu Liong dan Sam Po Hwesio segera menatap diri Cu Cia lekat-lekat,
kemudian serentak mereka menoleh kembali kepada Ceng Lam Hong dan Yang Jen Ping
dengan pandangan bertanya.
Sam Po Hwesio menuding ke arah si pengemis cilik sambil menggerutu.
“Buat apa si tukang minta-minta ini berlagak yang bukan-bukan? Aku justru tidak
percaya kalau kau lebih cerdas dari pada aku si Hwesio ini. Kalau kau masih sok bangga,
jangan salahkan kalau aku akan membuka mulut mengomel!”
Si pengemis cilik tertawa lebar.
“Hwesio sembahyang Buddha membaca kitab suci setiap hari, mana boleh buka mulut
selalu memaki orang? Orang sepertimu ini, sejak dulu-dulu sudah tidak pantas
menggunduli rambut dan menjadi murid Buddha.”
“Dalam kitab suci ada disebutkan: ‘Ada tiada sama saja.’ aku justru tidak percaya, kalau
tidak makan daging anjing atau minum arak, pasti bisa naik ke surga menjadi dewa. Kau
tidak usah berlagak bodoh memutar omongans ke sana ke mari. Siapa sebetulnya yang
kau maksudkan? Kalau ka\i masih membiarkan aku dalam kendi arak, mungkin aku benarbenar
bisa terbang ke langit menjadi dewa!”
Si pengemis cilik tampaknya memang sengaja ingin menggodanya. Kembali dia tertawa
lebar menanggapi ucapan rekannya.
“Lebih baik kau makan dan minum dulu. Nanti aku pasti akan memberitahukan
kepadamu. Kalau kau sampai mati, si pengemis cilik juga tidak bergairah hidup seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri di dunia ini. Kita berdua sahabat sejati ini hidup mati bersama. Kalau kau memang
tidak takut, malam ini kita sama-sama pergi menyelidiki rahasianya. Apabila tebakan si
pengemis cilik ini tidak salah, mungkin kita malah bisa bergandengan tangan naik ke atas
surga.”
Ban Jin Bu dan Goan Yu Liong tahu benar kalau si pengemis cilik ini orangnya
pemberani dan berjiwa besar, hatinya juga mulai sekali.
Walaupun tampangnya tersenyum simpul, tetapi kata-katanya serius. Mereka segera
tahu bahwa hatinya sedang memikirkan sesuatu. Dia mengatakan ada kemungkinan naik
ke surga bersama-sama, berarti urusan ini cukup berbahaya. Apa lagi setelah melihat
wajah Ceng Lam Hong dan Yang Jen Ping yang juga berubah kelam serta menatap cawan
arak dengan mata menerawang. Sikap yang diam mencekam ini menimbulkan suasana
yang bukan main tegangnya.
Goan Yu Liong yang usianya paling muda menjadi panik, matanya menatap kepada si
pengemis cilik dengan sinar mengandung permohonan.
“Koko pengemis, siapa yang kau katakan tinggal dalam taman itu, bolehkah kau
memberitahukannya kepada aku? Kalau memang mereka tidak ada hubungannya dengan
kita, buat apa kau menempuh bahaya sedemikian besar?”
“Di depan mata sekarang ini golongan sesat bermunculan di mana-mana. Mungkinkah
tamu yang tinggal di dalam taman merupakan tokoh-tokoh dari Si Yu atau Lam Hay?” Ban
Jin Bu ikut bertanya.
Kedua orang itu secara berturut-turut m engajukan pertanyaan. Si pengemis cilik terus
meneguk araknya sambil tersenyum namun tidak memberikan jawaban. Kadang-kadang
dia didesak sedemikian rupa sehingga akhirnya dia menjawab dengan nada enggan.
“Kalian sabarlah sebentar, sebelum kentungan kedua nanti aku akan mengajak kalian
ke sana.”
Saat ini sudah menjelang tengah malam, tetapi di dalam ruangan terdapat dua batang
lilin besar seperti lengan manusia dan menerbitkan sinar terang. Keadaan memang tidak
gelap, tetapi udaranya justru terasa pengap sampai bernafaspun terasa sesak.
Tiba-tiba terdengar si pengemis cilik tertawa dingin satu kali.
“Sahabat di luar berdiri terus tentu bisa kedinginan, kalau memang berminat, mengapa
tidak masuk saja ke dalam dan ikut ngobrol bersama? Mengendap-endap di luar jendela
orang dan mencuri dengar pembicaraan orang lain, benar-benar perbuatan yang tidak
sopan serta melanggar peraturan Bulim!”
Baru saja ucapannya selesai, rekannya yang lain segera menolehkan wajahnya
menghadap jendela. Ternyata memang seperti ada bayangan yang berkelebat di sana.
Ban Jin Bu terkejut setengah mati, dia mendorong meja dan bangkit berdiri. Baru saja dia
ingin menerjang keluar untuk menangkap orang itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa
yang dingin menyusup ke dalam telinga. Dalam waktu yang bersamaan, si pengemis cilik
mengulurkan tangan menahan dirinya. Bibirnya tersenyum lebar.
“Percuma kau keluar, orangnya sudah lari!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kata-katanya, Goan Yu Liong kesal sekali. Dengan menahan rasa
mendongkol dalam hatinya, dia terpaksa duduk kembali.
Sam Po Hwesio mengangkat cawannya terus menerus dan secara berturut-turut dia
telah menghabiskan arak sebanyak dua belas kati. Tiba-tiba wajahnya menjadi serius, dia
meletakkan cawannya di atas meja dan bertanya kepada Cu Cia.
“Hei, tukang minta-minta…! Apakah orang-orang yang kau katakan tinggal di dalam
taman itu justru tiga bidadari yang menunggang elang raksasa dua malam yang lalu?”
Si pengemis cilik menganggukkan kepalanya.
“Tidak salah, masih ada lagi si laki-laki kasar dan pelajar berwajah putih. Apabila
semuanya digabungkan, jumlahnya tepat lima orang. Satupun tidak kurang dari jumlah
hidangan yang mereka pesan. Sedangkan empat puluh kati daging mentah, tentu saja
makanan si elang raksasa itu. Si pengemis cilik sendiri tahu bahwa penyelidikan kita nanti
memang sangat berbahaya. Si laki-laki kasar dan rekannya yang pelajar itu sudah cukup
repot dihadapi. Sedangkan kedua gadis cilik yang berkepang itu, apabila mereka ingin
meringkus kami, tentu mudah sekali seperti membalikkan telapak tangan sendiri. Dan
gadis berpakaian putih yang duduk di punggung elang raksasa itu adalah majikan mereka,
tentu saja ilmu silatnya lebih mengerikan lagi. Kalau bukan dewa pasti siluman pedang.
Kepergian kita kali ini mungkin benar-benar tidak sulit apabila ingin langsung naik ke atas
surga.”
Mendengar keterangannya, beberapa orang yang lain juga ikut tersadar. Di dalam hati
mereka masing-masing seakan terselip sesuatu perasaan yang tidak mereka mengerti.
Entah rasa takut, tegang atau penasaran. Rasanya ingin sekali melihat apakah mereka
benar-benar tamu yang dimaksudkan, namun rasanya tidak berani. Tetapi seluruh anggota
badan seperti dihinggapi penyakit gatal-gatal. Duduk salah berdiripun salah.
Rasanya lama sekali waktu berlalu, akhirnya di luar jendela terdengar suara kentungan
sebanyak tiga kali. Si pengemis cilik menekuk pinggangnya yang terasa pegal, setelah itu
dia mendorong meja dan bangkit berdiri.
“Baiklah, kita sudah boleh pergi sekarang.”
Biar bagaimana usia Ceng Lam Hong lebih tua dari yang lainnya. Dalam segala hal
pertimbangannya lebih matang. Mendengar ucapannya, sepasang alisnya yang indah
langsung mengerut.
“Tengah malam begini mengendap-endap ke ruangan orang lain menyelidiki kehidupan
pribadi orang, bukan hal yang dilakukan oleh kita dari golongan lurus. Menurut pendapatku,
sebaiknya kalian kembali saja ke kamar untuk beristirahat. Jangan suka ikut campur
urusan orang lain atau mencari kesulitan bagi diri sendiri.”
Sam Po Hwesio merekahkan secercah tawa yang lebar. Baru saja dia ingin mengatakan
sesuatu, tiba-tiba sepasang alisnya terjungkit ke atas dan indera pendengarannya
dipertajam. Rupanya dari tengah ruangan terdengar suara langkah kaki yang lirih
mendatangi.
Tanpa terasa dia mengeluarkan suara batuk kecil kemudian membungkam kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rekannya yang lain tahu bahwa suara batuknya tadi merupakan isyarat agar mereka
jangan bersuara. Kemudian dari luar halaman terdengar suara yang nyaring dan lantang,
“Pendekar pedang tingkat Lima dari Tiong-goan, Tan Ki sengaja datang untuk mengakui
kesalahan!”
Tengah malam suasana sunyi sekali, suara itu menjadi semakin jelas terdengar.
Keenam orang yang ada di dalam ruangan besar sama-sama terperanjat mendengar suara
itu. Mereka benar-benar merasa sangat terkejut.
Hitung-hitung si pengemis cilik yang lebih cekatan dan cepat tanggap. Dia segera
bergerak membuka jendela lalu mengintip keluar. Begitu pandangannya dipusatkan, dia
melihat seseorang berdiri di bawah cahaya mentari yang dingin, siapa lagi kalau bukan
Tan Ki?
Ceng Lam Hong sampai merasa terkejut sekaligus gembira melihatnya. Yang
membuatnya terkejut adalah kesalahan yang tadi diakui oleh Tan Ki. Dia tidak mengerti
putra kesayangannya berbuat kesalahan apa, sehingga tengah malam datang ke tempat
orang mengaku dosa. Yang membuatnya gembira justru dapat bertemu dengan putranya
meskipun telah menempuh perjalanan sejauh ini. Baru saja dia melangkah maju dengan
maksud memanggilnya, tiba-tiba terdengar suara Cu Cia yang berat, “Pek-bo jangan
bersuara dulu. Biar kita dengar dulu apa maksud ucapan Ki-heng tadi. Kalau sampai
tampak keadaan membahayakan, kita baru memanggil juga belum terlambat!”
Ceng Lam Hong merenung sejenak, dia merasa apa yang dikatakan si pengemis cilik
masuk akal juga. Oleh karena itu, dia segera membatalkan niatnya dan memperhatikan
gerak-gerik Tan Ki secara diam-diam. Sementara itu dia juga sudah mengerahkan tenaga
dalamnya, asalkan ada sesuatu yang kira-kira membahayakan diri putra kesayangannya,
dia akan segera menerjang keluar untuk memberikan bantuan.
Tampak pintu ruangan seberang di dalam taman terbuka, keluar dua orang laki-laki dan
berdiri di depan Tan Ki.
BAGIAN XL
Si pengemis cilik segera memusatkan perhatiannya. Ternyata tebakannya memang
tidak salah. Kedua orang itu tidak lain dari laki-laki kasar yang menimpuk Goan Yu Liong
dengan senjata rahasia serta si pelajar berwajah putih.
Meskipun dalam hati anak muda ini memang bimbang terhadap ketiga gadis yang
seperti bidadari dari khayangan, kadang-kadang terasa seperti kawan tetapi kadangkadang
juga seperti lawan. Tetapi melihat Tan Ki yang muncul secara tidak terduga-duga,
bahkan mengucapkan kata-kata bahwa kedatangannya untuk mengakui kesalahan, tanpa
dapat ditahan lagi dia merasa terkesiap dan heran. Untuk sesaat dia malah jadi termangumangu.
Tampak kedua laki-laki itu berjalan keluar lalu berhenti di depan Tan Ki. Perasaan si
pengemis cilik semakin cemas dan panik. Tanpa berpikir panjang lagi dia langsung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeluarkan suara bentakan, tubuhnya menerjang ke depan melesat keluar lewat
jendela.
Melihat tindakannya, yang lainnya segera mengikuti. Di bawah cahaya rembulan terlihat
bayangan tubuh berkelebat, suara angin berdesir, boleh dibilang dalam waktu yang
bersamaan, di samping Tan Ki telah berdiri lima enam orang. Sikap masing-masing serius
sekali, mereka seakan ingin melindungi Tan Ki dari kiri kanan.
Tampaknya Tan Ki sendiri merasa heran dan terkejut atas kemunculan ibu serta si
pengemis cilik. Tetapi sesaat kemudian tampangnya sudah pulih kembali. Hanya tampak
sepasang alisnya yang bertaut dengan erat dan wajahnya kusut seperti orang yang habis
bekerja keras. Mungkin juga dalam beberapa hari ini dia tidak dapat tidur dengan
nyenyak. Sepasang matanya merah membengkak. Melihat kemunculan beberapa orang
itu, seolah-olah banyak sekali kata-kata yang ingin diutarakannya, tetapi setelah bibirnya
bergerak-gerak dua kali, tiba-tiba dia tertawa sumbang. Mulutnya malah membungkam
namun sikapnya tampak kurang wajar.
Ceng Lam Hong tertawa sendu.
“Aku kira kau bertekad untuk membalas dendam sehingga mengikuti permintaan Oey
Kang bertemu di Pek Hun Ceng, siapa nyana kita justru bisa bertemu di tempat ini…”
berkata sampai bagian yang sedih, tanpa dapat ditahan lagi dua bulir air mata jatuh
membasahi pipinya.
Tan Ki memaksakan dirinya tersenyum. Matanya mengalih kepada Cu Cia.
“Yang ini mungkin murid utama Cian Locianpwe yang mendapat julukan si penge mis
cilik Cu-heng?”
Cu Cia menggaruk-garuk kepalanya sambil tertawa lebar.
“Bagus sekali, bagus sekali. Karena pertandingan di atas panggung, hati si pengemis
cilik jadi kagum bukan main terhadap dirimu, bahkan beberapa sahabat ini ikut-ikutan rela
menjadi pendukung yang paling setia.” saat itu juga dia memperkenalkan Yang Jen Ping,
Ban Jin Bu dan Goan Yu Liong bertiga kepada Tan Ki.
Tan Ki langsung menjura ke kiri kanan kemudian dia baru berkata, “Kesalahan tangan
ketika pertandingan, benar-benar bukan suatu kesengajaan. Di sini Siaute menyatakan
menyesal dan mohon maaf.” selesai berkata, dia segera membungkukkan tubuhnya
rendah-rendah.
Sam Po Hwesio mengelus-elus kepalanya yang gundul. Baru saja dia ingin menanyakan
maksud kedatangan Tan Ki, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin dari si pelajar
berwajah putih.
“Apakah kau anak muda yang memukul Liok Giok sehingga terbuka?”
“Tidak salah. Memang Cayhelah orangnya. Harap Saudara berdua masuk ke dalam dan
laporkan kepada majikan kalian bahwa Pendekar tingkat lima dari Tionggoan, Tan Ki
mohon dapat bertemu.”
Pelajar yang tampan itu mendonggakkan wajahnya menatap warna langit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Saat ini baru memasuki kentungan pertama, majikan kami sedang berlatih ilmu.
Mungkin memerlukan waktu kurang lebih satu kentungan lagi, baru selesai. Kau boleh
pergi dulu ke tempat lain dan kembali lagi pada kentungan ketiga nanti.”
Mendengar kata-katanya, sepasang alis Tan Ki langsung menjungkit ke atas,
tampaknya dia mulai merasa kesal. Oleh karena itu dia segera menyahut dengan suara
lantang.
“Yang suruh aku datang kalian, sekarang yang mencari alasan menunda-nunda waktu
kalian juga. Apakah kalian kira aku ini manusia yang mudah dipermainkan? Disuruh pergi
langsung pergi, disuruh datang cepat-cepat datang? Melihat tingkah laku kalian lyang
menyebalkan ini, entah apa sebenarnya yang terkandung dalam hati kalian?”
Wajah si laki-laki bercambang perlahan-lahan mulai berubah.
“Buat apa kau berteriak keras-keras, apakah kau sengaja ingin mengganggu majikan
kami yang sedang melatih ilmu? Kalau kau tidak senang, boleh keluarkan senjatamu dan
kita berdua berkelahi sebanyak tiga ratus jurus dan lihat siapa di antara kita yang lebih
unggul!”
Ceng Lam Hong melihat hawa kemarahan mulai berkobar di antara keduanya. Mungkin
setiap saat bisa meledak menjadi pertikaian besar, cepat-cepat dia menarik tangan Tan Ki
dan tersenyum lembut.
“Anak Ki, jangan berkeras sehingga timbul masalah dengan orang. Lebih baik kita ikuti
saja kata-katanya. Sekarang kita kembali dulu ke ruangan yang kita sewa, nanti
kentungan ketiga baru kita kembali lagi.”
Tan Ki memandang si laki-laki kasar dengan tatapan marah. Dia seakan tidak dapat
menahan kegeraman di dalam hatinya, tetapi dalam hatinya ada sesuatu yang
dipertimbangkan sehingga akhirnya dia cuma menarik nafas panjang. Setelah
menghentakkan kakinya di atas tanah keras-keras, dia mengikuti Ceng Lam Hong dari
belakang menuju ke ruangan yang disewa oleh rombongan rekan-rekannya. Telinganya
menangkap suara tertawa dingin yang terpancar dari belakang punggungnya. Saking
kesalnya dia sampai menggertakkan gigi erat-erat dan hampir saja air matanya mengalir
keluar.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah duduk di dalam ruangan tamu. Usia Goan Yu
Liong paling muda dan dalam segala hal selalu tergesa-gesa. Cepat-cepat dia menyatakan
kehendak hati mereka yang ingin mengangkat persaudaraan dengan Tan Ki. Siapa nyana
anak muda itu menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
“Setelah kentungan ketiga nanti, selembar nyawaku ini entah masih dapat
dipertahankan atau tidak, masih belum jelas. Perasaan adik Liong yang tulus, Siaute hanya
dapat memendamnya dalam-dalam di hati.”
Si pengemis cilik melihat tampang Tan Ki muram sekali, tetapi bukan seperti sengaja
dibuat-buat, diam-diam hatinya jadi terkesiap. Tetapi di luar dia masih berlagak santai
seakan tidak ada apa-apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kata-kata Ki-heng ini benar-benar membuat si pengemis cilik jadi tidak mengerti.
Keadaan Ki-heng sekarang kan baik-baik saja, mengapa mengucapkan kata-kata yang
bukan-bukan seperti tadi?”
Mata Tan Ki perlahan-lahan mengedar ke beberapa orang di dalam ruangan tersebut.
Dia melihat wajah mereka menunjukkan rasa ingin tahu serta penasaran apa sebetulnya
yang terkandung dalam ucapannya barusan. Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas
panjang dan menuturkan apa yang dialaminya.
****
Rupanya si pengemis sakti Cian Cong sebagai panitia penyelenggara Bulim Tayhwe
memang paling sulit disuruh duduk berdiam diri. Sejak pagi dia sudah duduk di belakang
meja dan tidak pernah bergerak sedikitpun. Hal ini membuat seluruh tubuhnya menjadi
tidak enak seperti orang yang dipenjara saja. Melihat Tan Ki secara berturut-turut berhasil
menjalankan enam kali pertandingan dengan angka lima menang satu kali seri sehingga
akhirnya mendapat gelar Pendekar pedang tingkat lima, hatinya merasa terhibur juga.
Siapa tahu ketika menjelang malam, pertandingan akan dimulai lagi, bayangan anak
muda itu malah tidak kelihatan.
Tanpa dapat ditahan lagi, baik Cian Cong maupun Yibun Siu San jadi kelabakan
setengah mati. Begitu paniknya kedua orangtua itu sampai keringat dingin bercucuran.
Akhirnya Cian Cong terpaksa meninggalkan panggung pertandingan untuk mencari Tan Ki.
Setelah ubek-ubekan kurang lebih dua kentungan lamanya, akhirnya Cian Cong
menemukan tulisan atau pesan yang ditinggalkan oleh Cu Cia.
Kali ini, Cian Cong benar-benar memaki-maki muridnya sendiri sebagai manusia paling
goblok di dunia ini. Biarpun tokoh tua ini terkenal panjang akalnya, namun saat itu dia
juga kebingungan. Sepasang alisnya sampai mengerut terus menerus. Hatinya menyimpan
kasih sayang yang besar terhadap Tan Ki. Dia berharap anak muda itu akan menjadi
seekor naga sakti di dunia Kangouw dan merebut kedudukan Bulim Bengcu. Oleh karena
itu, diam-diam dia berpesan kepada Cu Cia dan Sam Po Hwesio agar mengintil di belakang
Tan Ki dan memperhatikan gerak-geriknya. Di satu pihak untuk mengawasi, di lain pihak
juga untuk melindungi. Tetapi justru pada hari pertama diadakan pertandingan silat,
kedua orang itu malah kehilangan sasarannya.
Setelah berpikir bolak-balik, akhirnya dia mengambil keputusan untuk pergi ke Pek Hun
Ceng seorang diri. Tokoh tua ini memiliki ilmu silat yang tinggi serta bernyali besar.
Selama malang melintang di dunia Kangouw selama tujuh puluhan tahun, belum pernah
dia mendapat tandingannya. Meskipun dia sadar bahwa Oey Kang disebut sebagai Raja
iblis nomor satu di dunia serta memiliki berbagai macam kepandaian, termasuk ilnri racun.
Juga ilmu Mo Hun Cap Pek-cao atau Delapan Jurus Meraba Awan, yang membuat
namanya terkenal di dunia persilatan. Dengan mengandalkan sepasang telapak tangannya
serta tenaga dalamnya yang sudah hampir mencapai taraf kesempurnaan, dia juga tidak
memandang sebelah mata terhadap lawannya itu. Cepat-cepat dia meninggalkan sebaris
tulisan untuk Yibun Siu San kemudian berangkat menuju Pek Hun Ceng.
Ilmu ginkang si pengemis sakti ini tak perlu ditanyakan lagi sampai di mana
ketinggiannya. Mendaki gunung, melintasi bukit bagai tanah datar saja. Gerak tubuhnya
laksana seekor burung besar yang terbang pesat. Pada hari kedua dia sudah sampai di Pek
To San. Dia sudah pernah datang ke Pek Hun Ceng satu kali. Jalanan di sekitar tempat ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah dikenalnya dengan baik. Dengan mengambil arah memutar lewat hutan kecil, dia
menerobos masuk ke dalam perkampungan tersebut.
Begitu pandangan matanya beredar, dia melihat cahaya pedang berkilauan dari arah
padang rumput kecil di sebelah kiri. Ada dua orang yang sedang bertarung sengit di sana.
Setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata kedua orang itu bukan Oey Kang dan Tan
Ki. Malah si perempuan yang rela mengorbankan diri bagi Tan Ki, yakni Liang Fu Yong dan
seorang laki-laki berpakaian putih yang tampangnya seperti mayat hidup dan kurusnya
seperti tengkorak kering. Liu Mei Ling justru berdiri di tepian dan memandang jalannya
pertarungan sambil berdiri dengan pedang siap di tangan.
Si pengemis sakti Cian Gong pernah dengar bahwa pada malam pengantinnya, Tan Ki
pernah bertarung melawan empat orang Hu-hoat dari perkumpulan Pek Kut Kau asal Si
Yu. Melihat jalannya pertarungan ini, dia menjadi terperanjat. Diam-diam dia berpikir di
dalam hati: ‘Tokoh-tokoh sesat dari Si Yu mengapa bisa tiba-tiba muncul di tempat ini?’
Selagi pikirannya masih tergerak, tiba-tiba dia mengeluarkan suara bentakan,
tangannya terangkat ke atas dan timbullah serangkum angin kencang dan dengan keras
dia memisahkan kedua orang yang sedang bertarung dengan sengit itu.
Tampak keringat sudah membasahi seluruh tubuh Liang Fu Yong. Rupanya pertarungan
ini sudah menguras tenaganya habis-habisan. Sedangkan si mayat hidup berpakaian putih
segera mencelat ke belakang. Sepasang matanya yang menyeramkan menatap Cian Cong
lekat-lekat, mulutnya tidak mengucapkan sepatah katapun. Entah apa yang terkandung
dalam hatinya.
Cian Cong tersenyum lembut.
“Kalian dua bocah perempuan ini, baik-baik di Tok Liong Hong kok tiba-tiba bisa muncul
di perkampungan setan ini?”
Liu Mei Ling mengedip-ngedipkan matanya yang besar. Bibirnya tersenyum simpul.
“Abang Ki juga datang ke mari, tentu saja kami segera menyusul.”
. Mendengar ucapannya yang tidak berujung pangkal, si pengemis sakti Cian Cong jadi
kebingungan. Tanpa dapat ditahan lagi sepasang alisnya jadi berkerut-kerut. Melihat
keadaan ini, Liang Fu Yong segera tampil ke depan menjelaskan…
“Tadinya kami ingin mencari Tan Ki merundingkan suatu hal, tanpa sengaja
menemukan pesan yang ditinggalkan murid Locianpwe…”
Sepasang mata Cian Cong langsung mendelik, dia berkata dengan nada dingin, “Lalu
kalian takut Tan Ki akan menemui kesulitan sehingga cepat-cepat menyusul ke mari
bukan?” orangtua ini selamanya paling suka bergaul dengan orang muda, candanya selalu
terdengar dan hampir tidak pernah benar-benar marah. Tetapi nada ucapannya kali ini
begitu datar dan dingin sehingga terasa seperti menyalahkan kedua gadis itu. Hati Liang
Fu Yong dan Mei Ling jadi ciut mendengarnya.
Tiba-tiba terdengar Cian Cong menarik nafas panjang dan wajahnya pulih kembali
seperti biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aih, sebetulnya dalam hal ini kalian juga tidak dapat disalahkan. Yang satu
mencemaskan suaminya, yang satu lagi mengkhawatirkan kekasih hatinya. Sekarang
kalian sudah datang ke perkampungan setan ini, si pengemis tua terpaksa berusaha
sekuat kemampuan untuk mengajak kalian keluar dari tempat ini!”
Kata-katanya mengandung makna yang dalam. Hati Mei Ling yang polos masih tidak
merasakan apa-apa. Liang Fu Yong yang mendengarnya justru menjadi merah padam
wajahnya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Melihat sikapnya yang tersipu-sipu seperti gadis belasan tahun, si pengemis sakti Cian
Cong seperti teringat akan sesuatu hal. Dia mendongakkan wajahnya dan tertawa
terbahak-bahak.
“Si hidung kerbau Tian Bu Cu tempo hari menyuruh kau menyampaikan sepucuk surat,
si pengemis sakti sudah membacanya. Melihat sikapmu akhir-akhir ini yang terus berusaha
mengubah diri, biar masa lampau kau terkenal jahat dan dikatakan segala macam yang
buruk, si pengemis sakti tetap akan membantumu sekuat tenaga. Tetapi jangan sampai
telinga tua ini mendengar lagi kisah yang tidak menyenangkan tentang dirimu. Perlu kau
ketahui bahwa si pengemis tua paling menentang segala macam kejahatan. Sepasang
telapak besi ini tidak pernah membiarkan seorang penjahatpun yang berhasil meloloskan
diri…”
Belum lagi ucapannya selesai, terdengar suara Krok! Yang panjang dan mengerikan
seperti raungan setan. Manusia berpakaian putih itu tiba-tiba menghentakkan sepasang
kakinya dan mencelat ke udara sejauh dua depa, sepasang tangannya tegak lurus ke
depan dan dengan membawa serangkum angin” yang dingin dia menerjang ke arah
pengemis sakti Cian Cong.
Sepasang alis Cian Cong langsung terjungkit ke atas. Mulutnya memperdengarkan
suara tertawa yang dingin.
“Lagakmu bisa benar, sepasang tangan pakai direntangkan ke depan dan jalanpun
meloncat-loncat seperti mayat beneran. Tapi sayang si pengemis tua selamanya tidak
percaya setan atau hantu gentayangan!” sembari berbicara, lengannya bergerak dan
sebuah pukulan yang mengandung kekuatan dahsyat langsung dihantamkan ke depan.
Manusia berpakaian putih itu melihat serangan Cian Cong demikian hebat dan
mengandung tenaga dalam yang tidak terkirakan, dirinya sadar bahwa tenaganya sendiri
tidak akan sanggup menyambut serangan tersebut, tiba-tiba dia mengeluarkan suara
pekikan yang aneh, di atas udara tubuhnya berjungkir balik kemudian menghindar ke
samping. Dengan gerakan yang ringan, dia sudah berdiri kembali di tempatnya semula.
Namun tindakannya itu hanya sekejap mata, mendadak tubuhnya mencelat lagi ke udara
dan kembali menerjang ke arah Cian Cong.
Si pengemis sakti Cian Cong tertawa terbahak-bahak. Tangannya terulur dan segulung
angin kencang langsung menerpa ke depan. Si manusia berpakaian putih langsung
terdesak mundur ke belakang.
Manusia aneh berpakaian putih itu merupakan orang yang wataknya keras kepala.
Melihat terjangannya dua kali tidak membawa hasil, dia menjadi marah sekali. Mulutnya
terus-terusan mengeluarkan suara pekikan yang mendirikan bulu roma dan terjangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga semakin kalap. Dengan demikian, serangan yang dilancarkan oleh si pengemis sakti
Cian Cong semakin lama juga semakin gencar.
Kedua belah pihak terus menerjang dan menyerang. Sampai kurang lebih sepeminum
teh, mendadak terdengar suara siulan yang panjang, nadanya lebih mirip lolongan srigala
di malam hari. Begitu menusuk telinga dan tidak enak didengar. Diam-diam hati si
pengemis sakti Cian Cong jadi tergetar. Mendadak dia mengeluarkan suara bentakan
nyaring dan melancarkan dua buah serangan yang hebat ke arah tubuh manusia
berpakaian putih yang sedang menerjang datang ke arahnya.
Serangannya kali ini, secara berturut-turut dilancarkan sebanyak dua kali. Jarak
waktunya hanya terpaut sekian detik. Sebelumnya si pengemis sakti sudah menghimpun
hawa murninya kemudian menyalurkan tenaga dalam ke bagian sepasang lengan. Begitu
dilancarkan, serangannya bagai ombak yang bergulung-gulung kemudian berkumpul
menjadi satu lalu melanda dahsyat ke depan.
Dalam keadaan panik, tampaknya si manusia berpakaian putih tidak menyangka pihak
lawan sudah mengerahkan tenaga dalam dan secara mendadak melancarkan dua buah
serangan berturut-turut. Ilmu lwekang yang mengandung daya kekerasan ini, apabila
diserang oleh pihak lawan, bagaimanapun harus bisa dihindarkan. Kalau tidak, bisa
muntah darah dan mati seketika. Si manusia berpakaian putih juga bukan tokoh yang
tidak tahu bahaya. Dengan rasa terkejut, dia menggerakkan sepasang lengannya untuk
menjaga keseimbangan tubuh sambil menarik nafas dalam-dalam. Dengan berusaha
segenap kemampuan dia menarik kembali tubuhnya yang sedang meluncur ke depan dan
bergerak mundur sejauh dua depaan.
Cian Cong tertawa dingin, Hawa murninya dikerahkan dan tenaga dalamnya ditambah,
serangannya yang sudah hebat bukan main sekarang malah jadi berlipat ganda. Tubuh si
manusia berpakaian putih sedang melayang di udara, meskipun cara menghindarkan
dirinya sudah termasuk cepat tetapi serangan Cian Cong lebih cepat lagi mengejar
gerakan tubuhnya. Tahu-tahu dia merasa bagian punggungnya terhantam oleh tenaga
yang kuat, tubuhnya langsung bergetar. Setelah berjungkir balik di udara sebanyak dua
kali berturut-turut, hawa murninya tidak dapat dihimpun lagi. Otomatis tubuhnya melorot
turun kemudian menghempas keras di atas tanah dengan menimbulkan suara berdebum
yang memekakkan telinga.
Boleh dibilang tepat pada saat si manusia berpakaian putih terhempas di atas tanah
dalam keadaan terluka parah, terdengar suara angin berdesir serta kibaran pakaian. Di
atas padang rumput itu telah bertambah empat orang lainnya. Yang pertama-tama adalah
seorang laki-laki berjubah hitam longgar, matanya sipit mulutnya tebal serta lebar. Tinggi
badannya kurang lebih lima kaki. Sehingga kelihatan gemuk dan pendek dan tidak enak
dilihat. Di belakangnya mengikuti dua manusia berpakaian hitam dan seorang manusia
berpakaian putih yang kemungkinan rekan dari manusia berpakaian putih yang tergeletak
dalam keadaan terluka parah. Tetapi kalau dilihat dari sikap mereka, tampaknya si
manusia berjubah longgar itulah yang menjadi pimpinan rombongan itu.
Si pengemis sakti Cian Cong melihat gerakan tubuh si manusia berjubah hitam seperti
terbang. Sikapnya pun angkuh serta congkak. Diam-diam hatinya menjadi tercekat. Cepatcepat
dia menarik nafas panjang dan segera mengerahkan tenaga dalamnya. Dari luar
penampilannya tetap biasa-biasa saja malah menunjukkan tertawa yang santai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah yang datang ini Kaucu dari Pek Kut Kau yang menguasai wilayah Si Yu?”
Manusia berjubah hitam langsung mende-ngus dingin satu kali.
“Kalau ditilik dari tampangmu, tampaknya kau ini si kepala pengemis Cian Cortg?”
Begitu bertemu, keduanya sudah tidak ada, yang mau mengalah. Ucapan mereka seperti
saling berdebat. Melihat keadaan ini, hati Liang Fu Yong dan Mei Ling langsung merasa
tidak tenang. Dua pasang mata yang indah sebentar-sebentar melihat ke arah Kaucu Pek
Kut Kau dan sejenak kemudian beralih lagi kepada si pengemis sakti Cian Cong. Suasana
sedemikian mencekam sehingga menimbulkan rasa tegang yang membuat sulit bernafas.
Terdengar si pengemis sakti Cian Cong tertawa terbahak-bahak.
“Semangka buntet tidak pergi ke tempat lain malah mengunjungi perkampungan setan
ini, apakah ingin menggaet si iblis tua agar mau bekerja sama dengan pihak kalian?”
Kaucu Pek Kut Kau menyahut dengan nada dingin, “Perkiraanmu hebat sekali,
sedikitpun tidak salah!”
Cian Cong tertawa dingin. Mimik wajahnya langsung berubah menjadi serius.
“Kalian golongan sesat dari Si Yu ini menganggap diri sendiri memiliki beberapa jurus
ilmu yang lumayan langsung ingin naik ke atas langit. Segala kejahatan bersedia
dilakukan, tidak perduli akibat tindakan kalian ini berapa banyak orang yang akan menjadi
korban. Tidak perduli terjadi pertumpahan darah di mana-mana. Malah menggabungkan
diri dengan pihak Lam Hay yang kebusukannya tidak kalah dengan kalian. Segala bencana
yang akan terjadi semuanya berkat keserakahan hati kalian sendiri…”
Kaucu Pek Kut Kau tidak memberi kesempatan kepadanya untuk melanjutkan lebih
jauh, dia segera menukas ucapan orangtua itu.
“Bukan roda nasib di bumi saja yang berputar, tetapi roda takdir dari atas langit juga
sama saja. Wilayah Tionggoan demikian luas, memang merupakan daerah yang paling
cocok bagi kami pihak Kaucu Pek Kut Kau maupun Lam Hay untuk mengembangkan
sayapnya. Setiap manusia mencari kemajuan, bagaimanapun caranya. Di dalam
menunjukkan kekuasaan, tidak heran kalau ada yang harus berkorban. Kau kira dengan
mengandalkan beberapa orang jago dari Tionggoan yang kau kumpulkan akan berhasil
menghalangi niat kami dan pihak Lam Hay. Jangan bermimpi! Siapa yang tidak tahu
bahwa di dalam daerah Tionggoan sendiri setiap saat timbul pertikaian untuk mencari
nama dan saling berusaha untuk menguasai. Kau juga sudah tua, tidak perlu melelahkan
diri sendiri dengan urusan tetek bengek seperti ini. Bisa-bisa akibatnya malah kehilangan
selembar n.yawa!”
Mendengar kata-katanya, Cian Cong kesal sekali sehingga rambutnya yang putih
berjingkrakan ke atas. Matanya mendelik lebar-lebar.
“Semangka buntet tidak perlu menjual omongan di sini. Hari ini di dalam
perkampungan setan kita boleh bertarung sepuas hati. Lihat siapa diantara kita yang lebih
unggul. Kalau bukan si pengemis sakti yang terkubur di dalam perkampungan ini maka
kaulah yang akan mati terkapar dengan seluruh tubuh bermandikan darah!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selesai berkata, dia mengeluarkan pedang bambu dari selipan ikat pinggangnya. Tetapi
dia tidak langsung melancarkan serangan. Malah menyurut mundur setengah langkah.
Sikapnya keren sekali, karena dia sendiri sudah melihat bahwa gerakan kaki Kaucu Pek Kut
Kau itu demikian ringan. Di kedua keningnya terlihat sedikit urat bertonjolan. Hal ini
membuktikan bahwa tenaga dalam orang itu sudah nencapai taraf yang tinggi sekali. Oleh
karena itu, dia tidak berani memandang ringan lawannya sama sekali. Dengan sikap
serius, dia berdiri menggenggam pedang bambunya dan mengeluarkan gaya tokoh kelas
tinggi yang siap menghadapi tantangan lawan.
Hati Kaucu Pek Kut Kau juga tergetar melihat sikap Cian Cong, wajahnya langsung
berubah kelam, sikap angkuhnya agak berkurang namun dia tetap berdiri dengan
sepasang tangan kosong.
Untuk sekian lamanya kedua orang itu berdiri berhadap-hadapan. Pek Kut Kaucu mulai
kehabisan rasa sabarnya, kakinya maju satu langkah ke bagian pusat. Dengan jurus
Menerobos Awan Memetik Rembulan, dia melancarkan sebuah serangan yang diiringi
gelombang angin yang kencang. Sepasang kaki Cian Cong langsung menutul di atas
tanah, tubuhnya mencelat ke udara. Kaucu Pek Kut Kau tidak memberi kesempatan
baginya untuk membalas serangan. Jurus kesatu belum selesai dijalankan, dia sudah
melancarkan jurus kedua. Angin yang timbul dari totokan jari tangannya meluncur ke arah
pundak si pengemis sakti Cian Cong. Terdengar Cian Cong mengeluarkan suara tawa
terbahak-bahak. Telapak tangan kirinya melancarkan sebuah pukulan dan pedang bambu
di tangan kanannya digetarkan. Tam-pak bunga-bunga berjatuhan dalam bentuk
bayangan dari gerakan pedang bambunya. Dengan gencar meluncur ke arah dada Kaucu
Pek Kut Kau tersebut.
Melihat serangan pukulannya yang dahsyat, Kaucu Pek Kut Kau itu tidak berani
memandang ringan. Bayangan yang timbul dari gerakan pedang bambunya demikian
hebat. Meskipun kedua serangan itu dilancarkan, pada saat yang berlainan, tetapi begitu
cepatnya sehingga seperti terjadi dalam waktu yang bersamaan. Hatinya langsung
tergetar melihat kenyataan itu. Diam-diam dia berpikir: ‘Tidak heran si pengemis tua ini
sombongnya setengah mati, ternyata dia benar-benar memiliki ilmu yang hebat. Baik
tenaga dalam maupun kecepatan gerakannya, kalau bukan orang sudah berlatih keras
selama puluhan tahun. Tentu tidak mungkin melancarkan dua buah serangan dalam waktu
yang hampir bersamaan.’
Tadinya Kaucu Pek Kut Kau lah yang melakukan serangan. Menghadapi serangan serta
kibasan pedangnya yang begitu dahsyat, mau tidak mau dia menyelamatkan dirinya
terlebih dahulu. Lengan kanannya ditarik secara mendadak dan dengan kekerasan dia
menyimpan kembali serangan yang telah dilancarkannya. Pergelangan tangannya
memutar. Dengan jurus Burung Kecil Mengais Pasir, kembali dia menangkis serangan
pedang Cian Cong. Sementara itu, tenaga dalam yang terhimpun dalam telapak kirinya
meluncur keluar menyerang si pengemis sakti dengan gencar.
Sulit sekali melukiskan bagaimana yang terjadi sebenarnya dalam pertarungan kedua
orang itu. Selain gerakannya yang terlalu cepat, setiap jurusnya mengandung perubahan
yang tidak terkirakan hebatnya.
Tiba-tiba terdengar suara benturan tenaga dalam yang keras. Blam! Dua rangkum
kekuatan yang dahsyat mengakibatkan pasir dan batu-batu kerikil beterbangan di udara.
Cian Cong mendapat kesempatan lebih dulu memukul lawan, dengan demikian dia masih
dapat mempertahankan diri dan menang segaris. Tubuhnya hanya terhuyung-huyung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa saat, sedangkan Kaucu Pek Kut Kau itu tidak berhasil meraih peluang sehingga
tubuhnya terdesak dan tergetar mundur sejauh tiga langkah.
Mendapat kesempatan menjaga keseimbangan tubuhnya terlebih dahulu, dia langsung
melancarkan serangan kembali. Pedang bambunya berkelebat dengan gencar sehingga
menimbulkan angin yang menderu-deru. Dalam waktu yang singkat dia telah menyerang
sebanyak empat belas jurus secara berturut-turut.
Apabila dua tokoh kelas tinggi bertarung, tidak boleh terjadi kesalahan sedikit juga.
Secara gencar Cian Cong melakukan penyerangan, semuanya mengandung jurus-jurus
yang keji. Dia seakan tidak memberi kesempatan bagi Kaucu Pek Kut Kau untuk membalas
menyerang. Saat ini manusia berjubah longgar itu hanya mendapat kesempatan
menangkis dan lambat laun keadaannya bisa tidak menguntungkan dirinya sendiri.
Tampak bayangan pedang bambu bergulung-gulung bagai badai juga cepat bagai kilat.
Sasarannya selalu bagian yang mematikan. Begitu terdesaknya Kaucu Pek Kut Kau sampai
terpaksa berputaran ke sana ke mari. Semakin lama semakin sulit dia menghadapi si
pengemis sakti yang benar-benar sakti ini. Tetapi biar bagaimana, manusia berjubah
longgar ini adalah ketua sebuah perkumpulan yang mempunyai wilayah kekuasaannya
sendiri. Walaupun mula-mula dia agak terdesak, tetapi berkat ilmunya yang tinggi dan
pengalaman bertempurnya yang sudah banyak, lambat laun dia dapat menguasai diri dan
mengikuti keadaan. Setelah dua puluh jurus lebih berlalu, kondisinya sudah kembali
seperti semula dan mulai dapat mengimbangi serangan yang dilakukan si pengemis sakti.
Gerakan Cian Cong semakin lama semakin cepat, serangannya semaian lama juga
semakin keji. Kelebatan tubuhnya bagai seekor naga perkasa yang mengibaskan ekor di
langit. Tetapi gaya si Kaucu Pek Kut Kau juga tidak kalah indahnya. Perubahan jurusjurusnya
selalu mengejutkan dan tidak terduga-duga.
Cian Cong melihat dia dapat menahan bahkan membalas serangannya dengan
kecepatan yang hebat. Ternyata orang ini benar-benar salah satu tokoh tertangguh yang
pernah dihadapinya seumur hidup. Oleh karena itu, dia segera mengeluarkan suara siulan
panjang. Tubuhnya berkelebat dan gerakannya pun berubah. Dia telah mengerahkan ilmu
Delapan jurus Pedang Pengejar Sukma yang membuat namanya menjulang tinggi di dunia
persilatan. Jangan dilihat kalau ilmu ini hanya terdiri dari delapan jurus, tetapi justru Cian
Cong menciptakannya dengan memeras otak selama sembilan tahun. Setiap
kekurangannya diperbaiki perlahan-lahan sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang
sempurna. Di dalamnya terkandung perubahan-perubahan yang dahsyat. Anehnya justru
delapan jurus ilmu pedang itu seperti berantai sehingga dapat dimainkan terus tanpa
berhenti. Dari jurus pertama sampai jurus kedelapan, lalu kembali lagi ke jurus pertama
tanpa disadari oleh lawannya.
Cian Cong telah berkecimpung di dunia persilatan selama berpuluh-puluh tahun. Dia
jarang mengerahkan Delapan Jurus Pedang Pengejar Sukma, tetapi keadaan sekarang
tidak dapat disamakan. Musuh tangguh sudah di depan mata. Sedangkan sampai saat ini
Oey Kang masih belum kelihatan, mati hidup Tan Ki masih menjadi tanda tanya baginya.
Oleh karena itu, sejak semula dia sudah bertekad untuk melakukan pertarungan dengan
cara kilat.
Setelah suara siulannya sirap, Delapan Jurus Pedang Pengejar Sukma pun segera
dikerahkan. Pedang bambunya menimbulkan angin dahsyat bagai topan yang melanda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tampak persis seperti badai di tengah lautan yang menghempas-hempas tinggi.
Pedangnya seperti berubah menjadi ribuan batang yang menusuk ke depan.
Kaucu Pek Kut Kau melihat gerakan tubuh si pengemis sakti ini tiba-tiba berubah.
Pedang bambunya menimbulkan bayangan berkotak-kotak yang tidak terhitung
jumlahnya. Diam-diam hatinya menjadi tergetar. Dia sendiri termasuk tokoh paling hebat
di wilayah Si Yu, ilmu yang dipelajarinya khusus menggunakah kecepatan mengincar yang
lambat. Begitu gerakan tubuh Cian Cong berubah, tiba-tiba saja di hadapan matanya bagai
muncul berpuluh-puluh Cian Cong yang lain dan juga pedangnya seperti berubah jadi tidak
terhitung banyaknya. Baru saja dia merasa keadaan kurang menguntungkan dirinya, tahutahu
orangnya sudah terkurung oleh bayangan pedang tersebut.
Dua manusia berpakaian hitam dan seorang lagi manusia berpakaian putih melihat
keadaan Kaucu mereka terjerumus dalam bahaya, kalau dibiarkan pasti akan celaka.
Mereka tidak memperdulikan lagi peraturan dunia Bulim. Setelah mengeluarkan suara
pekikan yang aneh, ketiga orang itu langsung menerjang ke depan. Masing-masing
meluncurkan sebuah serangan yang sama dahsyatnya, sehingga timbul angin yang
bergulung-gulung.
Manusia berpakaian putih itu pernah kehilangan sebelah lengannya di tangan Tan Ki.
Tetapi gabungan ketiga orang itu benar-benar tidak dapat dianggap enteng. Cian Cong
merasa ada serangkum angin kencang yang menerpa dari samping tubuhnya. Dia segera
tahu bahwa dirinya dibokong oleh anak buah Kaucu Pek Kut Kau tersebut.
Cepat-cepat dia menarik kembali serangannya lalu mencelat mundur sekitar satu depa.
Lengan kanannya bergerak dan dikirimkannya sebuah pukulan ke samping. Blam!
Terdengar suara benturan yang keras. Hawa panas beterbangan menyelimuti bumi dan
pasir pun berhamburan ke mana-mana.
Reaksi si pengemis sakti Cian Cong cepat sekali, tetapi dia merasa tubuhnya bagai
diterpa oleh serangkum angin yang dingin. Diam-diam hatinya menjadi tercekat. Untung
saja tenaga dalamnya tinggi sekali, dan hanya sapuan angin yang melanda bagian depan
tubuhnya. Cepat-cepat dia mengatur pernafasannya dan segera dia merasa pulih kembali.
Tetapi untuk sesaat sempat juga dia tertegun. Meskipun wilayah Si Yu terkenal dengan
golongan sesatnya, tetapi ilmu silat yang mereka kuasai benar-benar tidak dapat
dipandang ringan.
Begitu pikirannya tergerak, mulutnya langsung mengeluarkan suara tertawa terbahakbahak.
“Bagus sekali! Dasar sesat selamanya memang sesat. Kalian ingin main keroyok?
Silahkan turun tangan semuanya, si pengemis tua paling benci orang yang suka main
bokong dari belakang!”
Pedang bambunya digetarkan, tampak beribu-ribu bayangan memenuhi seluruh
tubuhnya. Dengan kesal dia meluncurkan sebuah serangan yang dahsyat ke depan!
Kaucu Pek Kut Kau menggeser langkahnya ke kiri, tubuhnya memutar setengah
lingkaran, sambil menghindarkan diri dari serangan Cian Cong, mulutnya membentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Menggelinding mundur semuanya! Siapa yang suruh kalian ikut campur. Cian
Locianpwe merupakan tokoh sakti di daerah Tiong-goan, hampir belum pernah dia
menemukan tandingan. Dengan mengandalkan beberapa jurus kasar yang aku ajarkan
kepada kalian, lalu kalian kira bisa memberikan bantuan yang berarti? Apakah kalian
benar-benar ingin menjatuhkan pamorku sebagai ketua sebuah partai?”
Suara Kaucu Pek Kut Kau itu tajam menusuk. Ketiga orang yang mendengarnya sampai
merasa ngilu ulu hati mereka, tetapi tidak ada seorangpun yang berani membantah.
Serentak mereka mengundurkan diri ke tempat semula.
Cian Cong tertawa terbahak-bahak.
“Saudara memang tidak malu sebagai seorang ketua sebuah partai besar. Berani
bersikap terus terang dan sportif. Hari ini si pengemis sakti melupakan nyawa sendiri
menemani seorang kuncu bertarung mati-matian.” tangannya kembali bergerak dan
menimbulkan serangkum angin yang dahsyat.
Kaucu Pek Kut Kau juga menghimpun hawa murni dalam tubuhnya. Secara berturutturut
dia melancarkan dua buah pukulan yang mengandung hawa dingin. Dalam sesaat
keduanya sudah mengerahkan hawa murni masing-masing. Terdengar suara angin yang
menderu-deru. Begitu hebatnya pertempuran itu sehingga dedaunan di atas pohon
bergetaran dan sebagian besar rontok jatuh di atas tanah.
Kaucu Pek Kut Kau langsung merasa aliran darahnya mengedar dengan cepat, matanya
seperti berkunang-kunang. Sedangkan si pengemis sakti Cian Cong juga sampai tergetar
mundur sejauh empat lima langkah.
Watak si pengemis sakti Cian Cong selamanya terkenal tidak mau mengalah. Mana sudi
dia mengunjukkan kelemahan dirinya. Setelah keseimbangannya pulih kembali, tubuhnya
langsung mencelat ke udara. Tangan kiri mengirimkan serangan dengan gencar, tangan
kanannya yang menggenggam pedang bambu mengibas ke sana ke mari bagai orang
kalap. Angin yang timbul dari kelebatan pedangnya panas dan tajam menusuk.
Kaucu Pek Kut Kau mendengus satu kali, sepasang tangannya direntangkan ke depan
dan dengan keras dia menyambut serangan lawan.
Kali ini masih juga keras lawan keras. Tubuh Kaucu Pek Kut Kau tergetar oleh dorongan
tenaga Cian Cong yang hebat sehingga melayang sejauh satu depa lebih. Di udara
tubuhnya berjungkir balik dua kali dan kemudian terhempas jatuh di atas tanah.
Sedangkan Cian Cong juga termakan pukulan Kaucu Pek Kut Kau tersebut sehingga
tergetar mundur sejauh tujuh delapan langkah, akhirnya dia jatuh terduduk di’atas tanah.
Kedua orang itu bertarung dengan cara keras lawan keras. Setelah dua jurus berlalu,
wajah mereka sama-sama berubah hebat. Keringat bercucuran membuat tubuh mereka
basah kuyup. Padahal mereka sama-sama menyadari kalau bertarung dengan cara ini
terus menerus, pasti ada satu yang mati dan lainnya terluka parah. Siapapun tidak ada
yang keluar sebagai pemenang.
Baik Liu Mei Ling maupun Liang Fu Yong dan anak buah Kaucu Pek Kut Kau itu sampai
termangu-mangu sekian lama menyaksikan pertarungan hebat yang sedang berlangsung.
Untuk beberapa saat tidak ada seorangpun yang sanggup membuka suara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat ini tampak Cian Cong menumpu sepasang tangannya di atas tanah dan tubuhnya
kembali mencelat ke udara. Mulutnya malah mengeluarkan suara tertawa yang terbahakbahak.
“Kaucu Pek Kut Kau… hari ini kalau bukan kau yang mati, maka aku yang mampus.
Kalau kau memang hebat, terima lagi satu pukulan si pengemis tua ini!”
Justru suara tertawanya masih berkumandang, tangannya sudah meluncur keluar
mengirim sebuah pukulan lagi.
Setelah bertarung sekian lama dengan si pengemis sakti Cian Cong, diam-diam nyali
Kaucu Pek Kut Kau itu menjadi agak ciut. Pukulannya yang selama ini membuat dirinya
menjadi tokoh paling terkemuka di wilayah Si Yu ternyata tidak sanggup melukai si
pengemis tua itu. Hatinya sudah enggan mengadu kekerasan lagi, seandainya Cian Cong
tidak terlalu mendesak, dia juga enggan mengerahkan tenaga dalamnya menyambut
pukulan itu.
Serangan yang dilancarkan si pengemis sakti Cian Cong kali ini mengandung seluruh
tenaga dalam yang ada pada dirinya. Akibatnya hawa amarah dalam dada Kaucu Pek Kut
Kau itu jadi meluap juga. Setelah mengeluarkan suara pekikan seperti setan di neraka, dia
juga mengulurkan tangannya dan menyambut pukulan itu dengan segenap kekuatan.
Liang Fu Yong, Liu Seng serta ketiga anak buah Kaucu Pek Kut Kau itu sama-sama
dapat melihat keadaan yang genting itu. Serentak mereka mengeluarkan teriakan, “Tidak
boleh…!”
Ucapan tercetus, orangnyapun bergerak. Lima sosok bayangan secepat kilat menerjang
ke depan, tetapi tetap saja gerakan mereka agak lambat sedikit. Sekali lagi terdengar
suara ledakan yang memekakan telinga, kedua tenaga dalam kembali sudah berbenturan
di udara.
Dalam gebrakan kali ini, keduanya mengerahkan hawa murni serta segenap tenaga
dalam yang ada. Kaucu Pek Kut Kau mendengus berat satu kali. Matanya berkunangkunang
dan telinganya berdengung. Isi perutnya seakan hampir termuntah keluar saking
hebatnya kena getaran pukulan si pengemis sakti Cian Cong. Tubuhnya terhuyung-huyung
dan memaksakan dirinya jangan sampai terjatuh di atas tanah. Matanya segera dialihkan.
Dia melihat Cian Cong memejamkan sepasang matanya, wajahnya pucat seperti selembar
kertas dan keringat sebesar-besar kacang kedelai terus menetes di keningnya.
Pada saat itu, para anak buah Kaucu Pek Kut Kau itu sudah terlebih dahulu sampai di
hadapan majikannya. Salah seorang di antaranya memperdengarkan suara tertawa dingin,
tahu-tahu tangannya terulur dan tubuhnya menerjang ke arah si pengemis sakti Cian
Cong.
Untuk sesaat orangtua itu sampai lupa bahwa keadaannya sudah hampir seperti lampu
yang kehabisan minyak. Tenaga dalamnya hampir terkuras habis dan hawa murninya
buyar terlalu banyak. Tubuhnya terluka di bagian dalam. Melihat orang itu melancarkan
sebuah serangan, dia merasa dirinya masih sanggup menyambut pukulan itu. Tetapi
sayangnya sudah agak terlambat. Untung saja kesadarannya masih ada, pikirannya masih
belum kacau. Setelah melancarkan sebuah pukulan, tubuhnya terdorong oleh tenaga
pukulan lawan. Dia masih sempat menyurutkan sedikit tenaga yang dilancarkan dalam
telapak tangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi meskipun demikian, terhantam pukulan yang datangnya secara tidak terdugaduga
ini, tubuh si pengemis sakti sampai terpental sejauh dua depaan. Tiba-tiba dia
merasa kepalanya pening. Mulutnya membuka dan memuntahkan segumpal darah segar
kemudian baru terhempas jatuh di atas tanah.
Si manusia berpakaian putih melihat ada kesempatan emas di depan mata, mana
mungkin dia melepaskan begitu saja. Tubuhnya meluncur dari atas. Dengan jurus Mencari
Jarum di Dalam Lautan, lima jarinya membentuk cengkeraman dan meluncur ke arah dada
si pengemis sakti Cian Cong!
Dia memang sudah berniat melenyapkan tokoh sakti ini. Gerakan serangannya bagai
kilat. Cian Cong yang melihat serangan dahsyat sudah di depan mata sempat panik sesaat,
kemudian dia memejamkan matanya serta kembali memuntahkan segumpal darah segar.
Namun muntahan darahnya kali ini lain dengan yang sebelumnya. Kali ini merupakan
muncratan yang bagai senjata rahasia besar kecil meluncur ke arah wajah si manusia
berpakaian putih tersebut.
Si manusia berpakaian putih tampaknya tidak menyadari bahwa Cian Cong yang dalam
keadaan terluka parah dapat memuntahkan darah yang digunakan sebagai senjata untuk
menghadapi dirinya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya, apalagi jarak di antara mereka
begitu dekat. Mana mungkin dia masih sempat menghindar? Cepat-cepat dia memejamkan
sepasang matanya dan menjaga agar bagian yang paling penting itu jangan sampai
terluka akibat semburan darah tersebut.
Jangan dikira segumpal darah itu gumpalan darah yang biasa-biasa saja. Memang tidak
dapat disamakan dengan senjata rahasia lainnya yang tajam bukan main, tetapi semburan
itu dilakukan oleh Cian Cong dengan sisa tenaga dalamnya yang masih ada, kecepatannya
bagai kilat. Selembar wajah si manusia berpakaian putih itu sampai terpecah-pecah
kulitnya akibat semburan darah tersebut. Hampir dalam waktu yang bersamaan,
terdengarlah suara jeritan yang histeris serta menyeramkan dari mulut si manusia
berpakaian putih. Darahnya sendiri berbaur dengan darah yang disemburkan oleh Cian
Cong sehingga terus menetes dan membasahi seluruh pakaiannya.
Dengan sisa tenaga yang tinggal sedikit, Cian Cong mengeluarkan suara bentakan dan
kembali menghantamkan sebuah pukulan ke depan.
Wajah si manusia berpakaian putih terluka cukup parah, belum lagi rasa terkejutnya
hilang. Kembali Cian Cong menggunakan salah satu jurus terkeji dari ilmu Delapan Jurus
Pedang Pengejar Sukma untuk melakukan serangan. Tiba-tiba dia merasa matanya
berkunang-kunang, dadanya sekali lagi terhantam pukulan orangtua itu. Di daerah
perkampungan yang sunyi itu kembali berkumandang suara jeritan yang menyayat hati.
Suara itu mirip lolongan serigala, kumandangnya bergema terus di sepanjang lembah dan
menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya.
Seiring dengan suara jeritan yang menyeramkan itu, tangan si manusia berpakaian
putih mengibas. Sepuluh batang jarum beracun segera melesat keluar bagai kilat.
Cian Cong sudah mulai merasa payah, urat nadinya bagai tergetar sehingga seluruh
tubuhnya terasa lemah. Mana bisa lagi dia menghindarkan diri dari serangan yang tidak
terduga-duga itu, tetapi dia masih sempat mengangkat sepasang lengan bajunya
menutupi bagian mata dan wajah. Dari sepuluh batang jarum beracun itu, lima batang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langsung mengenai tubuhnya dengan telak. Tiga di pundak kanan, dua lagi di pundak kiri.
Di daerah yang terluka itu langsung terasa kebal. Sebagai orangtua yang sudah banyak
pengalaman dan makan asam garam, dia segera tahu bahwa jarum itu mengandung racun
yang cukup keji.
Diam-diam hatinya jadi tercekat. Wajahnya berubah hebat. Tetapi dalam waktu yang
singkat, rasa terkejutnya sudah hilang dan tampangnya pun pulih kembali. Dia malah
mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Satu nyawa diganti dengan satu nyawa. Si pengemis tua sama sekali tidak rugi.
Matipun tidak perlu di khawatirkan!”
Belum lagi ucapannya selesai, manusia berjubah hitam yang pendek gemuk itu sudah
memperdengarkan suara tawanya yang dingin.
“Kau ingin mati begitu saja? Tidak begitu mudah. Aku akan membuat kau merasakan
hukuman terberat yang ada dalam perguruan kami sehingga tulang belulang dalam
tubuhmu hancur lebur tetapi nafasmu masih belum berhenti!”
Tadinya dia bersama-sama rekannya yang lain sedang memapah tubuh Kaucu Pek Kut
Kau. Tetapi ketika berbicara, dia segera menyerahkan majikannya kepada rekannya,
sedangkan tubuhnya sendiri mencelat ke udara lalu langsung menerjang ke arah si
pengemis sakti Cian Cong.
Apa yang dituturkan di atas merupakan kejadian yang berlangsung dalam sekejap mata
saja. Pada saat ini, tubuh Liang Fu Yong dan Liu Mei Ling ikut melesat keluar. Liang Fu
Yong tidak banyak bicara lagi, pedangnya langsung bergerak dengan jurus Sambil
Tersenyum Menunjuk ke arah Selatan. Tampak cahaya pelangi berpijar dari pedangnya,
gerakan secepat kilat meluncur ke arah tubuh manusia berpakaian hitam yang sedang
menerjang datang.
Manusia berpakaian hitam itu mengeluarkan suara dengusan dingin satu kali. Tubuhnya
bergerak memutar kurang lebih lima cun. Pedang yang membawa hawa dingin melintas di
depan dadanya. Jaraknya dekat sekali, tetapi orang itu sama sekali tidak menghentikan
gerakannya. Dia tetap menerjang ke arah Cian Cong.
Liu Mei Ling melihat gerakan tubuh lawan gesit dan aneh, namun dengan mudah ia
berhasil menghindarkan diri dari serangan Liang Cici. Diam-diam hatinya tergetar. Setelah
membentak nyaring, pergelangan tangannya menggetarkan tenaga. Dengan jurus
Menghindari Gunung Jatuh ke Laut, dia melancarkan sebuah serangan ke depan.
Sejak kecil dia memang sudah belajar ilmu silat. Meskipun tampaknya serangan itu
hanya sebuah jurus yang sederhana, tetapi dalam keadaan panik karena ingin menolong
orang maka kehebatannya tidak dapat dianggap enteng. Angin yang timbul dari kelebatan
pedangnya menimbulkan suara suitan panjang.
Manusia berpakaian hitam itu mendengus satu kali. Dia menghimpun hawa murninya
dan sepasang lengannya langsung menyapu ke depan. Serangkum tenaga yang dahsyat
berbenturan dengan badan pedang, begitu keras getarannya sehingga lengan Mei Ling
terasa kesemutan. Hampir saja pedang pusakanya terlepas dari genggaman dan melayang
di udara, otomatis serangan yang dilancarkannya melemah. Di saat yang sama lawan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat tangannya dan meneruskan serangan ke dada Cian Cong. Cepatnya bagai
sambaran kilat di musim hujan.
Setelah tiga kali berturut-turut mengadu tenaga dalam dengan Kaucu Pek Kut Kau, Cian
Cong sekali lagi dihantam oleh seorang manusia berpakaian hitam lainnya. Isi perutnya
sudah tergetar dan memuntahkan darah segar. Hanya mengandalkan kekuatan tenaga
dalam yang telah dilatihnya lebih dari tujuh puluh tahun, dia masih sanggup
mempertahankan diri. Dengan sisa tenaga terakhir dia berhasil membunuh manusia
berpakaian putih. Hawa murni dalam tubuh Cian Cong benar-benar terkuras habis.
Meskipun orang lain tidak turun tangan, tokoh sakti yang namanya sudah menggetarkan
seluruh rimba hijau dan sungai telaga ini juga tidak mungkin bisa hidup lebih dari dua
puluh empat kentungan lagi. Apalagi ketika dia melancarkan serangan kepada manusia
berpakaian putih, sepasang pundaknya juga terkena sambilan jarum beracun sebanyak
lima batang. Bila saat ini ia dihantam lagi oleh manusia berpakaian hitam, sudah pasti Cian
Cong tidak dapat lagi menghindarkan diri apalagi menangkis. Oleh karena itu, dia segera
menarik nafas panjang dan menutup matanya rapat-rapat menunggu datangnya malaikat
elmaut.
Tiba-tiba sesosok bayangan membawa desiran angin yang kencang melayang turun
dari udara. Belum lagi serangan si manusia berpakaian hitam mengenai tubuh Cian Cong,
orang itu sudah sampai lebih dahulu. Dia menghadang di depan Cian Cong, lengan
pakaian sebelah kanannya yang longgar langsung mengibas ke depan, serangkum angin
yang kencang segera menghempas keluar.
Manusia aneh berpakaian hitam itu mengulurkan tangannya menyambut. Siapa yang
lebih kuat langsung terlihat saat itu juga. Orang yang baru melayang turun itu sama sekali
tidak bergeming dari tempatnya sedikit-pun. Sementara itu si manusia berpakaian hitam
segera merasa kedua telinganya berde-y ngung, seluruh tubuhnya terpental bahkan
melayang di udara. Setelah berputar dua kali, baru ia terhempas jatuh di atas tanah.
Orang yang baru muncul itu rupanya seorang tojin. Dalam satu gebrakan saja dia
sudah berhasil mementalkan seorang tokoh tingkat tinggi dari wilayah Si Yu. Bahkan
sekaligus menyelamatkan selembar nyawa si pengemis sakti Cian Cong. Liang Fu Yong
dan Liu Mei Ling tidak banyak bicara, mereka segera maju ke depan untuk memapah
tubuh si pengemis sakti itu.
Manusia berpakaian hitam itu menenangkan perasaannya sesaat. Setelah itu baru dia
mendongakkan kepalanya melihat. Tampak orang itu sudah tua sekali, rambutnya sudah
berwarna putih, jenggotnya yang panjang berwarna keperakan. Wajahnya bersih dan enak
dilihat. Penampilannya anggun serta berwibawa, sorot matanya tajam namun lembut. Hal
ini membuat orang yang melihatnya menaruh rasa hormat yang tinggi. Tanpa dapat
ditahan lagi si manusia berpakaian hitam jadi terma-ngu-mangu sekian lama. Beberapa
waktu kemudian baru dia membentak dengan nada marah…
“Tenaga dalam totiang ini hebat sekali! Hal ini membuktikan bahwa totiang pasti bukan
tokoh sembarangan. Mohon tanya di mana kuil totiang dan apa nama gelarannya,
mungkin suatu saat aku yang rendah bisa menyempatkan diri berkunjung untuk meminta
pelajaran barang beberapa jurus lagi!”
Tosu itu tersenyum lembut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Seumur hidup pinto hanya tahu menenangkan diri memperdalam ilmu agama,
memahami sabda Buddha yang mengandung arti dalam. Selamanya tidak pernah bertikai
dengan siapapun. Tetapi kalau kau tetap ingin mengunjungi Pinto, tentu saja kesempatan
seperti itu pasti ada. Meskipun dunia ini luas tetapi semuanya tetap merupakan tetangga,
mana mungkin tidak bisa bertemu. Di puncak Yang Sim An, pinto setiap saat setiap waktu
dengan senang hati menerima kedatangan Si-cu.”
Ketika orangtua ini sedang berbicara, Liu Mei Ling dan Liang Fu Yong sudah
menjatuhkan diri mereka berlutut di hadapannya.
“Tecu, Liu Mei Ling dan Liang Fu Yong menanyakan kesehatan Locianpwe!”
Tosu itu mengibaskan lengan bajunya, serangkum tenaga yang dahsyat langsung
menahan diri kedua gadis itu sehingga mereka tidak dapat menekuk lututnya lebih dalam.
Orangtua itu mengembangkan seulas senyuman yang lembut dan bibirnya berkata, “Di sini
bukan tempat yang sesuai untuk bercakap-cakap, kalian juga tidak usah banyak
peradatan.”
Mei Ling dan Liang Fu Yong tahu kalau Locianpwe yang hatinya bijaksana dan mulia ini
tidak suka segala macam peradatan, terpaksa mereka menurut dan berdiri. Mereka tetap
memapah tubuh si pengemis sakti Cian Cong dari kiri dan kanan.
Tosu tua memperhatikan wajah si pengemis sakti Cian Cong dengan sinar matanya
yang tajam bagai kilat. Matanya lalu beralih kepada Kaucu Pek Kut Kau yang sedang
memejamkan matanya mengatur pernafasan. Perlahan-lahan dia menganggukkan
kepalanya.
“Orang ini sudah terluka parah, Pinto sebagai orang yang beragama selalu
mementingkan kedamaian hati dan jiwa yang bersih. Harap saudara melihat muka Pinto
dan melepaskan selembar nyawanya, tentunya saudara tidak keberatan, bukan?”
Manusia aneh berpakaian hitam itu mengerlingkan matanya satu kali kemudian
menundukkan kepala merenung beberapa saat.
“Apa yang totiang katakan seharusnya aku turuti, tetapi si pengemis tua she Cian ini
sudah melukai majikanku. Sebelumnya dia juga sudah membunuh dua orang rekanku.
Totiang lihat sendiri, yang mati ada yang terlukapun ada. Meskipun Boanpwe bersedia
melepaskan selembar nyawanya, tetapi bagaimana Boanpwe harus bertanggung jawab
kepada majikan serta kedua kawanku itu? Untuk hal ini Boanpwe terpaksa minta maaf
kepada totiang. Cayhe sendiri menyadari bahwa ilmu silat yang Cayhe miliki masih terlalu
rendah, otomatis bukan tandingan Locianpwe yang sakti, tetapi di dalam wilayah Si Yu
kami terdapat banyak pendekar-pendekar yang berilmu tinggi dan pemberani…”
BAGIAN XLI
Tosu tua ini mempunyai watak yang lembut. Hatinya juga sangat pengertian terhadap
siapa saja. Dia maklum manusia berpakaian hitam ini hanya pura-pura gagah padahal
dalam hatinya sudah timbul rasa ngeri. Tetapi dia juga tidak ingin menjatuhkan harga
dirinya di depan orang banyak. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang
bijaksana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalau dihitung dari jumlah korban yang jatuh di kedua belah pihak, memang tidak
seharusnya pinto mengajukan permintaan ini. Tetapi di balik urusan ini terselip persoalan
budi dan dendam yang masih ada kaitannya dengan diri pinto sendiri, oleh karena itu pinto
terpaksa ikut campur. Kalau kau memang merasa kurang puas, silahkan datang ke Yang
Sim An di Bu Tong San dan mencari pinto, Tian Bu Cu untuk membuat perhitungan.”
Seraya bicara, tosu tua itu memalingkan wajahnya dan berpesan kepada Liang Fu Yong
dan Mei Ling, “Kalian bawa dulu Cian Locianpwe, sebentar lagi aku akan menyusul!”
Kedua gadis itu segera mengiakan. Mereka langsung mengangkat tokoh tua tersebut,
setelah itu mereka membalikkan tubuh dan berlari pergi. Terdengar suara angin berdesir,
bayangan tubuh mereka berkelebat bagai kilat. Dalam sekejap mata saja sudah
menghilang dari pandangan.
Tian Bu Cu menunggu sampai kedua gadis itu sudah pergi agak jauh baru dia menjura
pada Kaucu Pek Kut Kau sambil mengembangkan seulas senyuman.
“Pohon berbuah ada masanya, sama sekali tidak dapat dipaksakan. Sicu merupakan
seorang kepala pemimpin yang mempunyai wilayah sendiri, selamanya tidak pernah
mencari ikatan benci atau dendam di daerah Tiong-goan. Lalu, mengapa harus
melumurkan darah mengotori tangan, yang akhirnya hanya menimbulkan kesulitan bagi
diri sendiri? Kata-kata pinto hanya sekian saja, makna yang terkandung di dalamnya,
hanya Sicu sendiri yang harus mencari pengertiannya.”
Mendengar ucapannya, Kaucu Pek Kut Kau itu mengerlingkan matanya beberapa kali
kemudian tiba-tiba membelalak, seakan ingin membalas sindiran Tian Bu Cu. Akhirnya dia
hanya mendengus keras-keras dan kembali memejamkan matanya.
Meskipun Tian Bu Cu berniat mengembalikan Kaucu Pek Kut Kau itu dari jalan yang
sesat, namun melihat orang tidak memberikan reaksi apa-apa atas ucapannya, akhirnya
dia hanya bisa menarik nafas panjang kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut.
****
Sementara itu, Liang Fu Yong dan Mei Ling memapah tubuh si pengemis sakti Cian
Cong yang nafasnya tinggal satu-satu. Mereka berlari dengan kencang, mendaki bukit
bagai berjalan di tanah datar saja. Dalam waktu singkat mereka sudah memasuki lembah
pegunungan. Di kedua sisi tampak puncak gunung menjulang tinggi, mungkin mencapai
ribuan depa. Mereka menembus celah-celah yang sempit lalu mengitari beberapa belokan
terjal. Tiba-tiba pemandangan jadi berubah.
Di depan mata sekarang terlihat sebidang tanah luas dengan rerumputan yang subur
tumbuh di atasnya. Kecuali jalan setapak yang mereka lalui pertama-tama, seluruh area di
sana merupakan daerah perbukitan yang indah.
Liang Fu Yong dan Mei Ling saling lirik sekilas, mereka lalu merebahkan si pengemis
sakti Cian Cong di tanah rerumputan. Saat ini hari sudah mulai gelap, sedangkan tempat
seperti itu hawanya lebih dingin dari dataran rendah. Liang Fu Yong khawatir orangtua itu
akan kedinginan sehingga menambah parah luka yang dideritanya. Lantas saja dia cepatcepat
mencari ranting pohon dan batang bambu yang sudah agak kering lalu menyalahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
api unggun untuk memperoleh sedikit kehangatan. Liu Mei Ling malah duduk di atas
sebuah batu hijau yang besar dan menatap si pengemis sakti Cian Cong dengan tampang
kebingungan.
Tiba-tiba orangtua itu membuka matanya perlahan-lahan. Tampak sinar matanya sudah
mulai redup tanpa cahaya yang berkilauan seperti biasanya. Melihat kedua gadis cantik
duduk di sampingnya, dia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tempat apa ini, mengapa kalian membawa si pengemis tua ke mari? Isi perutku sudah
tergetar hebat sehingga terluka parah, belum lagi ditambah lima batang jarum yang
beracun. Biar bagaimana aku pasti sulit melewati malam ini. Meskipun ada obat mujarab
yang dapat mengembalikan selembar nyawa si pengemis tua ini, kalian juga tidak perlu
bercapai diri lagi.”
Melihat orangtua itu masih dapat berbicara, hati Liang Fu Yong jadi agak gembira.
Wajahnya, yang tadinya bermuram durja sekarang jadi mulai berseri. Dia segera
menuangkan semangkok air dan menyodorkannya ke hadapan orangtua itu.
“Meskipun luka yang Locianpwe derita cukup parah, tetapi dengan kedatangan Tian Bu
Cu Locianpwe, maka pasti dapat disembuhkan. Minumlah dulu air ini, dia orangtua
sebentar lagi akan menyusul ke mari.”
Cian Cong mengerlingkan matanya ke sana ke mari, tampangnya seperti orang yang
bimbang.
“Si hidung kerbau itu paling susah disuruh meninggalkan Bu Tong San, mengapa tibatiba
bisa datang ke mari?”
Rupanya luka Cian Cong tadi terlalu parah. Ketika dia memejamkan matanya menanti
ke-matian di tangan manusia berpakaian hitam, tahu-tahu dia tidak dapat
mempertahankan diri lagi sehingga jatuh tidak sadarkan diri. Oleh karena itu, dia sama
sekali tidak tahu bahwa Tian Bu Cu yang telah menolong dirinya dari maut.
Sepasang mata Liang Fu Yong mulai mengembangkan air. Dia langsung menceritakan
kembali bagaimana Tian Bu Cu mementalkan si manusia berpakaian hitam sampai
akhirnya mereka disuruh membawa Cian Cong pergi meninggalkan tempat si iblis Oey
Kang.
Dari seorang perempuan yang binal, Liang Fu Yong berubah menjadi perempuan yang
baik budi dan suka menolong orang lain. Biarpun dirinya memang sudah bertekad untuk
merubah jalan hidupnya, tetapi dia juga banyak menerima wejangan dari mulut si
pengemis sakti Cian Cong. Sambil berbicara, air matanya terus mengalir, bahkan semakin
lama semakin deras.
Cian Cong tertawa sumbang melihatnya.
“Kau bocah perempuan ini memang keterlaluan, buat apa menangis? Hidup ada
tempatnya, menangispun harus ada alasannya. Semua yang ada di dunia ini telah
ditakdirkan garisnya oleh Thian yang kuasa. Seumur hidup si pengemis tua ini berkeliaran
di dunia Kangouw, orang yang terbunuh oleh sepasang tangan ini juga sudah tidak terkira
banyaknya. Kalau usia sudah di atas tujuh puluh tahun, buat apa lagi menyesalkan
datangnya kematian…” berkata sampai di sini, tiba-tiba ucapannya terhenti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liang Fu Yong dan Mei Ling segera mendongakkan wajahnya. Mereka melihat mata si
pengemis sakti Cian Cong sudah terpejam rapat, kali ini rasa terkejut dalam hati mereka
tak perlu ditanyakan lagi. Serentak mereka memanggil dengan suara lirih…
“Locianpwe!”
Kedua orang itu memanggil beberapa kali berturut-turut, Sin-kai (si pengemis sakti)
Cian Cong sudah tidak mempunyai tenaga untuk menjawab. Dia hanya menggerakan
matanya sedikit kemudian terpejam lagi rapat-rapat. Begitu paniknya kedua gadis itu
sehingga air mata mereka bercucuran dengan deras.
Justru ketika sedang kelabakan setengah mati dan tidak tahu apa yang harus
diperbuat, tiba-tiba telinga mereka menangkap suara langkah kaki mendatangi. Dari jalan
setapak yang mereka lalui tadi, tampak si tokoh sakti dari Bu Tong Pai, Tian Bu Cu dan
seorang pemuda yang tampan namun berwajah murung serta kusut, yakni Tan Ki, sedang
menuju ke tempat mereka berada. Sudah pasti Tan Ki telah mendapat kabar tentang Cian
Cong yang terluka parah dari mulut Tian Bu Cu.
Di hadapan si pengemis sakti Cian Cong yang sedang terluka parah, Liang Fu Yong dan
Mei Ling tidak berani menunjukkan perasaan rindunya kepada Tan Ki. Hal ini pasti bisa
menimbulkan kesalahpahaman bagi Tian Bu Cu yang melihatnya. Mereka hanya
mengerling sekilas ke arah pemuda itu lalu menundukkan kepalanya kembali.
Tian Bu Cu segera maju ke depan melihat keadaan Cian Cong. Dia mengulurkan
tangannya meraba dada kemudian nadi orangtua itu. Sepasang alisnya langsung berkerut.
Dari dalam lengan jubahnya yang longgar, dia segera mengeluarkan sebutir pil berwarna
merah lalu memerintahkan Tan Ki menyuapkannya ke mulut Cian Cong. Setelah itu baru
dia memeriksa luka luarnya dengan hati-hati.
Pada saat itu, racun yang terdapat pada lima lubang luka di kedua pundak si pengemis
sakti sudah mulai bereaksi. Setiap lukanya sudah berubah menjadi bundaran seperti logam
berwarna ungu. Tian Bu Cu langsung menghimpun hawa murninya lalu menempelkan
telapak tangannya di luka tersebut untuk menyedot keluar kelima batang jarum beracun
tersebut. Dia lalu menaburkan obat seperti bubuk di atas luka-luka itu. Akhirnya dia
menyuruh Tan Ki mengambil air dan menjerangkan air panas.
Tan Ki segera melaksanakan apa yang diperintahkan. Sesaat kemudian tampak anak
muda itu sudah menghadapi api unggun sambil memasak air panas.
“Kalau menurut penglihatan Locianpwe, apakah luka yang Cian Locianpwe derita ada
harapan besar untuk sembuh kembali seperti sediakala?”
Tian Bu Cu menggelengkan kepalanya.
“Isi perutnya sudah tergetar hebat, ilmu silatnya hampir musnah. Lagipula dia
menggunakan sisa hawa murninya yang terakhir untuk melakukan penyerangan. Hal ini
membuat hawa murninya yang memang hanya tinggal sedikit itu jadi membuyar. Apakah
nyawanya masih bisa diselamatkan, masih merupakan suatu pertanyaan. Meskipun dia
bisa hidup kembali, tetapi tenaga dalamnya sudah pasti lenyap. Untuk seumur hidup,
jangan harap dapat berlatih ilmu silat lagi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tampang Tan Ki semakin sedih dan kuyu.
“Benarkah tidak ada harapan sama sekali? Cian Locianpwe justru datang ke Pek To San
karena ingin mencari Ki-ji. Kalau dikatakan, justru Ki-ji yang mencelakainya sehingga
terluka sedemikan parah. Kalau dia tidak bisa disembuhkan lagi, Ki-ji pasti akan menyesal
seumur hidup. Locianpwe, carilah akal untuk menolongnya agar pulih kembali.” ketika
mengucapkan kata-kata yang terakhir, tanpa dapat ditahan lagi, air mata Tan Ki berderai
dengan deras, wajahnya menunjukkan rasa-panik yang tidak terkirakan.
Tian Bu Cu menarik nafas panjang.
“Kau ini memang paling-paling. Kalau masih bisa ditolong, masa aku hanya duduk saja
diam-diam?” dia berhenti sejenak, kemudian sepasang tangannya dikibaskan. “Kalian
bertiga jalan-jalan dulu ke belakang bukit sana. Biar aku menenangkan pikiran mencari
jalan keluar…” tanpa menunggu jawaban dari Tan Ki, orangtua itu langsung menjatuhkan
dirinya di samping Cian Cong dan duduk bersila dengan mata terpejam.
Mendengar ucapannya, mula-mula Tan Ki agak tertegun. Kemudian dia mengiakan dan
mengajak gadis itu berjalan menuju belakang bukit. Pemandangan malam di daerah
perbukitan mempunyai keindahan tersendiri. Apalagi saat ini, hari belum seluruhnya gelap.
Di ujung langit masih tersisa segaris cahaya keemasan. Begitu mempesonakan laksana
selembar lukisan karya seniman-seniman terkenal. Angin sejuk bertiup dari arah depan,
pikiranpun menjadi nyaman seketika.
Tan Ki merasa kelelahannya selama beberapa hari berturut-turut karena mengalami
berbagai kejadian hebat menjadi lenyap seketika. Dia memalingkan wajahnya menatap
Mei Ling kemudian beralih lagi memandang Liang Fu Yong. Yang satu berwajah cantik dan
halus seperti anak-anak, bertubuh padat tapi tidak gemuk. Sedangkan yang satunya lagi
agak kurus namun menampilkan kesan kecantikan seorang wanita yang sudah matang.
Kedua-duanya semakin dilihat semakin menawan. Tanpa terasa dia mengulurkan sepasang
tangannya dan menggandeng kedua gadis itu di kiri kanan. Bibirnya mengembangkan
seulas senyum kebahagiaan.
“Dapat memperoleh cinta kasih serta perhatian cici berdua, siaute rasanya ketiban
rembulan dan bagai hidup dalam surga tingkat sembilan…”
Liang Fu Yong mencibirkan bibirnya.
“Lihat tebalnya mukamu itu, kata-kata seperti itu sanggup dicetuskan. Dendam
kematian ayah belum terbalas, beban berat masih belum terlepas dari pundak. Semua
orang sudah dibikin sibuk sedemikian rupa, ceroboh sedikit saja malah ada bahaya yang
menyangkut selembar nyawa. Dalam keadaan sekarang, Cian Locianpwe justru
memikirkan keselamatan dirimu sehingga tidak memperdulikan dirinya yang menjabat
sebagai panitia penyelenggara Bulim Tayhwe, menyusulmu ke Pek To San. Saat ini ia
malah terluka begini parah, tetapi kau masih mempunyai kegembiraan hati memikirkan…”
Mata Tan Ki membelalak lebar-lebar. Melihat mata Liang Fu Yong yang sudah
mengembangkan air mata, dia langsung terlonjak kaget.
“Cici, kenapa kau menangis? Aku hanya teringat cinta kasih dan perhatian yang kau
berikan padaku beberapa waktu yang lalu dan tanpa sengaja mencetuskan perasaan hati.
Aku sama sekali tidak berniat membuat Cici menjadi sedih sedemikian rupa.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air mata Liang Fu Yong malah mengalir semakin deras mendengar perkataannya.
“Kalau kau masih bisa mengingat kenangan yang lalu, seharusnya kau tahu siapa diriku
ini…”
Tan Ki menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
“Saat dulu sudah lewat, sekarang lain lagi. Masing-masing mempunyai situasi yang
berbeda. Kau tidak boleh membanding-bandingkannya lagi. Apakah kau tahu apa isi surat
yang diberikan oleh Tian Bu Cu Locianpwe agar kau sampaikan kepada Cian Locianpwe?”
Liang Fu Yong menggelengkan kepalanya.
“Aku masih ingat dengan jelas. Tian Bu Cu Locianpwe menyuruh aku
menyampaikannya pada Cian Locianpwe. Benda milik orang lain, mana boleh sembarang
kita membuka dan membaca isinya. Tentang apa yang tertulis di dalamnya, sudah barang
tentu aku tidak dapat menduga.”
Tawa Tan Ki semakin lebar.
“Biar aku memberitahukannya kepadamu. Di dalam surat itu tertulis jelas bahwa Cian
Locianpwe harus memperhatikan gerak-gerikmu. Apabila kau benar-benar dapat berubah
menjadi orang baik-baik dan tidak mengulangi lagi perbuatanmu yang dulu, maka
orangtua itu berniat menerima engkau sebagai muridnya.”
Mendengar kata-kata Tan Ki, tubuh Liang Fu Yong langsung bergetar sedikit. Hatinya
merasa terkejut sekaligus gembira.
“Apakah semua yang kau katakan ini benar?”
Beberapa kata yang singkat tercetus dari mulutnya, namun memerlukan waktu yang
cukup lama karena dia menanyakan dengan sepatah-sepatah. Hal ini membuktikan bahwa
perasaan gadis ini demikian terharunya sehingga hampir tidak sanggup mengucapkan
kata-kata dengan sempurna.
Sekali lagi Tan Ki tersenyum lembut.
“Selamanya Siaute paling tidak suka berdusta. Penjelasan terperincinya bagaimana,
kelak kau akan tahu sendiri dan bagaimana kau bisa bertemu dengan Locianpwe ini?”
Mula-mulanya aku bersama Liang Cici melihat pesan yang ditinggalkan oleh si pengemis
cilik Cu Cia. Saking paniknya kami sampai menangis kebingungan. Kau ini memang paling
egois, melakukan hal apapun selalu tidak pernah berpikir panjang dulu, juga tidak perduli
bagaimana perasaan orang mengetahui kau tiba-tiba mengikuti Oey Kang ke Pek To San.”
kata Mei Ling sambil pura-pura mendelik kepadanya. Tan Ki tertawa getir.
“Sejak aku tahu siapa musuh besarku yang sebenarnya, hawa amarah di dalam dada ini
hampir meledak. Rasanya aku tidak dapat mengendalikan perasaanku lagi. Ingin sekali
aku menghantam mati Oey Kang dalam satu gebrakan, sehingga aku dapat membalaskan
dendam bagi kematian ayahku yang tragis. Tetapi aku benar-benar tidak tahu kalau iblis
itu sudah mempunyai rencana yang jahat. Dia sengaja memanas-manasi hatiku, agar aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terperangkap dalam siasat yang dijalankannya. Dia tahu ibuku pasti mencemaskan
keadaanku dan tanpa berpikir panjang lagi akan menyusul aku ke Pek To San.” perlahanlahan
dia menarik nafas panjang baru kemudian melanjutkan kembali. “Saat itu, aku
hanya mengikuti hawa emosi yang ada di hati. Tanpa memperdulikan hal lainnya, kuikuti
Oey Kang yang mengajakku bertarung di Pek To San. Sebelum aku sempat masuk ke
pintu gerbang perkampungan tersebut, Tian Bu Cu Locianpwe tiba-tiba muncul di sana
dan memerintahkan agar aku berhenti sebentar. Kemudian orangtua itu memberitahukan
kepadaku tentang rencana jahat Oey Kang. Dengan demikian aku baru tersadar. Aih,
seseorang apabila sudah mengalami sesuatu, pengetahuannya serta pengalamannya baru
bisa bertambah. Siaute tidak menyangka karena urusan ini malah membuat Cici berdua
jadi berduka, lain kali aku tidak akan sembrono lagi.”
Liu Mei Ling mendengar nada bicaranya begitu polos dan kekanak-kanakan, tanpa
dapat ditahan lagi dia jadi tertawa geli.
“Sekarang kau baru mengucapakan kata-kata seperti itu, bukankah sudah agak
terlambat. Karena urusanmu, Ibu cepat-cepat menyusul. Kemungkinan besar mereka
sudah sampai di Pek To San sekarang.”
Mendengar kata-katanya, Tan Ki tiba-tiba teringat akan sesuatu hal.
“Tadi kalian bilang bahwa kalian bisa menyusul ke tempat ini karena menemukan pesan
yang ditulis oleh Cu Hengte. Kalau begitu seharusnya Ibu dan Cu Hengte sekalian lebih
dahulu sampai di Pek To San daripada kalian. Mengapa sekarang berbalik mereka yang
tertinggal di belakang, sedangkan kalian sudah sepanjang hari sampai di sini, memangnya
kalian bisa terbang?” tanyanya penasaran.
“Apa yang kau duga sedikitpun tidak salah. Ketika aku dan Liang Cici baru
meninggalkan Tok Liong-hong, kami berdua menemui suatu kejadian yang ajaib. Ada
seorang gadis cilik berusia kurang lebih enam belasan tahun. Dia menunggang seekor
elang raksasa yang warna bulunya indah sekali. Dialah yang mengantar kami ke Pek To
San…”
Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba dari atas kepala terdengar suara panggilan yang
merdu, “Nona…! Nona…!”
Tan Ki dan Mei Ling mendongakkan kepalanya dalam waktu yang bersamaan. Tampak
seekor burung kakaktua yang bulunya berwarna hijau berkilauan sedang bertengger di
atas sebatang pohon yang jaraknya tidak jauh dari tempat mereka berada. Tan Ki melihat
burung itu sangat lucu dan pandai pula berbicara bahasa manusia. Saat itu juga jiwa
kekanak-kanakannya timbul kembali. Dia mengeluarkan sebuah bola besi berbentuk kecil
dari dalam sakunya.
“Mei Ling, burung itu sungguh indah, biar aku timpuk dia supaya jatuh ke bawah dan
akan kuhadiahkan sebagai mainan untukmu.”
Wajah Mei Ling langsung berubah mendengar ucapannya.
“Tan Koko, jangan…!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru mengucapkan sepatah kata, namun sudah terlambat. Senjata rahasia di tangan
Tan Ki sudah disambitkan keluar, melesat bagai bintang yang meluncur dan bercahaya
terang serta dengan cepat terbang ke atas.
Burung kakaktua itu masih belum tahu kalau ada seseorang yang membokong dirinya.
Apalagi Tan Ki menimpuknya dengan tenaga dalam yang sudah dikerahkan ke
pergelangan tangan. Ketika burung kakaktua itu menyadari adanya bahaya, ia segera
mengepakkan sayapnya terbang ke atas, tetapi senjata rahasia yang meluncur cepat itu
sudah mencapai sasarannya. Dengan tepat menghantam sayap kirinya. Tampak kilauan
berwarna hijau bergerak, beberapa helai bulunya langsung rontok dan berjatuhan ke
bawah. Hembusan angin membuat bulu-bulu itu melayang-layang, indah sekali.
Begitu sayapnya terkena senjata rahasia Tan Ki, tubuh burung kakaktua itu agak
limbung kemudian jatuh ke bawah kurang lebih lima depa, tetapi dalam sekejap mata dia
mengepakkan sayapnya kembali dan langsung terbang pergi.
Tan Ki berlari ke depan kemudian memunguti beberapa helai bulu yang terjatuh di atas
tanah, dia melihat ada bekas darah pada bulu-bulu itu. Dia jadi menarik nafas panjang
berkali-kali.
“Sayang sekali, tidak disangka burung sekecil itu memiliki tenaga demikian kuat. Dalam
keadaan terluka dia masih sanggup mengepakkan sayapnya untuk melarikan diri. Aku
justru tidak berani menimpuk bagian tubuh yang membahayakan…” di saat berkata tanpa
sengaja dia mendongakkan wajahnya, tiba-tiba dia melihat Mei Ling berdiri
memandanginya dengan termangu-mangu. Wajahnya murung sekali dan matanya tidak
berkedip menatap ke arah bulu-bulu di tangannya.
Melihat sikap istri yang baru dinikahinya itu, Tan Ki merasa heran sekali.
“Mei Ling, kenapa kau?”
Perlahan-lahan Mei Ling menarik nafas satu, kali. Sepasang alisnya mengerut.
“Kau sudah mendatangkan bencana besar!”
Tan Ki jadi tertegun.
“Apa? Masa menimpuk seekor burung dengan senjata rahasia saja bisa mendatangkan
bencana besar?”
Liang Fu Yong mengulurkan tangannya menyambut beberapa helai bulu dari tangan
Tan Ki. Lambat laun mimik wajahnya menjadi kelam luar biasa. Tan Ki semakin heran
melihat sikap kedua gadis itu. Baru saja dia ingin bertanya, tiba-tiba Liang Fu Yong sudah
mendongakkan wajahnya dan mengajukan pertanyaan kepada Mei Ling, “Apakah adik Ling
sudah melihat dengan jelas bahwa burung tadi sama dengan burung yang kita lihat itu?”
Mei Ling menganggukkan kepalanya dengan tegas.
“Malam itu ketika bertemu dengan si gadis berpakaian putih yang misterius, Siaumoay
sudah menanam kesan yang dalam. Burung kakaktua bernama Liok Giok yang bertengger
di atas bahunya lebih-lebih tidak pernah Siaumoay lupakan. Sayangnya Tan Koko bergerak
terlalu cepat sehingga Siaumoay tidak keburu lagi mencegahnya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali lagi dia menarik nafas panjang-panjang. Melihat mimik wajah Liang Fu Yong
yang menyiratkan kepanikan dan saat ini sedang memejamkan matanya merenung, Mei
Ling melanjutkan lagi kata-katanya, “Siaumoay dengar dari budaknya yang bernama Mei
Hun bahwa majikannya ingin pergi ke Thai San melihat matahari terbit. Mengapa
orangnya sudah pergi, burungnya malah tetap tertinggal di sini?”
Liang Fu Yong menggelengkan kepalanya.
“Manusia-manusia yang aneh seperti kaum dewata ini, selalu melakukan tindakan yang
tidak terduga oleh pikiran kita. Apalagi gadis berpakaian putih yang wajahnya tertutup
cadar itu. Dirinya benar-benar mirip dengan dewi-dewi yang sering kita lihat dalam
lukisan-lukisan. Penampilannya begitu anggun dan suci. Mungkin Tian Bu Cu Locianpwe
yang disebut manusia setengah dewa juga tidak dapat menandinginya. Sekarang urusan
sudah terlanjur. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, yang dapat kita lakukan hanya melihat
perkembangannya saja. Tetapi sebelumnya lebih baik kita ceritakan urusan ini kepada Tian
Bu Cu Locianpwe, mungkin kita bisa merundingkan sesuatu sebagai jalan keluar yang baik.
Orangtua itu berpengetahuan luas, hampir seluruh wilayah di Tionggoan ini sudah
dijelajahinya. Siapa tahu majikan pemilik burung kakaktua itu pernah berjodoh dengannya
sehingga saling mengenal atau setidaknya Tian Bu Cu Locianpwe pernah mendengar tokoh
yang satu ini.”
Tan Ki mendengar kedua gadis itu berbicara, setiap ucapan mereka seakan
mengandung makna yang dalam. Lagipula wajah mereka begitu murung sehingga sekali
lihat saja dapat diketahui bahwa mereka benar-benar mencemaskan suatu masalah yang
serius. Tanpa dapat ditahan lagi matanya membelalak lebar-lebar. Dia menatap Mei Ling
beberapa saat kemudian tatapan matanya beralih kepada Liang Fu Yong. Wajahnya
menampilkan kesan seperti orang yang kebingungan.
Liang Fu Yong memandang Tan Ki sambil tersenyum simpul.
“Adik Ki, burung yang tadi kau timpuk dengan senjata rahasia bernama Liok Giok.
Burung itu merupakan peliharaan seorang manusia yang sangat misterius. Malam itu
ketika kami mencari jejakmu, kami berlari sejauh empat puluh li dan sampai di sebuah
lembah yang terpencil. Kebetulan kami bertemu dengan seorang gadis berpakaian putih
dan pelayannya yang sedang duduk beristirahat. Karena kebaikkannya, kami diantarkan ke
Pek Hun-ceng dengan menunggang seekor elang raksasa. Perjalanan sejauh ribuan li
dapat ditempuh oleh binatang itu dalam waktu yang singkat. Bahkan Cian Locianpwe yang
sudah berangkat lebih dulu setengah hari sebelum kami, masih belum sampai juga.”
Mendengar nada ucapan Liang Fu Yong, tampaknya dia sangat menghormati si gadis
berpakaian putih. Hatinya mulai merasa urusan ini memang luar biasa sekali. Sejak
berkecimpung di dunia persilatan sampai sekarang, waktunya sudah lebih dari setengah
ta-hun. Secara berturut-turut dia menemui tokoh-tokoh yang aneh dan memiliki ilmu
tinggi. Wataknya tidak sekeras dan seangkuh dulu lagi. Setelah mendengar keterangan
Liang Fu Yong, sepasang alisnya langsung terjungkit ke atas.
“Meskipun Siaute menimpuk burung peliharaannya sehingga terluka, tetapi aku bukan
melakukannya dengan sengaja. Seandainya dia memang seorang locianpwe yang
termasuk tokoh sakti dan misterius. Rasanya masih bisa dijelaskan secara baik-baik.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seraya berbicara, ketiga orang itu berjalan menuju tempat semula. Tampak si pengemis
sakti sedang bersandar pada sebuah batu besar dan beristirahat dengan mata terpejam.
Wajahnya yang pucat pasi menandakan bahwa luka yang dideritanya masih belum
menunjukkan perubahan apa-apa. Sedangkan Tian Bu Cu duduk di sampingnya
termenung-menung tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sejak mengetahui bahwa tokoh
aneh yang memiliki ilmu tinggi ini sedang menguji ketabahannya dengan maksud ingin
menerimanya sebagai murid, Liang Fu Yong terlebih-lebih tidak berani banyak bertingkah.
Dengan sopan dan tenang dia berdiri di samping dan membiarkan Mei Ling yang
menceritakan tentang diri Tan Ki secara tidak sengaja menimpuk Liok Giok sehingga
terluka. Mei Ling mengisahkan semuanya secara terperinci dan juga memberitahukan raut
wajah dan tampang si gadis berpakaian putih beserta pelayannya. Tentu saja Mei Ling
tidak dapat melihat jelas wajah si gadis berpakaian putih karena tertutup sehelai cadar
yang tipis.
Tian Bu Cu memejamkan matanya menguras otak beberapa saat, tetapi dia tetap tidak
dapat menduga asal-usul gadis tersebut, kemudian dia membuka matanya kembali sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalau benar apa yang kalian katakan, maka gadis berpakaian putih itu pasti
mempunyai riwayat hidup yang hebat. Asal-usulnya pasti luar biasa sekali. Tetapi saat ini,
di seluruh sungai telaga, baik utara maupun Selatan, rasanya tidak ada tokoh seperti yang
kalian…” berkata sampai di sini, tiba-tiba sepasang alisnya berkerut dan ucapannya
langsung terhenti.
Tiba-tiba dari angkasa terdengar suara pekikan yang aneh, kumandangnya terdengar
sampai jauh dan suaranya bening nyaring. Wajah Liu Mei Ling dan Liang Fu Yong berubah
seketika mendengarnya. Cian Cong dan Tan Ki tampaknya sudah merasa kehadiran
sesuatu yang mengejutkan. Menyusul kemudian suara siulan yang panjang dan tidak
terhenti-henti. Di balik suara tersebut juga terdengar suara keliningan yang terus
berdenting. Tian Bu Cu mengibaskan lengan pakaiannya lalu melonjak bangun.
Dalam sekejap mata, di antara pepohonan yang lebat di sebelah selatan terdengar
suara seorang gadis yang bening dan kekanak-ka-nakkan.
“Siapa orangnya yang melukai Liok Giok peliharaan majikanku? Cepat keluar dan jawab
pertanyaanku!”
Sepasang alis mata Tan Ki langsung terjangkit ke atas. Baru saja dia ingin membuka
mulut, Liang Fu Yong sudah menarik lengannya dengan gugup. Gadis itu membisikkan
beberapa patah kata, akhirnya Tan Ki dapat juga menahan hawa emosi dalam hatinya.
Kemudian terdengar suara angin kencang menderu-deru. Di hadapan mereka telah
berdiri seorang gadis remaja dengan rambut dikepang dua dan mengenakan pakaian
berwarna hijau. Wajahnya cantik sekali, usianya paling banter enam belasan tahun,
bibirnya merah dan mungil. Tetapi ketika dia melihat Mei Ling dan Liang Fu Yong yang
berdiri di samping Tian Bu Cu, perasaan marah langsung tersirat di wajahnya. Matanya
mendelik lebar-lebar.
“Aku kira siapa orangnya, ternyata rombongan kalian. Malam itu di lembah yang
terpencil, dengan baik hati kami mengantarmu ke mari. Sekarang air susu malah dibalas
dengan air tuba. Dasar manusia tidak mengenal budi. Memangnya apa kesalahan Liok
Giok kepada kalian sehingga kalian sampai hati melukainya sedemikian rupa. Kalian benarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
benar tidak boleh diberi ampun! Siapa yang melukainya cepat menggelinding keluar, aku
akan mematahkan sebuah lengannya untuk membalaskan dendam bagi Liok Giok!”
Tian Bu Cu mendengar ucapan gadis remaja itu sangat ketus dan tajam menusuk.
Sikapnya malah semakin tenang dan lembut.
“Mohon tanya kepada Nona kecil ini, entah siapa nama majikanmu yang mulia? Entah
berasal dari perguruan mana? Siapa tahu Pinto dengan dia pernah berjodoh sehingga
pernah saling mengenal di suatu tempat. Kalau Nona kecil ini bisa memberitahukan, biar
Pinto yang tampil dan menjelaskan urusan ini kepadanya. Jangan sampai gara-gara seekor
burung saja, hubungan persahabatan jadi retak.”
Sepasang mata gadis itu mengerling ke sana ke mari sekilas. Kemudian berhenti pada
wajah Tian Bu Cu.
“Majikanku tidak mungkin saling mengenal dengan kalian. Kau juga tidak usah ikut
campur dalam urusan ini. Aku juga tidak ada waktu bersilat lidah denganmu. Pokoknya
siapa yang melukai Liok Giok, cepat keluar! Jangan sampai aku melukai orang yang tidak
ada sangkut pautnya dengan masalah ini!”
Ucapannya ini benar-benar menusuk, boleh dibilang sangat menghina. Tan Ki yang
mendengarnya tidak dapat menahan kesal lagi. Dia segera melangkah lebar ke depan dan
berdiri dengan dada membusung.
“Berapa sih harganya seekor burung? Mengapa kau demikian kasar dan sombong.
Kalau burung itu memang peliharaan kalian, seharusnya kalian kurung dia dalam sangkar
dan jangan biarkan dia bebas berkeliaran ke mana-mana. Cayhe memang yang
menimpuknya dengan senjata rahasia, tetapi aku tidak sengaja. Apakah majikanmu orang
yang sama sekali tidak ada pengertiannya?” sahutnya dengan nada sinis.
Gadis berpakaian hijau itu mendengus dingin satu kali. Tampak tubuhnya berkelebat
dan tahu-tahu orangnya sudah menerjang datang. Dengan jurus Angin Menghembus
Dedaunan Rontok, serangannya dengan hebat meluncur ke arah Tan Ki. Gerakannya gesit
dan ringan, kecepatannya bagai kilat.
Tan Ki hanya merasa ada segulung angin berbau harum yang menerpa ke arahnya.
Gadis itu sudah menerjang ke arahnya. Dalam sesaat itu apabila dia ingin mengerahkan
jurus menangkis, tentu tidak sempat lagi. Cepat-cepat dia memiringkan tubuhnya
kemudian menerobos keluar ke sebelah kiri.
Tian Bu Cu mengibas lengan jubahnya, serangkum angin yang kencang langsung
terpancar keluar. Meskipun gadis berpakaian hijau itu memiliki berbagai ilmu serta
kepandaian yang aneh-aneh, tetapi dia belum mengerahkannya. Satu hal yang pasti,
kekuatan tenaga dalamnya masih terpaut jauh apabila dibandingkan dengan Tian Bu Cu.
Begitu angin pukulan memancar, kain pengikat pinggangnya sampai melambai-lambai,
orangnya sendiri sampai tergetar mundur satu langkah. Seandainya Tian Bu Cu tidak
melihat keadaan yang mendesak sehingga terpaksa turun tangan, kemungkinan besar Tan
Ki sulit meloloskan diri dari pukulan gadis tersebut.
Gadis berpakaian hijau itu tampaknya tidak menyangka kalau tosu tua yang ada di
hadapannya mempunyai kekuatan tenaga dalam yang begitu dahsyat. Untuk sesaat dia
jadi termangu-mangu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tian Bu Cu mengembangkan seulas senyuman yang lembut.
“Usiamu masih begitu muda, mana boleh sembarangan bergerak melukai orang?
Melukai seekor burung kakaktua, meskipun merupakan binatang peliharaan yang paling
disayangi oleh majikanmu, tetap harus dilihat dari alasannya. Masa benar-benar ingin
orang menggantinya dengan selembar nyawa?”
Sejak mengetahui urusan, si gadis berpa-kain hijau belum pernah menemukan
lawannya. Kecuali sering dikalahkan oleh majikannya sendiri, mana pernah dia kena
batunya seperti sekarang ini? Begitu kesalnya gadis itu sehingga kelopak matanya menjadi
merah dan hampir mengeluarkan suara tangisan yang meraung-raung. Setelah
membentak keras, tubuhnya kembali menerjang ke depan. Sasarannya kali ini bukan lagi
Tan Ki, melainkan tokoh sakti dari Bu Tong San, Tian Bu Cu.
Tangan kiri mengerahkan jurus Naga Mengibaskan Ekor, sedangkan tangan kanan
mengerahkan jurus Petir Menyambar Atap Ramah. Kedua serangan itu dilancarkan dalam
waktu yang bersamaan. Baru saja terlihat pakaiannya yang berwarna hijau berkelebat,
tahu-tahu kedua serangannya sudah meluncur tiba.
Tian Bu Cu melihat gerakan tangannya begitu gesit dan cepat bagai kilat. Tanpa terasa
hatinya juga bergetar. Cepat-cepat dia mengangkat jubahnya dan mencelat mundur
sejauh tiga langkah.
Tiba-tiba terlihat gadis berpakaian hijau itu melesat ke udara. Di tengah-tengah
tubuhnya berjungkir balik dengan kepala di bawah dari kaki di atas. Dia meluncur turun
dengan gerakan berputar dan melintir-lintir seperti gasing dan tahu-tahu bayangan
tubuhnya seperti menjadi banyak bahkan tak terhitung jumlahnya.
Meskipun Tian Bu Cu merupakan seorang tokoh Bulim yang dapat dianggap sebagai
salah satu yang tersakti saat ini dan mempunyai pengetahuan yang maha luas, namun dia
tidak dapat menduga jurus apa yang dimainkan gadis itu. Terpaksa dia mengibaskan
lengan jubahnya dan mengerahkan sebuah jurus yang telah membuat namanya menjadi
terkenal yakni Kibasan Lengan Besi. Serangkum angin yang kencang terpancar keluar dari
kibasan lengan jubahnya dan dihantamkan ke arah bayangan-bayangan yang terlihat di
udara.
Kibasan Lengan besi merupakan salah satu ilmu pusaka dalam Bu Tong Pai. Seluruh
kekuatan tenaga dalam dikerahkan ke lengan baju sehingga kaku bagai lempengan besi.
Bukan hanya kekuatannya yang hebat dan aneh, setiap kali sudah mendekat pasti sulit
dihindari, lagipula angin yang terpancar keluar juga tajam bagai gunting. Lawan yang
terhantam tenaga tersebut, besar kemungkinan akan melayang nyawanya.
Watak gadis itu terlalu sombong, dia tidak sudi mengalah begitu saja. Saat ini diamdiam
dia mengerahkan tenaga dalamnya ke telapak tangan sehingga memberat ke bawah
dan bagai kilat dia menyambut serangan tersebut.
Begitu kedua kekuatan saling membentur, hati gadis berpakaian hijau itu langsung
tergetar. Hampir saja dia tidak dapat mempertahankan diri. Sekarang dia baru sadar
bahwa kekuatan tenaga dalamnya masih terpaut jauh dengan tosu tua tersebut. Cepatcepat
dia menghimpun hawa murninya untuk melindungi tubuh dan berjungkir balik sekali
lagi. Dengan membiarkan dirinya didorong oleh kekuatan tenaga Tian Bu Cu,,tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayang lagi ke atas, kemudian pada jarak kurang lebih tiga empat depaan baru
melayang turun kembali.
Meskipun ilmu Kibasan Lengan Besi milik Tian Bu Cu ini mempunyai pengaruh kekuatan
yang hebat, tetapi juga memboroskan hawa murni. Selesai mengerahkannya, wajah
orangtua itu tampak agak berubah. Cepat-cepat dia menarik nafas panjang-panjang
kemudian memejamkan matanya sambil mengatur pernafasan dan tidak berani langsung
melancarkan serangan.
Tiba-tiba setitik sinar terang sepert berkelebat dalam benaknya. Dia teringat akan
seseorang dan sepasang matanya langsung terbuka lebar-lebar.
“Apakah kau murid dari Ming San Sinni (Rahib suci dari Ming San) Fu Goat Taisu?”
Tampak si gadis itu agak tertegun beberapa saat.
“Ilmu agama Sinni tiada batasnya, bagaimana mungkin beliau mempunyai seorang
murid seperti aku ini? Aku…” tiba-tiba, dia menghentikan kata-katanya, seolah ada sesuatu
yang kurang tepat. Cepat-cepat dia menghentikan ucapannya dan mengibaskan kepang
rambutnya ke belakang. Setelah terdiam beberapa saat dia melanjutkan kembali katakatanya,
“Kau tidak usah perduli siapa diriku ini. Aku hanya ingin membawa orang yang
melukai Liok Giok. Kalau kau tosu tua masih mencoba menghalangi, aku benar-benar akan
mengadu jiwa denganmu!”
Tian Bu Cu tersenyum lembut. Belum lagi sempat dia membuka mulut, Tan Ki sudah
berjalan keluar dengan mimik wajah menunjukkan kemarahan hatinya.
“Kau gadis cilik ini memang hebat sekali. Entah ke mana kau akan membawa diriku?”
“Liok Giok adalah burung kesayangan majikanku. Orang dari rombongan kalian yang
melukainya, sedangkan luka yang dideritanya parah sekali. Aku telah melayani majikanku
selama bertahun-tahun, tetapi belum pernah ‘aku melihat beliau begitu marah. Tadi kau
sudah menyambut jurus seranganku, mungkin dalam hati kau sendiri mengerti. Meskipun
tenaga dalamku belum cukup sempurna, tetapi dalam gerakan maupun jurus-jurus, aku
tidak kalah olehmu. Kalau pertarungan kita diteruskan, belum tentu aku akan mengalami
kekalahan.’Seandainya aku tidak dapat membawa orang yang melukai Liok Giok, sebentar
lagi beliau tentu akan datang sendiri, pada waktu itu urusan semakin sulit diselesaikan.
Biarpun kalian beberapa orang bergabung jadi satu, rasanya juga bukan tandingan
majikanku itu. Aku pikir, lebih baik suruh orang yang melukai Liok Giok itu mengikuti aku
menemui majikan. Paling-paling juga hanya mendapat sedikit hukuman darinya. Kata-kata
yang kuucapkan ini keluar dari hati yang tulus. Kalau kalian tetap tidak percaya, boleh saja
coba-coba!”
Mendengar keterangannya, Tian Bu Cu menjadi serba salah. Apabila membiarkan Tan
Ki pergi seorang diri menghadap majikan gadis ini, otomatis hatinya khawatir sekali. Kalau
dia mencegah Tan Ki pergi, sebentar lagi apabila majikannya benar datang, kemungkinan
akan terjadi pertumpahan darah baru bisa menyelesaikan urusan. Gadis berpakaian hijau
itu hanya salah seorang budaknya, tetapi ilmu silat yang dikuasainya sudah demikian
tinggi. Hal ini membuktikan bahwa majikannya pasti seorang tokoh yang luar biasa.
Pikirannya terus bekerja. Semakin lama hatinya semakin bingung. Kedua pilihan itu
sama-sama berat baginya. Untuk sesaat, tokoh aneh yang memiliki ilmu tinggi ini juga jadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebingungan dan tidak tahu keputusan apa yang harus diambilnya. Dia menundukkan
kepalanya merenung dan untuk sekian lama tiT dak mengucapkan sepatah katapun.
Justru ketika dia merasa serba salah, tiba-tiba terdengar Tan Ki tertawa terbahak-bahak
dan berkata kepada si gadis berpakaian hijau.
“Kalau kau sudah berkata demikian, aku akan mengikutimu untuk menemui majikanmu
itu. Aku ingin lihat bagaimana dia akan menghukum diriku!”
Mendengar Tan Ki bersedia ikut dengannya, wajah gadis itu yang tadinya menunjukkan
kemarahan langsung berubah menjadi berseri-seri. Dia mengembangkan seulas senyuman
yang manis sekali.
“Kalau kau sudah bersedia ikut denganku, maka segala kesulitan tidak mungkin sampai
terjadi. Jangan sampai dipaksa dengan kekerasan yang akhirnya menimbulkan adu senjata
tajam. Aku juga percaya kalau kau adalah seorang Kuncu (Laki-laki sejati). Sekarang ini
tidak mungkin aku membawamu menemui majikan. Malam ini ketika rembulan tepat
berada di atas kepala, kita akan bertemu lagi!” dengan suara rendah kembali gadis itu
kembali menjelaskan kepada Tan Ki arah yang harus diambilnya dan tempat di mana
mereka harus bertemu nanti malam. Setelah itu dia menjura dalam-dalam kepada Tian Bu
Cu, lalu membalikkan tubuh berlari ke depan. Ketika baru berjalan kurang lebih dua puluh
depaan, tiba-tiba dia menolehkan kepalanya kembali dan berkata kepada Tan Ki, “Ingat,
ketika kau pergi nanti malam, jangan ajak siapapun. Majikanku paling benci bertemu
dengan kalian kaum laki-laki…!”
Suaranya terdengar dari jelas sehingga menjadi sayup-sayup kemudian menghilang.
Orangnya sendiri sudah membelok ke dalam sebuah lembah dan tidak terlihat lagi.
Kemudian terdengar lagu suara angin berderu-deru yang meninggi ke atas. Beberapa
orang itu segera mendongakkan kepala, entah dari sebelah mana tiba-tiba melayang
terbang dengan kecepatan tinggi seekor elang raksasa. Sayapnya mengepak-ngepak
sehingga menimbulkan suara angin yang keras. Kecepatannya bagai kilat yang
menyambar di musim hujan. Dalam sekejap mata saja, burung itu hanya tinggal sebuah
titik hitam yang kemudian menghilang di kejauhan.
Saat ini, Tian Bu Cu serasa lega kembali. Dia menghembuskan nafas panjang-panjangdan
berjalan perlahan-lahan mendekati Cian Cong. Tanpa sengaja dia mendongakkan wa?
jahnya. Tampak Mei Ling dan Liang Fu Yong masih mengerutkan sepasang alisnya dan
mimik wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir yang dalam. Orangtua itu tahu
mereka mencemaskan diri Tan Ki yang telah berjanji akan bertemu dengan majikan si
gadis cilik itu malam nanti. Apakah dirinya akan selamat atau bahaya masih sulit
dipastikan. Dia tersenyum kecil, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Perlahan-lahan dia
kembali memejamkan matanya dan merenung memikirkan cara untuk menyelamatkan
nyawa si pengemis sakti Cian Cong.
Waktu di pegunungan lebih cepat berlalu. Sebentar saja sudah masuk kentungan
pertama. Tan Ki memohon diri kepada Tian Bu Cu dan yang lainnya. Dia juga
memberitahukan tujuan yang akan didatanginya nanti, serta tempat di mana majikan
gadis itu berada. Seorang diri dia meninggalkan padang rumput tersebut dan bersiap-siap
menemui gadis berpakaian putih. Tidak disangka ketika dia baru masuk ke dalam rumah
penginapan, dia telah bertemu dengan rombongan si pengemis cilik dan kawan-kawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mendengar cerita Tan Ki dari awal hingga akhir, sepasang alis si pengemis cilik
Cu Cia langsung mengerut. Hatinya gelisah sekali.
“Kalau Tan-heng sudah mengadakan perjanjian dengan Tian Bu Cu Locianpwe untuk
bertemu di tempat ini, maka secara langsung atau tidak, pasti dapat mengurangi berbagai
kesulitan. Tetapi luka yang diderita suhuku demikian parah, aku takut dia tidak sanggup
bertahan lebih lama lagi.”
Sam Po Hwesio mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Kau benar-benar banyak berpikir hal yang bukan-bukan sehingga mendatangkan
kesulitan bagi diri sendiri. Tenaga dalam Cian Su-pek telah dilatih sampai taraf yang tidak
terkirakan tingginya. Sedikit luka kecil seperti itu mana mungkin berakibat apa-apa bagi
dirinya. Di dalam dunia Kangouw saat ini, kecuali Tian Bu Cu Locianpwe, tidak ada orang
kedua lagi yang lebih hebat darinya. Siau Hente berani menjamin bahwa luka itu tidak
mungkin sampai merenggut nyawanya.”
Tiba-tiba Ceng Lam Hong bangkit berdiri. Dia membungkukkan tubuhnya rendahrendah
kepada si pengemis cilik Cu Cia.
“Watak Hiantit benar-benar berjiwa besar. Setiap hari selalu tersenyum riang. Benarbenar
seorang sahabat yang susah dicari keduanya. Belum lagi kegagahanmu dalam
membantu orang lain. Rasanya aku tidak perlu bercerita panjang lebar lagi. Apalagi
Suhumu yang disebut sebagai salah satu tokoh teraneh di dunia saat ini. Demi anakku
yang tidak berbakti ini, dia orangtua sampai terluka demikian parah, keselamatan jiwanya
saat ini masih belum dapat dipastikan. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus
kukatakan kepadamu.” Ceng Lam Hong menarik nafas panjang satu kali. Ia lalu menoleh
kepada Tan Ki dan membentak dengan nada keras, “Anak tidak tahu budi! Masih tidak
lekas-lekas ucapkan terima kasih atas budi yang diberikan oleh Cu-heng dan suhunya?”
Mendengar bentakan ibunya, Tan Ki segera mengiakan dan ternyata dia benar-benar
menjatuhkan diri berlutut di hadapan si pengemis cilik Cu Cia. Tampak dia menyembah
beberapa kali. Begitu seriusnya sampai selembar wajah si pengemis cilik jadi merah
padam. Dia juga ikut-ikutan menjatuhkan diri berlutut di atas” tanah.
“Tan-heng, jangan begitu. Perbuatanmu ini benar-benar ingin membuat si tukang
minta-minta jadi orangtua secara tiba-tiba! Sambil berkata, dia juga menyembah kepada
Tan Ki. Seakan menerima penyembahan dari orang lain benar-benar akan membuat dia
menjadi tua beberapa tahun sehingga hatinya menjadi ketakutan.
Tan Ki sudah cukup lama berkecimpung dalam dunia persilatan, dia tahu orang yang
sikapnya angin-anginan dan ugal-ugalan seperti Cu Cia ini justru mempunyai hati yang
mulia dan tidak suka berhitungan. Meskipun dirinya belum lama mengenal si pengemis
cilik Cu Cia, tetapi dia juga tidak mau sengaja membuatnya marah, yang akibatnya malah
akan merusak hubungan persahabatan mereka. Akhirnya terpaksa dia tersenyum simpul
dan berdiri lagi.
Hati Goan Yu Liong tidak pernah lupa masalah mengikat tali persaudaraan dengan Tan
Ki. Melihat kedua orang itu saling menjatuhkan diri berlutut di atas tanah dan pakai acara
menyembah segala macam dengan mimik wajah serius, tiba-tiba dia tersadar dan
menepuk tangannya keras-keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ini baru hebat! Suatu kebetulan yang sulit ditemukan. Koko tukang minta-minta
mewakili kita berempat menyembah kepada Tan-heng, dengan demikian kita tidak perlu
mengadakan upacara yang rumit lagi!”
Mendengar teriakannya, mula-mula Tan Ki heran sekali. Untuk sesaat dia tidak
mengerti apa yang dimaksudkan oleh Goan Yu Liong dengan kata-katanya tadi. Akibatnya
dia jadi termangu-mangu dan memandang anak muda itu dengan mata membelalak lebarlebar.
Kemudian dia mengedarkan pandangannya ke beberapa orang yang lain dengan
tatapan mengandung pertanyaan. Yang Jen Ping langsung tertawa lebar melihat sikapnya.
“Setelah pertandingan di atas panggung, kami semua sudah melihat kehebatan ilmu silat
Tan-heng. Rasanya orang lain juga mempunyai pendapat yang sama. Lagipula sikap Tanheng
saat itu demikian gagah dan meyakinkan. Hal ini menimbulkan perasaan kagum
setiap orang. Goan Yu Liong demikian kagum terhadap ilmu Tan-heng yang tinggi dan
terus berpikir untuk mengajak Tan-heng mengikat tali persaudaraan. Bahkan aku serta
Ban Jin Bu juga mempunyai pikiran yang sama. Kami berharap seusai pertandingan nanti,
kami bisa menjalin tali persaudaraan yang lebih erat sehingga melewati suka duka
bersama-sama.”
Wajah Tan Ki jadi merah padam. Dia segera menjura dalam-dalam.
“Karena aku seorang, kalian jadi menempuh perjalanan demikian jauh, hal ini saja
sudah membuat pikiran Siaute menjadi tidak enak. Kalau Yang-heng berkata begitu, kelak
aku pasti merasa lebih berat lagi. Dapat mengikat tali persaudaraan dengan kalian,
sungguh merupakan suatu keberuntungan Siaute yang besar sekali, namun malam ini…”
Berkata sampai di sini, tiba-tiba ia seolah merasakan sesuatu hal, sepasang alisnya
bertaut erat dan mulutnya langsung membungkam.
Si pengemis cilik orangnya lebih cerdas. Dia yang pertama-tama melihat mimik wajah
Tan Ki agak aneh. Oleh karena itu dia segera bertanya, “Ada apa?” meskipun mulutnya
bertanya, tetapi sepasang matanya langsung berputar ke seluruh ruangan dan secara
diam-diam mengerahkan tenaga dalam untuk menjaga segala kemungkinan.
Setelah mempertajam indera pendengarannya sesaat, Tan Ki baru menggelengkan
kepalanya.
“Orangnya sudah pergi. Tidak ada suara apapun yang dapat dijadikan bahan
penyelidikan. Mungkin salah seorang tamu dari ruangan depan yang ingin ke kamar kecil.”
“Aku selalu merasa bahwa penginapan yang satu ini memang rada aneh. Perlukah kita
keluar menyelidikinya sebentar?”
Tan Ki menggelengkan kepalanya.
“Tidak usah. Besok sebelum matahari terbit, Tian Bu Cu Locianpwe pasti sudah
menyusul ke mari. Dia orangtua mempunyai hati yang lapang, pengetahuannya juga luas
sekali. Apabila dalam penginapan ini ada orang yang merencanakan apa-apa, pasti tidak
terlepas dari pandangan mata beliau. Sekarang ini urusan kita sendiri cukup rumit. Lebih
baik jangan sampai timbul lagi persoalan yang lain.”
Berkata sampai di sini, tiba-tiba telinganya mendengar suara langkah kaki yang ringan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu pandangan matanya dialihkan, dia melihat si gadis berpakaian hijau sedang
melangkah ke dalam ruangan di mana mereka berada. Tampak sepasang matanya yang
indah mengedar ke setiap orang. Kemudian dia mendengus dingin satu kali dan berkata
kepada Tan Ki.
“Kau ikut denganku sekarang!”
Mendadak tampak Yang Jen Ping ikut berdiri.
“Tan-heng, Siaute akan menemanimu ke sana. Sekalian lihat-lihat gadis berpakaian
putih yang menunggang elang raksasa itu. Siapa tahu aku mendapat kesempatan
berkenalan dengannya!”
“Tidak bisa!” tukas gadis berpakaian hijau. “Kalau kau ikut dengannya, malah bisa
menimbulkan masalah besar. Majikanku paling tidak suka bertemu dengan kalian kaum
laki-laki.”
Wajah Ceng Lam Hong masih tampak murung. Dia juga ikut berbicara, “Kalau begitu,
aku kan seorang wanita, tentu aku boleh menemaninya ke sana?”
“Tetap saja tidak boleh. Majikanku hanya mengijinkan aku membawa orang yang telah
melukai Liok Giok…!”
Mendengar ucapannya, Tan Ki segera membusungkan dada.
“Majikanmu adalah seorang tokoh yang sakti, tentunya manusia seperti itu mempunyai
pengertian yang dalam. Cayhe melukai Liok Giok tanpa sengaja, kalau beliau memang
hanya mengijinkan aku seorang yang menemuinya. Mari kita berangkat sekarang juga.”
dia merandek sejenak dan kemudian berkata lagi kepada Ceng Lam Hong. “Ki-ji akan
pergi bersamanya. Kalau majikannya benar-benar tidak tahu aturan dan tetap ingin aku
mengganti kerugian yang diderita burung kakaktua tersebut, paling-paling Ki-ji kehilangan
selembar nyawa. Tetapi kalau dia memang seorang
tokoh Cianpwe yang aneh, tentu tidak akan memperpanjang persoalan sekecil ini.
Pokoknya Ibu tidak perlu khawatir segala macam.”
Tiba-tiba terdengar suara siulan yang memecahkan keheningan malam. Tampak gadis
berpakaian hijau itu mengerutkan sepasang alisnya.
“Cepat jalan, kalau sampai terlambat…!”
Tampaknya dia gugup sekali. Tidak diberinya kesempatan untuk tan ki membantah
sedikit-pun, tiba-tiba dia mengulurkan tangannya mencekal Tan Ki dan mengajaknya
keluar dari ruangan tersebut.
Mungkin dia mendapat isyarat dari suara siualan tadi, tangannya yang mencekal Tan Ki
diperketat dan dia menyeret anak muda itu berlari secepat kilat. Tujuannya sudah tentu
taman bunga tersebut. Di bawah cahaya rembulan, tampak bunga-bunga bermekaran dan
membawa serangkum bau harum yang menyegarkan. Setelah melewati gunung-gunungan
yang ada di tengah-tengah, mereka masuk lagi ke dalam sebuah halaman besar. Gadis
berpakaian hijau itu menarik Tan Ki menuju ke deretan kamar yang ada di sebelah Utara.
Tampaknya gadis itu sudah menghapal daerah ini dengan baik, meskipun melangkah
dengan tergesa-gesa tetapi dia sama sekali tidak bingung atau berhenti memperhatikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan di sekitarnya. Dia langsung menying kapkan tirai yang membatasi ruangan dan
melangkah masuk.
Diam-diam Tan Ki memperhatikan keadaan dalam ruangan itu. Penataannya sangat asri
dan apik. Di depan ruangan yang membatasi kamar utama terdapat untaian tirai berwarna
putih yang terbuat dari kerang-kerangan. Pada bagian luar diletakkan beberapa buah kursi
yang disandarkan pada tembok. Di sebelah kiri duduk seorang gadis berpakaian mini
dengan sebagian pundak terbuka. Tampaknya usia gadis itu lebih muda sedikit dari si
gadis berpakaian hijau. Dalam pelukannya terbaring Liok Giok yang sedang terluka parah.
Ketika melihat si gadis berpakaian hijau membawa seseorang pulang bersamanya, dia
segera berdiri dan tersenyum manis.
“Cici Mei Hun, apakah orang ini yang melukai Liok Giok?” tanyanya dengan suara lirih.
Gadis berpakaian hijau itu menganggukkan kepalanya.
“Mana Cujin? Ke mana perginya?” tanyanya dengan suara rendah.
Gadis berpakaian mini itu menunjuk ke arah kamar utama.

Postingan terkait:

Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren

Tulisan Cerita Romantis Klasik : Dendam Iblis Seribu Wajah 5 ini diposting oleh ali afif pada hari Jumat, 21 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: support to buwel ! ::

Loading...
Comments
0 Comments