Cerita Novel Silat Dewasa Bersambung : PAB 7

AliAfif.Blogspot.Com -
Cerita Novel Silat Dewasa Bersambung : PAB 7
Cerita Novel Silat Dewasa Bersambung : PAB 7
Semuanya hanya permainan kata dan cara pandang yang diputar balikkan, disesuaikan dengan kebutuhan dari pelakunya.
Ma Songquan yang sekarang apakah bedanya dengan Ma Songquan yang dulu, sulit dikatakan, tapi yang pasti berbeda, Ma Songquan yang dulu pasti akan menepis peringatan kedua sahabatnya dengan senyum sinis, sementara pedang di tangannya tetap berkelebat memenggal sasaran. Ma Songquan yang sekarang, menghela nafas dalam-dalam, lalu menyarungkan kembali pedang yang sudah sempat setengah ditarik keluar.
Fu Shien pun menghela nafas lega, untuk sesaat nafasnya memburu karena sebelumnya tanpa sadar dia menahan nafas menanti pedang menjemput ajal.
1109
Di saat ketegangan sudah mencair itu, muncul pula Ding Tao dan rekan-rekan yang lain, memburu keluar. Mengikuti di belakang mereka, orang-orang bekas pengikut keluarga Huang yang berada di kota Jiang Ling itu. Wajah-wajah yang terlihat bersemangat dan bergembira atas kemenangan Ding Tao, berubah menjadi khawatit melihat keadaan yang menegangkan di luar.
―Ada apa?‖, tanya Ding Tao melihat suasana yang terlihat kaku.
―Kau sajalah yang cerita‖, ujar Ma Songquan sambil berjalan pergi mendekati isterinya yang tadi mengikuti Ding Tao berusaha mencari Tiong Fa.
Liu Chun Cao dan Chou Liang yang ditinggalkan, bergantian menceritakan kejadian barusan. Fu Shien mau tidak mau merasa malu juga atas tingkah laku Si Racun dari Utara, bagaimanapun juga mereka berdua berdiri di pihak yang sama beberapa saat yang lalu.
―Maafkan kami, sungguh tindakan biang racun dari Utara itu di luar sepengetahuan kami‖, ujarnya dengan wajah tersipu.
Ding Tao yang mudah jatuh kasihan pada orang segera mengulapkan tangan dan menjawab, ―Tidak perlu dipikirkan,
1110
bukan kalian yang bersalah. Lagipula apa yang sudah terjadi tidak bisa diubah. Mau ditutupi atau tidak, kenyataannya hari ini aku sudah membunuh seseorang. Siapapun dia, apakah dia ketua Partai Hoasan atau seorang pembunuh bertopeng.‖
Jawaban Ding Tao yang menyejukkan itu, menggerakkan hati Fu Shien dan rekan-rekannya. Pang Ho Man yang dari tadi diam saja, tiba-tiba bertanya,‖ Pendekar muda, apakah benar perkataan Ketua Partai Hoasan tadi, bahwa dirimu ingin maju dalam pemilihan Wulin Mengzhu yang akan diadakan kira-kira ½ tahun lagi?‖
―Rasanya pertanyaanmu itu sudah terjawab saat kami bercakap-cakap dengan pembunuh bertopeng tadi‖, jawab Ding Tao.
―Aku ingin mendengarkan ketegasanmu sekali lagi, apakah dirimu maju karena memang keinginan dari dirimu pribadi, ataukah dirimu hanya mengikuti permainan orang belaka?‖, tegas Pang Ho Man.
Berkerut dahi Ding Tao, sambil mendesah pemuda itu menjawab, ―Jika menuruti keinginan pribadi, sudah tentu aku tidak ingin maju dalam pemilihan itu. Tapi tidak benar juga jika
1111
dikatakan aku maju sebagai boneka yang digerakkan oleh orang-orang lain. Karena keinginan mereka pada satu titik bersesuaian pula dengan keinginanku.‖
―Dan apakah keinginan kalian itu?‖, kejar Pang Ho Man.
Di luar sadarnya Ding Tao menegakkan badan, suaranya tidak gemetar, tidak pula penuh perhitungan, semuanya diucapkan dengan sederhana dan wajar tanpa nada suara yang dibuat-buat, ―Perdamaian atas dasar kebenaran, keadilan dan pengampunan.‖
―Pengampunan?‖, ujar Pang Ho Man dengan nada bertanya dan alis diangkat.
―Ya, pengampunan. Kenapa?‖, tanya Ding Tao balik.
―Hmm… bagaimana keadilan bisa berjalan seiring dengan pengampunan?‖, tanya Pang Ho Man.
―Bagaimana kedamaian bisa tercapai tanpa adanya pengampunan?‖, Ding Tao bertanya balik.
Pertanyaan Ding Tao membuat mereka semua tercenung, Fu Shien akhirnya membuka mulut bertanya, ―Jika seorang anak
1112
tidak membalaskan kematian ayahnya, apakah dia bisa dikatakan berbakti? Jika hutang nyawa tidak dibayar dengan nyawa, apa bisa dinamakan adil? Jika keadilan tidak ditegakkan tentu rasa permusuhan itu tidak akan hilang, dan tidak akan ada pula kedamaian.‖
Ding Tao mengangguk setuju, ―Memang pertanyaan-pertanyaan semacam itu tentu akan sulit untuk dijawab. Tapi dendam hanya melahirkan dendam yang lain, kita semua di sini sudah pernah menyaksikan atau setidaknya sering mendengar bagaimana hal seperti itu berlanjut. Sampai-sampai muncul perkataan, membasmi rumput harus sampai ke akar-akarnya. Dengan dasar pemikiran yang kita miliki saat ini maka satu-satunya jalan yang terbuka hanyalah pembantaian habis-habisan.‖
―Lalu kapankah kedamaian itu akan tercapai? Saat kita semua mati terbunuh oleh pedang dan tinggal seorang pendekar atau satu golongan saja yang hidup dengan pedang berlumuran darah di tangannya?‖, tanya Ding Tao pada mereka yang berdiri di hadapannya dengan wajah-wajah merenung.
―Keadilan memang harus ditegakkan, seseorang yang menggunakan kekuatannya untuk menekan pihak lain, mencari
1113
keuntungan untuk diri sendiri atau golongannya, harus dihentikan. Tapi bukan berarti tidak ada pengampunan, dan hanya ada jalan kematian bagi orang tersebut. Penindasannya harus dihentikan, tapi penindasnya harus diberi kesempatan untuk memlilih jalan hidup yang baru. Dengan demikian, rantai dendam boleh diputuskan tanpa kita membiarkan ketidak adilan meraja lela.‖, ujar Ding Tao berusaha menjelaskan gambaran yang ada dalam benaknya.
―Dengan demikian, menegakkan keadilan bukanlah dimaksudkan membalaskan kejahatan dengan kejahatan yang setimpal, tapi menegakkan keadilan, diartikan sebagai menghentikan segala tindakan dan keadaan yang tidak adil.‖
―Itulah yang aku maksudkan dengan kedamaian atas dasar kebenaran, keadilan dan pengampunan.‖, ujar Ding Tao menutup uraiannya.
Lama tidak ada yang berbicara, kemudian dengan suara perlahan Fu Shien berkata, ―Kedengarannya indah, namun kenyataannya hal tersebut tidak lebih hanyalah satu impian kosong saja. Ketika pedang sudah beradu, korban selalu akan berjatuhan. Hari ini adalah salah satu contohnya, meskipun mungkin dirimu tidak ingin membunuh, kenyataannya
1114
seseorang sudah terbunuh dan akan datang orang yang akan menagih hutang nyawa ini padamu.‖
Ganti Ding Tao yang tercenung, pemuda itu memandangi pedang dan pakaiannya yang penuh noda darah. Ding Tao memandangi mayat Pan Jun yang dipapah oleh dua orang petugas keamanan, topengnya sudah terbuka dan wajahnya terlihat jelas. Beberapa jalur darah yang sudah mengering menghiasi wajahnya dengan sepasang mata yang terbuka, seakan tak percaya kematian sudah datang menjemput. Betapa kematiannya adalah sebuah kesia-siaan. Ding Tao memikirkan bakat yang dimiliki oleh orang ini, latihan berat yang tentu dia jalani bertahun-tahun lamanya untuk mengasah permainan pedangnya hingga tingkat yang sedemikian tinggi.
Perlahan pemuda itu menggelengkan kepala dan berkata lirih, seakan berkata pada dirinya sendiri, ―Entahlah, aku pun tidak tahu ke manakah jalan yang kupilih ini akan mengantarkanku. Tapi ke mana jalan yang atasnya aku memalingkan wajahku, aku tahu ke mana jalan itu menuju. Jika aku memlih jalan itu, makan yang ada hanyalah kehancuran dan kebinasaan.‖
Ding Tao kemudian memalingkan wajahnya ke arah Fu Shien dan dengan tersenyum menjawab, ―Impian tidak akan menjadi
1115
impian kosong, selama ada orang yang mau mempercayai dan memperjuangkannya.‖
Tiba-tiba terdengar Pang Ho Man tertawa terbahak-bahak, otomatis semua orang jadi memalingkan wajah pada orang ini dengan alis berkerut merasa tidak suka atau alis terangkat dengan keheranan.
Saat tawanya terhenti, Pang Ho Man tiba-tiba membungkuk hormat ke arah Ding Tao dan berkata, ―Aku Pang Ho Man, sejak aku mulai belajar ilmu silat aku sudah memiliki rencana untuk masa depanku. Dalam waktu kurang dari 10 tahun sejak saat itu, aku sudah menjadi salah seorang pengawal dalam sebuah biro pengawalan yang ternama. Hidupku sudah berkecukupan, namaku pun cukup dikenal orang. Siapa sangka, setelah semua yang kurencanakan itu kuraih, hidup terasa hampa. Aku pun memutuskan untuk meninggalkan itu semua dan mengadu nasib terjun dalam carut marutnya dunia persilatan. Tapi hal itu pun ternyata terasa membosankan.‖
Kemudian dengan nada yang sungguh-sungguh dia melanjutkan, ―Namun hari ini, mendengar perkataan seorang muda tentang impiannya yang terdengar naif, hatiku justru bergolak. Jika tuan berkenan, ijinkan aku untuk ikut dalam
1116
perkumpulan tuan, menghidupi dan memperjuangkan impian yang tuan miliki.‖
Orang banyak terdiam mendengar ucapan Pang Ho Man yang terdengar hikmat, mereka ikut bersama Pang Ho Man, menunggu jawaban dari Ding Tao. Rasa haru memenuhi dada Ding Tao, dengan suara tersendat pemuda itu lekas-lekas meraih bahu Pang Ho Man dan menegakkannya.
―Tentu saja, tentu saja, sudahlah tidak perlu terlalu banyak adat. Di antara saudara, segala macam peraturan tidak perlu terlalu dijaga dengan kaku.‖
Dengan senyum lebar, para pengikut Ding Tao yang lain mendekat dan ikut memberikan selamat pada Pang Ho Man. Tiba-tiba saja Fu Shien dan beberapa orang rekannya merasa iri dengan Pang Ho Man. Entah mengapa, dalam hati mereka muncul keinginan untuk merasakan ikatan yang sama, yang saat ini dirasakan oleh Pang Ho Man. Tapi untuk menyatakan hal itu sekarang ini, ada pula rasa enggan, karena sepertinya mereka mengikuti perbuatan Pang Ho Man. Fu Shien pun memutuskan untuk memikirkan hal ini beberapa hari lagi, sebelum dia akan mengambil keputusan.
1117
Setelah mengambil keputusan itu, hatinya merasa sedikit lega. Dengan mulut ikut tersenyum dia mengitarkan pendangan ke sekitarnya. Tanpa sengaja pandangan matanya terbentur pada ketiga petugas keamanan yang berdiri dengan canggung.
Teringatlah Fu Shien dengan masalah mayat Pan Jun, ketua Partai Hoasan, dengan sedikit ragu dia menyela pembicaraan Pang Ho Man dan para pengikut Ding Tao yang lain.
―Bagaimana dengan mayat ini?‖, ujarnya sambil menunjuk mayat Pan Jun.
Serentak mata setiap orang memandang lagi mayat dari tokoh kenamaan yang kini tinggal nama saja.
Sambil menghela nafas Ding Tao menjawab, ―Yang terjadi sudah tidak bisa diubah lagi, tapi setidaknya kita bisa melakukan penguburan yang layak dan mengirimkan berita serta permintaan maaf pada partai Hoasan. Mungkin aku dan beberapa saudara yang lain akan pergi ke Hoasan.‖
―Tunggu dulu.‖, ujar Chou Liang.
―Apakah Kakak Chou Liang punya pendapat yang berbeda?‖, tanya Ding Tao.
1118
―Penguburan yang layak memang tidak ada salahnya dilakukan, tapi jika saudara-saudara yang ada di sini sekalian setuju, biarlah kita menutup mata terhadap identitas mayat tersebut.‖, ujarnya sambil mengitarkan pandangan pada setiap orang yang berada di sana.
―Benar, selama identitasnya sebagai ketua Partai Hoasan tidak dibuka secara terang-terangan. Aku yakin, dengan desas-desus dan gosip yang beredar tentang pertarungan yang mengakibatkan kematiannya dan alasan dari pertarungan tersebut, maka Partai Hoasan pun akan ragu-ragu untuk menuntut keadilan pada perkumpulan kita.‖, ujar Ma Songquan membenarkan.
―Hmm…, aku kurang mengerti dengan apa yang kalian katakan. Bagaimana bisa demikian?‖, tanya Ding Tao.
―Ah, tentu saja benar. Partai Hoasan adalah partai yang cukup besar, berita tentang kekalahan ketua mereka tentu akan menjatuhkan pamor perguruan pedang mereka. Apalagi jika ada yang mengatakan ketua partai mereka, mengenakan topeng dan melakukan pembunuhan, nama besar Partai Hoasan sebagai perguruan pedang yang lurus akan tercoreng.‖, ujar Fu Shien sambil menepuk pahanya.
1119
―Oleh sebab itu, selama kita sendiri tidak menyiarkan berita ini, Partai Hoasan akan memilih diam dan ikut merahasiakan kejadian ini, berpura-pura bahwa ketua mereka tidak pernah terbunuh di tangan Ketua Ding Tao.‖, sambung Liu Chun Cao sambil tersenyum lebar.
―Tapi bagaimana jika Si Racun dari Utara menyebarkan kabar ini?‖, tanya Ding Tao.
―Bukan masalah, perkataannya akan dipandang sebagai gosip tidak sedap dalam kalangan dunia persilatan. Tentu saja diam-diam akan banyak orang yang membicarakannya, tapi dengan sikap diam Partai Hoasan, maka tidak akan ada seorangpun yang berani membicarakannya secara terang-terangan.‖, jawab Wang Xiaho sambil menepuk-nepuk pundak pemuda itu.
Wajah Ding Tao terlihat galau, sambil memandangi wajah Pan Jun yang sudah memucat dan dihiasi oleh aliran darah yang mengering dia mengeluh, ―Sungguh sayang, sungguh kasihan. Ilmunya begitu tinggi, bakat dan ketekunannya dalam berlatih ilmu pedang, sungguh sulit dicari bandingannya. Masakan sekarang setelah dia meninggal, justru keberadaannya dipandang sebagai ketiadaan? Siapa yang akan
1120
menyembahyanginya? Siapa yang akan mengurus makamnya?‖
Chou Liang berusaha menenangkan hati Ding Tao dan berkata, ―Ketua Ding Tao jangan lupa, sudah ada berapa nyawa yang melayang oleh perbuatannya. Lagipula, perbuatan kita ini akan menyelamatkan banyak nyawa orang. Jika kita memaksa untuk mengatakan secara berterang bahwa Ketua partai Hoasan, terbunuh oleh tangan Ketua Ding Tao, maka Partai Hoasan pun tidak akan memiliki pilihan lain kecuali membalaskan dendam ketuanya. Pertempuran antara perkumpulan kita dengan Partai Hoasan pun tidak terelakkan lagi. Saat itu terjadi, entah berapa banyak nyawa akan melayang.‖
Ding Tao tercenung dan akhirnya mengangguk, ―Tentu saja kakak benar, sudahlah, lakukan yang terbaik menurut kalian.‖
Melihat wajah Ding Tao yang masih suram, Ma Songquan pun berkata, ―Tentu saja kita tidak bisa menyiarkan bahwa yang mati ini adalah ketua Partai Hoasan, tapi tidak ada pula yang bisa mencegah ketua untuk melakukan upacara pemakaman yang layak untuk dirinya. Untuk selanjutnya, biarlah perkumpulan kita yang mengurus dirinya, baik acara
1121
pemakamannya maupun adat istiadat lain yang akan dilakukan secara rutin.‖
Ding Tao menoleh ke arah Ma Songquan, sejenak lamanya dia terdiam berpikir, kemudian dengan senyum yang lebih cerah diapun mengangguk setuju, ―Itu jalan keluar yang terbaik, bagaimanapun dia ini seorang yang pantas disebut pahlawan. Saat ini sulit untuk menerka apa yang menjadi latar belakang perbuatannya, tapi aku yakin, tokoh seperti dia tentu memiliki alasannya sendiri. Apapun itu, sekarang orangnya sudah mati, segala kesalahannya tidak perlu kita ungkit-ungkit lagi, biarlah dia menerima penghormatan yang selayaknya bagi tokoh sebesar dia.‖
Chou Liang tersenyum dan menepuk pundak Ma Songquan atas jalan keluar yang dia berikan, ―Baiklah kalau itu keputusan ketua, biarlah aku yang mengurus segala sesuatunya.‖
Dengan perkataan itu, masalah Pan Jun pun terselesaikan, Chou Liang segera mendekati ketiga petugas keamanan yang terlihat lega mendengar hasil pembicaraan mereka. Bagaimanapun ketiga orang itu merasa khawatir dengan kemungkinan bentrokan antara bekas keluarga Huang dengan partai Hoasan.
1122
Tidak semua orang memiliki perasaan yang sama seperti ketiga petugas keamanan tersebut. Sebagian besar di antara bekas pengikut keluarga Huang dari kota Jiang Ling sendiri berbagi rasa dan kekhawatiran yang sama. Namun ada juga sebagian dari mereka dan banyak bekas orang-orang Tiong Fa yang diam-diam justru mengharapkan hal yang sebaliknya. Tidak semuanya berharap demikian karena maksud buruk, tidak sedikit pula yang berharap demikian karena rasa penasaran dan juga kebiasaan jelek orang dunia persilatan yang selalu saja keranjingan menonton perkelahian. Pada beberapa orang yang masih muda terselip juga keyakinan bahwa Ding Tao yang berhasil menundukkan ketua dari Partai Hoasan, tentu tidak akan mengalami kesulitan menghadapi anak murid partai Hoasan yang lain.
Padahal kenyataannya dalam Partai Hoasan tentu saja masih tersembunyi orang-orang golongan tua yang ilmunya tidak berada di bawah Pan Jun ketua Partai Hoasan sendiri.
Lepas dari apa yang berkelebatan dalam benak dan hati setiap orang, dengan selesainya masalah pembunuh bertopeng itu, perhatian mereka mulai beralih pada nasib mereka masing-masing. Seorang yang sudah berumur cukup lanjut tapi masih
1123
berpenampilan gagah, maju ke depan berhadapan dengan Ding Tao, dia membungkuk hormat di depan Ding Tao.
―Ketua Ding Tao‖, ujarnya dengan hormat.
Cepat Ding Tao berbalik dan membalas penghormatannya, ―Paman Qin Hun, tidak perlu sungkan-sungkan.‖
―Ketua, saya hanya ingin menyampaikan keinginan rekan-rekan yang lain.‖, ujarnya dengan sopan.
―Silahkan paman, silahkan.‖, jawab Ding Tao.
―Kami sudah membicarakan hal ini. Pada akhirnya kami semua memutuskan untuk menggabungkan diri dengan perkumpulan yang Ketua dirikan dan menyerahkan seluruh kegiatan yang ada di Jiang Ling ini menjadi bagian dalam perkumpulan yang baru berdiri ini.‖, ujarnya diikuti anggukan kepala dari rekan-rekannya yang ikut berdiri di belakang Qin Hun.
Meskipun apa yang terjadi ini sudah berada dalam perhitungan Chou Liang dan menjadi salah satu pertimbangan mereka untuk menyerang secepatnya, setelah hal ini benar-benar terjadi, Ding Tao justru merasa keripuhan dan sungkan.
1124
―Tunggu dulu…‖ ujar Ding Tao.
Wajah Qin Hun pun berubah, ―Ada apa Ketua Ding Tao? Apakah ada yang tidak berkenan?‖
―Bukan begitu, bukan begitu. Sesungguhnya penyerangan kali ini sudah pula memperhitungkan hal ini, dengan kemenangan ini memang kami mengharapkan penyatuan cabang kota Jiangling…‖
Saat mendengar penjelasan Ding Tao sampai di situ, memerahlah wajah Chou Liang, dengan berbatuk kecil dia berharap bisa menarik perhatian Ding Tao, tapi Ding Tao yang sedang menjelaskan apa yang ada dalam benaknya pada Qin Hun tidak mendengar suara batuk Chou Liang dan terus saja berusaha menjelaskan.
―… kami berpikir, dengan demikian tentu perkumpulan akan menjadi kuat dan kemungkinan untuk mencapai tujuan kami bisa semakin besar. Namun setelah sekarang semuanya terjadi, entah mengapa aku merasa tidak enak pada kalian semua. Sepertinya kami memanfaatkan keadaan kalian yang sedang terjepit. Karena itu, tentu masuknya cabang usaha di
1125
kota Jiang Ling ini, rasa-rasanya sebaiknya tidak dilakukan.‖, ujar Ding Tao tanpa menutupi apapun.
Qin Hun pun tertegun dan tak tahu hendak menjawab apa. Pada dasarnya sejak dia mendengar puteranya Qin Bai Yu menjadi pengikut Ding Tao, dia sudah berkeinginan untuk mengikuti puteranya. Dengan susah payah dia berusaha meyakinkan rekan-rekannya untuk mengikuti jejaknya. Siapa sangka, justru Ding Tao menggagalkan rencana mereka saat semuanya sudah terlaksana dengan baik.
―Ah.. tentang hal itu…‖, dan terdiamlah Qin Hun memikirkan apa yang harus dia katakan.
Untunglah di saat yang membingungkan bagi Qin Hun tersebut, salah seorang rekannya yang berdiri di belakangnya, menepuk pundaknya dan maju untuk menjawab permintaan Ding Tao.
―Sudahlah Saudara Qin Hun, Ketua Ding Tao tidak menghendaki usaha cabang kota Jiang Ling menyatukan diri dengan perkumpulannya, tapi aku yakin beliau juga tidak akan mencegah tiap-tiap orang yang dengan keinginannya sendiri ingin bergabung ke dalam perkumpulannya.‖, ujar rekannya itu.
1126
Wajah Qin Hun pun menjadi cerah dan dengan cepat dia berbalik pada Ding Tao dan bertanya, ―Apakah yang dikatakan saudaraku Wu Long ini salah Ketua Ding Tao?‖
Sedikit terkejut melihat perkembangan percakapan mereka Ding Tao cepat-cepat menjawab, ―Tentu saja tidak, kami mendirikan satu perkumpulan karena memiliki satu cita-cita, jika banyak orang yang memiliki cita-cita yang sama ingin bergabung, tentu saja kami akan sangat gembira.‖
Rekan Qin Hun yang bernama Wu Long itu pun dengan senyum lebar segera membungkuk hormat pada Ding Tao dan berkata, ―Kalau begitu aku orang she Wu akan mengikuti Kakak Qin Hun untuk memohon agar diterima menjadi anggota perkumpulan yang diketuai oleh Ketua Ding Tao.‖
Demikianlah dengan senyum lebar dan tawa kecil, satu per satu orang-orang bekas pengikut keluarga Huang dari cabang kota Jiang Ling yang berada di sana, maju, membungkuk hormat dan menyatakan keinginan mereka untuk bergabung. Sikap ini bahkan mengundang beberapa orang yang tadinya bekerja untuk Tiong Fa, untuk melakukan hal yang sama.
1127
Jika perkataan tiap orang diceritakan, tentu akan menghabiskan berlembar-lembar halaman untuk mengisahkan hal yang sama. Singkat cerita kemenangan Ding Tao di kota Jiang Ling hari itu adalah kemenangan mutlak. Bukan hanya berhasil menang dalam pertarungan, Ding Tao juga berhasil memenangkan hati banyak orang. Dalam waktu satu hari perkumpulan yang baru saja dibuat, bahkan belum memiliki nama yang resmi, tumbuh menjadi kekuatan baru yang patut diperhitungkan.
Mungkin hasil terbesar dalam perjudian kali ini bagi Ding Tao dan kawan-kawannya adalah usaha dagang yang dulunya milik keluarga Huang, kini jatuh dalam pengawasan mereka. Meskipun tetap dijalankan oleh orang-orang lama, namun setelah dipotong untuk penghidupan mereka, sebagian besar keuntungan disumbangkan pada kepentingan perkumpulan.
Demikian juga rencana Tabib Shao Yong untuk membuka toko obat dan usaha pertabibab berjalan dengan lancar, karena tidak perlu lagi memikirkan masalah modal dan tempat usaha.
Satu minggu berlalu sejak kejadian yang menghebohkan kota Jiang Ling itu. Hari itu di gedung usaha keluarga Huang tampak
1128
kesibukan yang luar biasa padahal justru hari itu mereka tidak melayani traksaksi sama sekali.
Mereka yang terlihat keluar masuk gedung, semuanya berpakaian rapi dan baru, meskipun tidak semuanya bisa dikatakan mewah. Tentu saja kesibukan mereka mengundang keingin-tahuan dari tetangga-tetangga yang tidak tahu menahu. Salah seorang dari mereka kebetulan mengenal orang dari keluarga Huang yang sedang mengangkat keranjang berisi makanan-makanan kecil yang tersusun rapi ke atas kereta pengangkut.
―Psst.. A Kau, A Kau…‖, panggil orang itu, sedikit ragu karena tahu bahwa keluarga Huang bukan usaha dagang biasa, apalagi setelah ikut menyaksikan pertempuran yang terjadi seminggu yang lalu, tapi rasa penasarannya tidak bisa diredam begitu saja.
Yang dipanggil A Kau segera menoleh lalu sambil tersenyum lebar menyapa kenalannya itu, ―Oh kau Lau Sau, ada apa?‖
―Hehe, apa aku tidak mengganggu kerjamu?‖, tanya Lau Sau berbasa-basi.
1129
―Oh tidak-tidak, lagipula kalau kau takut mengganggu kenapa juga kau memanggil-manggil begitu‖, jawab A Kau sambil menyengir.
―Hehehe, ya begitulah, sebenarnya tidak ada yang penting, cuma kami ini penasaran, ada apa sih sehingga kalian kelihatan sibuk sekali?‖ tanya Lau Sau pada A Kau, sambil menunjuk pada teman-temannya yang bergerombol sedikit di belakang.
Dalam hati teman-temannya memaki si Lau Sau.
‗Dasar tua bangka, cari kesulitan kok ngajak2 teman.‘, batin mereka dalam hati, tapi di luaran mereka ikut mengangguk dan tersenyum pada A Kau.
―Oh, soal kesibukan kami ini. Kalian bukan orang persilatan, maka dari itu kalian mungkin belum dengar, tapi hari ini adalah hari penting di kota Jiang Ling, hampir segenap orang dunia persilatan mendengar kabar ini, tamu-tamupun tidak lama lagi tentu akan mulai berdatangan dari banyak wilayah.‖, jawab A Kau sambil tersenyum bangga, karena menjadi bagian dari sesuatu yang istimewa.
1130
Dengan rasa tertarik mereka yang mdengar perkataan A Kau itu bergerak mendekat, yang tadinya memaki Lau Sau dalam hati sudah lupa pada makiannya.
―A Kau, memangnya ada hal penting apa di Kota Jiang Ling, sampai orang-orang dunia persilatan dari berbagai wilayah datang ke mari?‖, tanya Lau Sau semakin ingin tahu.
―Hmm… kau kan ikut melihat juga pertarungan yang hebat seminggu yang lalu?‖, tanya A Kau pada Lau Sau.
Lau Sau dan beberapa temannya yang kebetulan ikut melihat kejadian itu menganggukkan kepala, sebenarnya tidak tepat jika mereka ini dikatakan ikut menyaksikan, karena mereka sama seperti orang kebanyakan, hanya berani melihat dari kejauhan saja.
―Ya, kami melihatnya, memangnya kenapa? Apa kesibukan kali ini masih ada hubungannya dengan pertarungan waktu itu?‖, jawab Lau Sau yang segera balik bertanya.
―Tentu saja ada hubungannya, bahkan hubungannya erat sekali. Pendekar yang waktu itu bertarung adalah seorang pendekar muda yang lahir dan besar dari keluarga Huang di kota Wuling. Meskipun sudah beberapa tahun dia memilih
1131
jalannya sendiri, dia tidak lupa dengan budi baik keluarga Huang. Begitu mendengar tentang musibah yang dialami oleh keluarga Huang, diapun tidak tinggal diam. Ditelusurinya jejak para pembunuh yang membantai keluarga Huang di Wuling, hingga sampai ke kota Jiang Ling ini.‖
―Oh begitu, lalu mengapa dia bertarung dengan orang dari keluarga Huang di kota ini?‖, tanya Lau Sau.
―Nah inilah yang tidak kalian ketahui, para pembunuh itu bukan hanya membinasakan keluarga Huang di kota Wuling, tapi juga membunuh orang-orang penting di tiap anak cabang keluarga Huang, kemudian dengan menggunakan kekuatan mereka, menekan kami yang ada di anak cabang ini agar bekerja untuk mereka.‖, jawab A Kau menjelaskan.
―Wah kenapa kalian menurut saja?‖, tanya Lau Sau dengan lagak tidak puas.
―Hmm..hmm, kau ini gampang saja bicara, tapi apakah kau mengerti tentang kehebatan para pembunuh itu? Jangankan kami yang di anak cabang, sedangkan pusat keluarga Huang di kota Wuling saja mereka hancurkan.‖, jawab A Kau sambil memelototi Lau Sau.
1132
―Eh, eh, jangan marah saudara. Aku kan awam soal ini, benarkah para pembunuh itu sehebat itu hingga kalian semua bisa dikalahkan oleh dirinya seorang?‖, tanya Lau Sau sambil menyengir minta maaf.
―Hmm, tentu saja benar, memang dia sangat hebat sekali, dia itu orang kenamaan dalam dunia persilatan. Jangankan kami semua, ditambah dua kali lipat jumlah kamipun, ibaratnya hanya seperti ngengat yang menerjang api.‖, jawab A Kau dengan sungguh-sungguh.
Penjelasan A Kau membuat mereka yang mendengar saling berpandangan dan meleletkan lidah. Lau Sau yang serba ingin tahu cepat bertanya, ―Eh A Kau, kalau dia jagoan sehebat itu dan sangat terkenal, siapa pula namanya? Dan apa kedudukannya dalam dunia persilatan?‖
―Dia itu Pendekar pedang Pan Jun, ketua Partai Hoasan‖, jawab A Kau dengan dada terangkat, dalam hatinya dia tidak ingin diremehkan oleh teman-teman kenalannya itu.
Semakin hebat orang yang membuat mereka tunduk tanpa mampu melawan tentu makin baik. Jawaban A Kau itu mengundang kericuhan kecil dari mereka yang mendengar,
1133
maklum, meskipun mereka orang awam, namun nama besar Partai Hoasan sudah dikenal oleh segenap rakyat.
Melihat reaksi mereka, pucatlah wajah A Kau ketika teringat oleh petuah Chou Liang, untuk tidak menyebar luaskan berita tentang identitas pembunuh bertopeng itu, cepat-cepat dia menakupkan tangan ke mulut Lau Sau yang mengulang-ulang ucapannya.
―Siapa kira coba, Pendekat pedang Pan..‖, ujar Lau Sau yang terputus karena mulutnya disumpal oleh A Kau.
―Sssttt… jangan diulang2 perkataan itu‖, ujar A Sau dengan wajah sedikit pucat.
Lau Sau yang kesal mendorong pergi tangan A Kau lalu bertanya, ―Lho, kenapa juga kau ini, tadi kau sendiri yang bilang, kenapa sekarang kami harus tutup mulut.‖
―Ssssttt! Goblok, apa sudah kau pikirkan apa yang bakal terjadi kalau kau menceritakan hal itu pada orang-orang yang kau jumpai?‖, tanya A Kau dengan gemas pada Lau Sau.
―Ho… memangnya kenapa?‖, tanya Lau Sau dengan wajah bingung.
1134
―Hmm… kau kira orang Partai Hoasan mau mengakui kalau ketuanya terjungkal di bawah pedang ketua kami?‖, tanya A Kau menggertak Lau Sau, nada suaranya sudah lebih tenang karena sekarang ini dia sudah memiliki pegangan untuk menakut-nakuti Lau Sau.
―Ehm…, maksudmu mereka belum tahu kalau ketuanya mati di tangan kalian?‖, tanya Lau Sau ragu-ragu.
―Hehehe, bukannya mereka tidak tahu, tapi mereka pura-pura tidak tahu. Kalau dunia persilatan tahu bahwa ketua Partai Hoasan mati di tangan seorang pemuda yang baru keluar perguruan, apa nama Partai Hoasan tidak akan terjun ke dalam rawa berlumpur?‖, jengek A Kau.
―Oh… jadi maksudmu, orang Partai Hoasan sudah tahu tapi mereka berusaha menutupi hal itu?‖, tanya Lau Sau.
―Tentu saja, itulah yang terjadi, coba saja bayangkan sendiri kalau ada orang mengatakan mie buatannya lebih enak daripada mie buatanmu, apa kau mau mengakuinya pada orang lain?‖, tanya A Kau pada Lau Sau.
―Hmm… mie buatanku memang paling enak di kota ini, kalau sampai ada yang sembarangan mengatakan bahwa mie
1135
buatannya lebih enak, tentu akan aku labrak.‖, jawab si Lau Sau, yang rupanya punya usaha kedai mie.
―Nah apakah sekarang kau sudah mengerti?‖, tanya A Kau sambil menggendong tangan dan tersenyum menang.
Mulailah Lau Sau dan teman-temannya merenungkan perkataan A Kau dengan tengkuk meremang.
―Untung kau mengingatkan kami, tapi A Kau, kalau demikian kenapa kalian tidak menyiarkan berita ini untuk meningkatkan pamor kalian?‖, tanya Lau Sau sambil mengusap-usap lehernya.
―Itulah sifat ketua kami yang baru, beliau tidak menyukai kekerasan. Prinsip dan aturan perkumpulan kami yang baru adalah menciptakan kedamaian atas dasar kebenaran, keadilan dan pengampunan. Jadi tujuan kami yang utama adalah menjaga kedamaian.‖, jawab A Kau sambil membusungkan dada.
Jawaban A Kau ini mengundang pertanyaan dan keheranan dari pendengarnya. Mereka saling berpandangan dan diam. Lalu dengan suara perlahan Lau Sau bertanya, ―Eh A Kau, apa tidak salah dengar?‖
1136
―Hoo, apa maksudmu salah dengar? Kau anggap aku ini orang linglung?‖, tanya A Kau dengan alis berkerut.
―Sabar kawan, sabar, bukannya kalian ini belajar ilmu silat untuk berkelahi, mengapa pula sekarang ada kata-kata menjaga kedamaian, bahkan pengampunan? Apa kalian beralih aliran dan membuka satu agama?‖, tanya Lau Sau mewakili rasa penasaran teman-temannya.
―Agama? Tentu saja tidak, tapi pada awalnya seseorang belajar ilmu silat bukankah karena ingin menjadi pahlawan yang menolong rakyat yang lemah? Adalah satu penyelewengan ketika orang-orang dunia persilatan makin banyak yang menggunakan kepandaiannya untuk keuntungan diri sendiri, apalagi hingga menekan orang yang lebih lemah. Itu sebabnya kami berniat untuk meluruskan kembali penyimpangan ini. Itu mengapa tujuan kami adalah menciptakan kedamaian.‖, ujar A Kau dengan rasa bangga, seakan-akan perkataan itu muncul dari isi kepalanya sendiri, padahal kata-kata itu dia contoh dari keterangan yang diberikan oleh Qin Hun.
―Oh… begitu, lalu mengapa dikatakan pula pengampunan? Apakah penjahat harus diampuni juga? Jika demikian di mana letak keadilannya?‖, tanya Lau Sau
1137
―Hoo Lau Sau, kerjamu hanya membuat mie, apa kau belum pernah mendengar cerita seorang sarjana bernama Chen Shi? Tentang pencuri yang ketahuan dan kemudian bertobat?‖, tanya A Kau semakin sombong.
―A Kau, jangan terlalu merendahkan orang, jelek-jelek begini aku juga pernah bersekolah, tentu saja aku pernah mendengarnya. Orang baik pun ada kalanya dikarenakan keadaan, jatuh dalam perbuatan dosa, karena itu orang yang bijak, seharusnya membenci kejahatan namun memberi kesempatan pada pelaku kejahatan untuk bertobat.‖, jawab Lau Sau sambil memonyongkan bibirnya.
Sambil tersenyum penuh kemenangan A Kau pun menjawab, ―Nah, kalau begitu kenapa lagi kau masih bertanya?‖
Lau Sau menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil menyengir kuda, lalu diapun menjawab, ―He A Kau, jangan terlalu bangga, semua perkataan ini tentu bukan berasal dari isi kepalamu sendiri. Benar tidak?‖
A Kau pun ganti menyengir kuda dan menjawab, ―Hehe, memang benar, baru beberapa hari ini, setiap dari kami mendapatkan pengajaran tentang pandangan hidup dan prinsip
1138
yang ingin diterapkan oleh ketua baru kami. Aku sih hanya bisa mengulangi apa yang dikatakan oleh para pimpinan.‖
Jawaban A Kau yang jujur tentu saja mengundang tawa mereka semua, salah seorang dari mereka kemudian menyeletuk, ―Eh A Kau, kalau begitu kau sekrang tidak boleh terlalu galak. Kau kan berlatih silat bukan untuk gagah-gagahan lagi.‖
―Ya, ya, sekarang aku pun tidak belajar silat untuk sekedar memamerkan kekuatan.‖, jawab A Kau dengan sungguh-sungguh meskipun dia mengatakan hal itu sambil tersenyum lebar.
―Hmm.. kau bilang ketuamu yang baru, apakah pemuda yang kau bilang mengalahkan Pan… eh jagoan pedang kemarin itu? Apakah setelah kemenangannya itu, kalian semua ditarik menjadi pengikutnya?‖, tanya Lau Sau pada A Kau.
―Orangnya memang benar dia, umurnya masih sangat muda, bahkan setahun lebih muda dari diriku, tapi kepandaiannya setinggi langit. Tapi tidak tepat jika dibilang dia menarik kami untuk jadi pengikutnya. Yang terjadi justru pada awalnya dia menolak saat pimpinan kami hendak menyerahkan kekuasaan
1139
atas usaha kami pada dirinya. Tapi tergerak oleh kebaikan hatinya, maka satu per satu dari pimpinan kami secara suka rela, secara pribadi, menyatakan keinginan mereka untuk menjadi pengikutnya.‖, kata A Kau menjelaskan kejadian yang terjadi selama beberapa hari ini.
―Oh, lalu kalian pun mengikuti pimpinan kalian dan menjadi pengikutnya pula?‖, kata Lau Sau.
―Tidak, para pimpinan menyerahkan keputusan itu pada kami masing-masing, ada juga yang memutuskan untuk pulang kampung dan memulai usaha sendiri di sana. Keluar dari urusan dunia persilatan, tapi lebih banyak lagi yang seperti diriku ini. Kami tergerak oleh cita-cita yang dimiliki oleh Ketua Ding Tao dan memutuskan untuk menjadi pengikutnya.‖, ujar A Kau menjelaskan.
Termenung Lau Sau mendengarkan penjelasan A Kau, kemudian dengan nada sungguh-sungguh dia berkata, ―A Kau, kau memilih untuk mengikuti orang yang hebat, jika benar ceritamu itu, berarti orang ini pun sama bijaknya dengan Chen Shi dari jaman dinasti Han yang terkenal itu. Aku jadi iri terhadap dirimu yang memilih kehidupan dalam dunia persilatan.‖
1140
Ucapan Lau Sau diikuti oleh anggukan kepala dari teman-temannya yang lain, bahkan A Kau sendiri pun ikut merenungkan perkataan Lau Sau. Ada saat-saat di mana dalam pembicaraan, apa yang ada dalam benak dan hati bukan hanya tersampaikan lewat kata-kata. Namun dalam pembicaraan ada pula rasa yang tersampaikan. Saat ini mereka yang saling berbicara itu bisa merasakan apa rasa hati Lau Sau dan tersentuh olehnya.
Dengan suara serius A Kau menjawab, ―Aku mengerti, sebenarnyalah perkataanmu itu tepat adanya. Seorang laki-laki bisa mengikut orang yang tepat, kalaupun harus kehilangan nyawa bukanlah satu kerugian.‖
Lau Sau mengangguk dan tersenyum, ―Kau benar, sudahlah, kulihat kau juga sedang ada kesibukan, kau lanjutkan kerjamu. Lain kali jika kau atau kawanmu mampir di kedaiku, kalian bisa makan minum sepuasnya, jangan pikirkan soal uang.‖
A Kau tersenyum dan mengangguk, ―Tentu saja, lain kali akan kuajak kawan-kawan ke kedaimu. Kaupun tidak usah sungkan jika hendak mampir ke tempatku. Perayaan kali ini, terbuka untuk umum, jika mau kalian pun boleh datang, sama sekali tidak ada masalah.‖
1141
―Benarkah? Baiklah tentu kami akan datang. Omong-omong kau belum bilang ada perayaan apa hari ini?‖
―Oh ini upacara pembukaan perkumpulan kami secara resmi, sebelumnya ketua dan para pimpinan belum memutuskan satu nama, hanya dalam hati sudah saling berikrar. Setelah beberapa lama slaing berdiskusi, akhirnya ditetapkan nama perkumpulan kami adalah Partai Pedang Keadilan. Hari ini kami mengundang sahabat-sahabat dari dunia persilatan dan siapa saja yang mau datang, untuk merayakan kelahiran perkumpulan kami ini.‖, jawab A Kau dengan wajah yang cerah.
―Partai Pedang Keadilan? Nama yang bagus, kalau ada waktu tentu aku kan datang. Kapan mulai diadakan dan di mana?‖, tanya Lau Sau dengan bersemangat.
―Di gedung rumah makan keluarga Hok dan waktunya sepanjang hari, tiga hari, tiga malam kami akan menerima tamu dan membagikan makanan serta angpau pada setiap orang yang datang.‖, jawab A Kau.
―Wah, bagus sekali, baiklah aku akan datang. Eh apa kalian mau beramai-ramai pula ke sana?‖, jawab Lau Sau yang kemudian berbalik pada teman-temannya dan bertanya.
1142
―Sudah, kalian datang saja, aku harus segera kembali bekerja, tapi kalian jangan lupa untuk datang.‖, sahut A Kau sambil melangkah masuk ke dalam gedung usaha keluarga Huang dan melambaikan tangan.
Ya hari itu, perkumpulan yang didirikan Ding Tao dan rekan-rekannya, akhirnya mendapatkan bentuknya dan menyatakan keberadaannya secara resmi. Di rumah makan terbesar yang ada di kota Jiang Ling, perayaan itu diadakan. Segenap sahabat dan kenalan dalam dunia persilatan mendapatkan undangan. Bahkan orang-orang dari perguruan ternama pun ada pula yang datang, meskipun mereka tidak ikut diundang. Karena memang disiarkan bahwa perayaaan ini terbuka untuk umum dan tidak menetapkan satu undangan resmi pada kelompok tertentu.
Gosip dan desas-desus akan matinya Pan Jun di tangan Ding Tao, membuat orang-orang banyak yang tertarik untuk datang dan menyaksikan keramaian. Tidak sedikit orang yang melakukan taruhan bahwa akan ada orang dari Partai Hoasan yang datang untuk mencari keributan.
Meskipun banyak juga yang berpendapat, bahwa justru hal itu tidak mungkin terjadi karena bila itu terjadi, sama artinya Partai
1143
Hoasan mengakui bahwa ketua mereka terjungkal di bawah pedang Ding Tao. Hingga saat ini berita yang disebarkan oleh Partai Hoasan sendiri mengatakan bahwa Pan Jun sedang menutup diri dalam ruang rahasia, demi mempelajari salah satu ilmu rahasia, simpanan dari Partai Hoasan. Secara tidak langsung menyangkal berita yang mengatakan bahwa Pan Jun mati terbunuh di Jiang Ling dalam pertarungan melawan Ding Tao.
Di saat itu, Ding Tao dan beberapa orang pengikut terdekatnya, antara lain Chou Liang, Liu Chun Cao, Fu Tong si tongkat besi, guru Chen Wuxi, Qin Hun dan pemilik kedai di perbatasan Wuling sedang beristirahat melepas lelah, sementara rekan-rekan yang lain menggantikan mereka untuk menemui tamu-tamu yang datang.
Sambil beristirahat melepas lelah, pembicaraan ringan pun terjadi dan pada satu kesempatan Chou Liang bertanya pada Ding Tao, ―Ketua Ding Tao, hal ini tidak pernah kita bicarakan sebelumnya, tapi ada sedikit rasa penasaran yang tidak bisa lagi kutahan-tahan.‖
1144
―Apakah itu Kakak Chou Liang? Kalau bisa kujawab tentu aku jawab.‖, ujar Ding Tao sambil tertawa geli melihat keseriusan Chou Liang.
―Hal ini tentang pertarunganmu tempo hari dengan pendekar pedang pencabut nyawa itu.‖, ujar Chou Liang.
Gelaran pendekar pedang pencabut nyawa, saat ini telah digunakan untuk menyamarkan nama besar Pan Jun, bila mereka sedang membicarakan hal itu.
―Selama seharian Ketua memikirkan cara untuk mengalahkan pendekar pedang pencabut nyawa tersebut, sebenarnya cara apa yang sudah ketua temukan sehingga berhasil memenangkan pertarungan?‖, lanjut Chou Liang meneruskan pertanyaannya.
Serentak perhatian mereka yang ada dalam ruangan itu pun tertuju pada Ding Tao. Mereka juga ingin mendengar penjelasan Ding Tao mengenai hal itu, sejak pertarungan tempo hari, mereka sibuk untuk meresmikan perkumpulan yang mereka dirikan. Baru kali ini ada kesempatan untuk berbicara secara bebas.
1145
Melihat ke sekelilingnya, Ding Tao pun sadar bahwa dia tidak bisa mengelak dari pertanyaan Chou Liang, setelah berpikir sejenak dia pun membuka mulut untuk menjelaskan.
Bab XXIV. Lahirnya Partai Pedang Keadilan.
Melihat tidak ada jalan lain kecuali menceritakan apa yang terjadi saat pertarungan antara dirinya dan Pan Jun berlangsung, Ding Tao menghela nafas dan tersenyum kecut, ―Yah… sebenarnya kalau hendak diuraikan juga tidak terlalu rumit. Jika dibilang aku memiliki kelebihan dibanding Pendekar pedang Pan Jun, juga kurang begitu tepat.‖
―Perbedaan menang dan kalah begitu tipis, bisa dikatakan jika ada kelebihan padaku, itu lebih pada masalah mental dan psikologis saja.‖, ujar Ding Tao.
―Kecepatan pedang Pendekar pedang Pan Jun sangatlah tinggi dan serangannya dapat dilancarkan dari sudut-sudut yang menurut nalar sulit dilakukan. Apalagi serangannya berupa tusukan pedang dan bukan tebasan pedang, dengan demikian jalur serangannya lebih sempit dan sulit ditangkis.‖
1146
Mendengar penjelasan Ding Tao sampai di sini, mereka yang mendengarkan menganggukkan kepala, memahami apa yang sudah dijelaskan, meskipun masih belum melihat di mana titik pemecahannya dari kehebatan pembunuh bertopeng itu.
―Pada pertarungan kami yang pertama, aku sudah merasakan betapa sulitnya untuk menghindari serangan-serangan itu. Ketika aku berusaha menentukan arah dari serangan lawan, serangan itu sudah tiba di depan mata, akibatnya akupun harus berjuang keras hanya agar dapat menghindari serangannya itu tanpa melemahkan kedudukan sendiri.‖
―Selama ini, dalam setiap pertarungan, selalu ada kesempatan bagiku untuk mengamati jurus-jurus lawan, kemudian setelah memahami lawan, barulah aku memikirkan cara untuk mengalahkannya. Perlahan-lahan, jurus demi jurus aku menempatkan lawan pada posisi di mana aku bisa mengirimkan satu serangan terakhir untuk megalahkannya. Pendek kata, aku menciptakan kesempatan untuk menyerang. Namun berhadapan dengan Pendekar pedang kilat, Pan Jun, hal itu tak dapat kulakukan.‖
―Kecepatan dan ketepatan serangannya melebihi semua lawan yang pernah kuhadapi sebelumnya. Jangankan untuk
1147
menggiring lawan masuk dalam situasi di mana aku bisa mengirimkan serangan terakhir. Untuk bertahan dari serangannya saja sudah cukup sulit. Tidak ada pilihan lain kecuali bertahan dan menunggu adanya kesempatan untuk menyerang. Hampir putus asa rasanya, sampai tiba-tiba terlintas dalam ingatanku, luka-luka pada mayat, korban serangan pedang kilat Pan Jun.‖
Di antara mereka yang hadir di ruangan pada saat itu, hanya Liu Chun Cao-lah yang terus mengikuti Ding Tao dari sejak ditemukannya mayat Mao Bin hingga pertarungan Ding Tao dengan Pan Jun untuk kedua kalinya. Mendengar Ding Tao menyinggung-nyinggung masalah luka pada mayat-mayat korban Pan Jun, ditambah lagi dengan ingatannya atas pertarungan antara Pan Jun dengan Ding Tao yang kedua kalinya. Pendeta itupun tanpa terasa menepuk pahanya dan berseru.
―Ah, ya benar… semuanya mati oleh sebuah tusukan di kepalanya.‖, seru pendeta itu sambil menepuk pahanya sendiri.
Mendengar seruan Liu Chun Cao, pikiran semua orang pun terbuka lebar dan mereka menangkap apa maksud dari seruan itu. Ding Tao melihat ke sekelilingnya dan tersenyum.
1148
―Ya, dengan mengetahui arah dari serangan lawan sebelum serangan itu diluncurkan, kesempatan untuk berhasil menahan serangan lawan tentu menjadi semakin besar. Dengan demikian, meskipun kecepatan serangan dan teknik serangannya sangat tinggi, yang perlu dilakukan hanyalah mengawasi datangnya serangan ke arah kepala. Meskipun kemenangan masih jauh dari jangkauan, setidaknya ada harapan besar untuk dapat bertahan hingga muncul kesempatan untuk menyerang.‖, ujar Ding Tao membenarkan apa yang ada dalam benak mereka semua.
―Meskipun dia memiliki berbagai macam jurus serangan, namun pada puncak pengembangan jurusnya, selalu saja dia menyerang dengan sebuah tusukan ke arah kepala. Setelah semalaman kupikirkan akhirnya aku menemukan gerakan untuk menahan serangan tersebut. Jadi yang perlu kulakukan adalah bertahan sekuatnya sambil menanti dia mencapai puncak serangannya, di mana aku sudah menemukan cara untuk menangkalnya.‖, kata Ding Tao menjelaskan pemikirannya untuk melawan Pan Jun.
Sejenak lamanya mereka merenungkan hal itu, kemudian Fu Tong si tongkat besi berkomentar, ―Hmmm… kedengarannya mudah dilakukan, tapi kenyataannya tentu tidak semudah
1149
kedengarannya, di antara kita semua, kecuali Ketua Ding Tao mungkin tidak ada orang lain yang mampu melakukan. Mungkin Saudara Ma Songquan dan isterinya bisa bertahan setelah mengetahui hal ini, tapi apakah bisa menggunakan kesempatan itu untuk memenangkan pertarungan masih patut dipertanyakan.‖
Ding Tao merenung sebentar dan kemudian menjawab, ―Sebenarnya akupun merasa seperti sedang melintasi jurang dengan meniti di atas tali yang tipis. Sedikit saja terlambat dalam bereaksi, bisa dipastikan kematian akan datang menjemput. Lagipula, bisa dikatakan satu pertaruhan juga, bagaimana jika tiba-tiba dia memutuskan untuk menyerang bagian lain dari tubuhku?‖
―Tapi 9 dari 10 bagian, tentu dia akan menyerang kepala Ketua Ding Tao. Yang pertama, harga dirinya sebagai pedang kilat tentu tidak mengijinkan dia untuk menyerang tempat lain. Yang kedua, untuk mematangkan satu serangan seperti yang dia lakukan, tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Tidak bia kubayangkan berapa puluh ribu kali dia melatih gerakan-gerakan tersebut.‖, ujar Liu Chun Cao menjawab Ding Tao.
1150
―Ya… setelah bertahun-tahun melatih dan meyakinkan jurus tusukan pedang itu, bisa dikatakan, jurus pedang ya Pan Jun, Pan Jun ya jurus pedang itu. Satu serangan yang bisa dia lakukan dalam keadaan tidak sadar sekalipun, setiap pergerakan, nafas dan pengolahan tenaga, sudah terukir kuat dalam benak, hati dan tubuhnya. Mengubah bentuk serangan di tengah pertarungan hanya akan melemahkan serangannya itu sendiri.‖, Qin Hun melanjutkan penjelasan Liu Chun Cao, sambil mengangguk-angguk membenarkan.
Liu Chun Cao terdiam sejenak kemudian berkata, ―Sebenarnya, Pan Jun harusnya bisa menyadari bahwa Ketua Ding Tao sudah memegang kelemahannya tersebut, dalam beberapa kali usahanya untuk mengakhiri perlawanan Ketua Ding Tao, dia sudah menggunakan jurus itu, meskipun belum dilakukan dengan segenap kekuatan seperti pada saat serangan yang terakhir.‖
Chou Liang yang tidak terlatih dalam ilmu silat namun banyak membaca ajaran-ajaran dari kitab-kitab kuno bahkan kitab seni perang, ikut pula menyerap banyak pengetahuan baru dari pembicaraan mereka, ―Hmm… Pendekar pedang Pan Jun pasti juga dihadapkan pada kedua pilihan itu, segera setelah menyadari bahwa Ketua Ding Tao sudah bisa meraba arah
1151
serangannya. Namun di antara dua pilihan itu, akhirnya dia memilih untuk mempertaruhkan semuanya pada jurus serangan yang menjadi andalannya. Satu jurus yang diyakinkan selama bertahun-tahun, puncak dari segenap pencapaian dan kebanggan dirinya.‖
Mereka yang mendengarkan sama-sama menganggukkan kepala, dalam hati merasa kagum pula pada Pan Jun yang mampu mengasah ilmu pedangnya hingga sehebat itu. Ada juga rasa sayang, bahwa orang sehebat itu, bisa jatuh ke jalan yang sesat.
Qin Hun lah yang menyuarakan penyesalan itu, ―Pendekar pedang Pan Jun sungguh orang yang hebat, tidak kusangka dia bisa memilih jalan gelap. Padahal dia terkenal jujur dan keras dalam peraturan, meskipun sedikit sombong dan memandang rendah orang lain.‖
Ding Tao yang dalam hati merasa kagum pada Pan Jun, meskipun tidak menyetujui sikap yang diambil oleh tokoh tersebut menambahkan pula, ―Benar, pilihan yang dia ambil saat pertarungan itu, memperlihatkan wataknya yang keras dan harga diri yang tinggi. Tanpa keraguan sedikitpun dia memilih,
1152
untuk menyerang dengan jurus yang sudah dia latih selama bertahun-tahun itu.‖
Guru Chen memejamkan mata dan menghela nafas, hampir semua orang yang berada di ruangan itu merasakan penyesalan dan kegalauan yang sama, ―Saudara Qin Hun benar, sungguh di luar dugaan bahwasannya Pendekar pedang Pan Jun, seorang ketua dari partai ternama, ternyata menjadi kaki tangan dari orang yang menggerakkan pembantaian atas keluarga Huang.‖
―Bukan saja membuat orang terkejut dan merasa sayang, tapi juga membuat tulang-tulang tua ini merasakan kengerian. Musuh macam apa yang sedang kita hadapi kali ini, sampai-sampai tokoh sekosen Pendekar pedang Pan Jun pun bisa menjadi kaki tangannya?‖, ujar Guru Chen Wuxi menutup keluhannya.
―Hmm… mengetahui diri sendiri dan mengetahui lawan, maka bisa memenangkan setiap pertempuran. Dalam pertarungannya melawan Pendekar pedang Pan Jun, Ketua Ding Tao berhasil menunjukkan penerapan dari teori ini. Namun dalam cakupan yang lebih luas, ternyata justru kita sudah kalah langkah terhadap lawan. Mereka masih tersembunyi dalam
1153
kegelapan, sementara kita sudah maju ke depan.‖, ujar Chou Liang kemudian terdiam memikirkan kedudukan mereka saat ini.
―Apakah itu berarti kekalahan sudah ada di depan mata?‖, tanya Fu Tong dengan suara pahit.
Kemudian sambil menggeram dia menambahkan, ―Kalaupun harus kalah dalam pertarungan ini, aku akan mengadu nyawa, seberapa yang bisa akan aku bawa lawan untuk menemaniku ke neraka.‖
Liu Chun Cao tertawa mendengar geraman Fu Tong, sementara Ding tao buru-buru berusaha menenangkan Fu Tong.
―Ah… Saudara Fu Tong, jangan sampai gelap mata. Sebenarnya kami sudah pula membicarakan masalah ini, sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan serangan kepada lawan.‖, ujar Ding Tao menghibur Fu Tong.
―Ya, itu benar, meskipun saat ini keadaan lawan masih gelap, sementara justru kekuatan kita secara keseluruhan menjadi nampak lewat serangan untuk membebaskan rekan-rekan di Jiang Ling, tapi pertaruhan kemarin memberikan suntikan
1154
kekuatan yang cukup besar bagi perkumpulan kita. Nyata hari ini kita semua bisa berkumpul sebagai satu partai yang cukup besar.‖, ujar Chou Liang sambil tersenyum.
―Hmm… tapi bukankah teori perang itu yang baru disebutkan, menunjukkan bahwa kita akan berada pada posisi yang lemah?‖, tanya Fu Tong dengan kening berkerut.
―Ya, kita berada di posisi yang lebih lemah, tapi dengan kedudukan yang lebih kuat dibanding kedudukan kita beberapa minggu yang lalu. Lagipula lawan belum sepenuhnya mengetahui kekuatan kita, benar mereka sekarang tahu bahwa di pihak kita, orang terkuat adalah Ketua Ding Tao, Saudara Ma Songquan dan isterinya Nyonya Ma. Namun selain dalam beberapa hari ini datang tambahan-tambahan kekuatan baru, seperti Saudara Fu Tong dan Guru Chen Wuxi. Seberapa tingginya tingkatan Ketua Ding Tao sendiri belum sepenuhnya dapat mereka selami.‖, ujar Chou Liang menjelaskan.
―Sementara mereka berusaha mengumpulkan data-data yang baru ini, kita pun tidak boleh tinggal diam. Kita harus melakukan kegiatan-kegiatan yang menyulitkan lawan untuk menghitung kekuatan kita yang sebenarnya, sembari mengumpulkan kekuatan tersembunyi yang tidak terlihat oleh lawan.―
1155
―Hmm… ilmu perang, sepertinya bersinggungan erat dengan ilmu silat.‖, ujar Fu Tong dengan kening berkerut.
Liu Chun Cao tertawa melihat sahabatnya itu berpikir dengan keras, ―Tentu saja ada persinggungan, jika kau mau sedikit saja menggunakan otakmu itu dan bukan hanya menggunakan tongkat besimu, tentu peringkatmu dalam dunia persilatan bisa naik beberapa tingkat.‖
Gurauan Liu Chun Cao itu membuat mereka semua tertawa, termasuk Fu Tong sendiri, setelah tawa mereka sedikit mereda, Fu Tong berkata, ―Hmph! Mau jurus tipuan atau sungguhan, justru membuat otakku pening berpikir, aku tetap saja lebih suka pukul dulu, pikir belakangan.‖
Dan tawa mereka pun kembali meledak. Memang suasana di gedung itu pada saat ini penuh dengan kegembiraan, lepas dari tantangan yang ada di depan mata, terselip satu rasa syukur bahwasannya mereka semua boleh berkumpul juga pada hari ini. Bisa dikatakan, seandainya saat itu juga, lawan-lawan yang kuat datang menyerang dan mereka semua mati binasa, matipun mereka akan mati dengan senyum dikulum, karena mereka sudah bertemu dan mendapatkan sahabat-sahabat
1156
sejait, kawan seperjuangan yang memiliki prinsip dan harapan yang sama.
Setelah tawa mereka mereda, Song Luo bertanya pula, bagi pembaca yang lupa, Song Luo adalah pemilik kedai dekat rumah Mao Bin, dia termasuk orang yang menjadi pengikut Ding Tao sejak awal didirikannya perkumpulan mereka yang saat itu belum bernama. Meskipun tidak memiliki ilmu silat, bahkan tidak tergolong orang dari dunia persilatan, Ding Tao tidak melupakan niatan baik orang ini dan pada saat perencanaan untuk mengadakan perayaan berdirinya Partai Pedang Keadilan, secara rahasia, Song luo ikut diundang untuk datang ke kota Jiang Ling.
Orang tua itu bertanya pada Ding Tao, ―Ketua, sebenarnya sejak kemarin ketika ketua menyatakan bahwa sebagai orang yang memutuskan untuk mengikut ketua sejak awal, diriku termasuk pula menjadi anggota inti dari Partai Pedang Keadilan, aku jadi merasa serba salah. Apa yang bisa kulakukan sebagai anggota inti dari Partai Pedang Keadilan, sedangkan kebisaanku hanyalah memasak mie saja?‖
Liu Chun Cao, Ding Tao dan Chou Liang saling berpandangan untuk sesaat lamanya. Kemudian Chou Liang menegakkan
1157
badannya dan berbicara dengan suara perlahan, ―Untuk lebih jelasnya, akan kita bicarakan setelah perayaan ini selesai. Namun secara garis besar, dalam Partai Pedang Keadilan akan ada dua kelompok. Yang pertama adalah kelompok kecil yang terdiri dari orang-orang yang terpercaya.‖
―Kelompok kedua adalah mereka yang berada di luar kelompok pertama ini yang secara umum dilihat sebagai anggota dari Partai Pedang Keadilan, namun sesungguhnya akan ada banyak hal yang tidak mereka ketahui tentang partai ini sendiri.‖
―Kelompok pertama yang menjadi inti dari Partai Pedang Keadilan, justru tidak selalu menampakkan diri sebagai anggota partai. Itu sebabnya di antara mereka yang diundang ke mari untuk berikrar setia, ada juga beberapa yang datang sebagai tamu biasa, seperti Guru Chen Wuxi dan Saudara Fu Tong. Atau bahkan yang kedatangannya disamarkan dan sebisa mungkin tidak diketahui orang seperti Paman Song Luo. Tentang apa tugas dan kewajiban masing-masing anggota, hal itu pun sudah dibicarakan secara masak.‖
―Setiap anggota inti dari Partai Pedang Keadilan, akan memiliki tugas yang khusus. Termasuk Paman Song Luo, tentu saja hal-hal itu akan kita bahas lebih lanjut dalam pertemuan dan
1158
kesempatan yang lebih sesuai.‖, ujar Chou Liang mengakhiri penjelasannya.
Wajah Qin Hun, Song Luo, Chen Wuxi dan Fu Tong pun berubah menjadi serius setelah mendengar penjelasan Chou Liang. Bukan hanya Song Luo, yang lainpun mulai merasakan beban tanggung jawab yang harus mereka hadapi nantinya. Ada rasa bangga, tapi terselip juga pertanyaan, akankah mereka mampun menjalankan tanggung jawabnya masing-masing.
Tidak ada yang bertanya lebih lanjut, penjelasan Chou Liang sudah mengisyaratkan bahwa penjelasan yang lebih terperinci haruslah dilakukan dalam situasi yang jauh lebih aman.
Di saat seperti itulah tiba-tiba Tang Xiong masuk ke dalam ruangan dan langsung menghadap Ding Tao, ―Ketua Ding Tao, ada tamu penting, kami rasa sebaiknya ketua keluar untuk menemuinya.‖
Kegugupan Tang Xiong dengan cepat menyebar pada yang lain. Maklum saja, jauh-jauh hari mereka sudah menyadari, membuka satu partai persilatan dan mengundang teman-teman dari dunia persilatan untuk ikut merayakan, sudah tentu yang
1159
datang bukan hanya mereka yang ingin ikut mengucapkan selamat. Tentu akan datang pula mereka yang ingin menjajal dan menjajagi kekuatan partai yang baru lahir ini. Itu sebabnya, jika Ding Tao sedang beristirahat, tentu ada Ma Songquan dan isterinya yang menggantikan dirinya untuk ikut menyambut tamu. Seberapa tinggi ilmu silat bekas sepasang iblis itu mereka sudah sama tahu. Jika sekarang Tang Xiong datang dengan gugup, maka itu berarti tamu yang cukup penting sudah datang pula ke tempat mereka.
―Baiklah, aku akan segera ke sana, Pendeta Liu Chun Cao, Paman Qin Hun dan Kakak Chou Liang baiklah ikut pula keluar, saudara yang lain sebaiknya tetap menunggu di sini saja.‖, ujar Ding Tao dengan tenang, sambil berdiri dan merapikan pakaian.
Ketenangan Ding Tao dengan sendirinya menyebar dan membuat hati mereka pun sedikit lebih tenang. Bahkan Tang Xiong pun tampaknya ikut terhibur oleh ketenangan Ding Tao. Segera mereka yang diajak untuk ikut, bangkit pula, mengikuti Ding Tao dan Tang Xiong yang sudah mulai meninggalkan ruangan. Fu Tong, Song Luo dan Guru Chen Wuxi hanya bisa saling berpandangan dan menduga-duga.
1160
―Siapa pula gerangan yang datang berkunjung?‖, ujar Fu Tong sambil mengangkat alis matanya.
―Entahlah, apa mungkin orang dari Perguruan Hoasan?‖, jawab Chen Wuxi menduga-duga.
―Hmm… bisa jadi, Hoasan masih menyimpan banyak tokoh tua dan desas-desus tentang kekalahan Pan Jun di tangan Ketua Ding Tao sudah pasti menjadi duri dalam daging mereka. Meskipun tidak bisa membalaskan dendam Pan Jun secara terang-terangan, bukan tidak mungkin mereka datang untuk mencari gara-gara.‖, geram Fu Tong ddengan wajah gelap.
―Ya, satu kali rengkuh, dua tiga pulau terlampaui. Mempermalukan Ketua Ding Tao sebagai ganti balas dendam, sekaligus menutup mulut orang-orang yang menyebarkan berita busuk itu dan mengembalikan nama besar Partai Hoasan yang sempat tercoreng oleh kekalahan Pan Jun.‖, uar Chen Wuxi dengan nada sedih.
―Kira-kira, apa Ketua Ding Tao bisa mengatasi mereka bila mereka benar-benar mencari masalah?‖, tanya Song Luo yang kurang tahu dengan jelas seluk beluk dunia persilatan.
1161
―Hmm… sulit dikatakan, Pan Jun memang ketua dari Partai Hoasan, namun tidak berarti dia adalah orang terkuat dalam Hoasan. Lagipula jika benar yang mencari setori adalah orang dari Partai Hoasan, tentu yang datang adalah orang yang lebih kuat dari Pan Jun, tidak akan mereka mengirimkan orang yang lebih lemah darinya.‖, jawab Guru Chen Wuxi dengan wajah muram.
―Astaga… apakah Ketua Ding Tao bisa terluka nanti? Apakah kita tidak perlu keluar untuk memberikan bantuan?‖, tanya Song Luo dengan cemas.
―Tentu saja tidak. Kalau sampai terjadi pertarungan, tentu yang terjadi adalah pertarungan satu lawan satu. Tidak mungkin bagi kita untuk ikut campur tanpa mempermalukan Ketua Ding Tao, moga-moga saja tokoh tua yang datang tidak sampai menjatuhkan tangan jahat pada Ketua Ding Tao.‖, jawab Fu Tong.
―Aku kenal watak orang-orang Hoasan, meskipun kejayaan partai mereka sedang meredup, namun mereka memegang teguh adat kebiasaan dan peraturan yang ada. Jika yang datang benar tokoh tua dari Hoasan, maka sudah pasti dia akan memberikan keringanan pada Ketua Ding Tao dan tidak
1162
sampai menurunkan tangan keras.‖, ujar Chen Wuxi menanggapi Fu Tong.
―Hmm… tidak ada tokoh seangkatan Pan Jun yang melebihi dirinya, yang datang pasti dari angkatan tua.‖, jawab Fu Tong pula.
―Kalau begitu kita bisa sedikit berlega hati. Moga-moga tidak terjadi apa-apa‖, ujar Chen Wuxi dengan nada berharap.
―Apakah tidak ada kemungkinan yang datang bukan dari Hoasan?‖, tanya Song Luo pula.
―Kemungkinan seperti itu tentu saja ada, tapi seharusnya jika bukan dari Hoasan, masalahnya pun tidak akan sebegitu gawat. Paling-paling hanya sedikit penjajagan saja pada kekuatan kita, tidak akan sampai bersungguh-sungguh mendesak kita sebagai tuan rumah.‖, jawab Chen Wuxi.
―Kecuali jika dia memang memiliki niat jahat untuk merusak acara ini‖, ujar Fu Tong.
―Ya… sudahlah, kita di sini hanya bisa berdoa saja, semoga tidak terjadi hal-hal yang buruk di luar sana.‖, jawab Chen Wuxi.
1163
Mendengar perkataan Chen Wuxi itu, Song Luo pun memejamkan matanya dan mulutnya berkomat-kamit, entah berdoa pada siapa. Kecemasan tergurat jelas pada wajahnya yang sudah mulai berkeriput. Fu Tong dan Chen Wuxi yang melihat itu tidak bisa menyembunyikan pula kerisauan dalam hati mereka, diam-diam dalam hati merekapun mengucapkan doa-doa, memohonkan keselamatan bagi mereka yang di luar.
Siapa sebenarnya yang datang mengunjungi mereka, hingga Tang Xiong pun dibuat gugup saat menyampaikan berita dan Ding Tao harus keluar secara pribadi untuk menemui kedatangannya?
Sambil berjalan ke pintu depan, Ding Tao pun sempat bertanya pada Tang Xiong, ―Siapa yang datang sebenarnya?‖
Dengan suara tertekan Tang Xiong menjawab, ―Ketua Partai Pengemis, Tetua Bai Chungho…‖
―Ah, benarkah? Sungguh satu kehormatan yang besar, sudah lama aku mengagumi namanya‖, ujar Ding Tao dengan wajah cerah.
1164
―Dia tidak sendirian saja kan?‖, tanya Liu Chun Cao dengan nada rendah, jika hanya Bai Chungho yang datang, mana mungkin Tang Xiong begitu cemas.
―Ya… dia datang bersama seorang kakek tua kurus kering, dia hanya mengenalkan namanya Put Meng Sao. Tapi kurasa…‖, terbata Tang Xiong saat hendak mengucapkan dugaannya.
―Kurasa, dia itu tentunya Pendekar Pedang sembilan pedang, Xun Siaoma…‖, lanjutnya dengan suara sedikit tergetar.
―Xun Siaoma…‖, desis Liu Chun Cao.
―Siapa itu Pendekar pedang Xun Siaoma?‖, tanya Chou Liang.
―Salah satu tokoh tua dari Partai Hoasan yang sudah lama mengundurkan diri dan mengurung diri di puncak Gunung Hoasan. Dijuluki sembilan pedang, karena pada masa jayanya, sembilan orang pendekar pedang ternama dari sembilan propinsi kalah di tangannya. Sejak itu dia pergi kemana-mana dengan menyandang sembilan pedang pusaka milik lawan yang berhasil dia kalahkan. Beberapa kali orang-orang itu berusaha merebut pedang mereka kembali, namun selalu berhasil dikalahkan dengan mudah.‖, jawab Liu Chun Cao dengan nada rawan.
1165
Ding Tao tersenyum dan menghibur mereka, ―Sudahlah, kuyakin tokoh-tokoh tua seperti Pendekar pedang Xun Siaoma dan Tetua Bai Chungho, tentu bisa menilai segala sesuatunya dengan adil dan tidak sembarangan menurunkan tangan jahat. Jika perlu aku akan memohon maaf padanya atas apa yang terjadi.‖
―Ya, semoga Tetua Bai Chungho bisa menjadi penengah yang adil…‖, desah Qin Hun yang mengikut di belakang.
―Apapun juga yang terjadi, tidak perlu kita berkecil hati, selama kita yakin kita sudah melakukan yang terbaik dan sudah berpijak pada kebenaran, kalaupun harus mati, apa yang perlu disesali?‖, ujar Ding Tao dengan tegas.
Jantung Ding Tao sebenarnya juga ikut berdebaran, namun dari hari ke hari, dia makin menyadari apa artinya menjadi seorang ketua. Sebagai kepala dan penanggung jawab dari sebuah organisasi, dia harus menjadi teladan dan penyemangat bagi yang lain. Itu sebabnya dari hari ke hari, pemuda itu semakin berwibawa, tindakan dan kata-katanya memiliki ketegasan yang jarang terlihat sebelumnya. Jika dahulu Ding Tao seringkali malu-malu dan peragu, hari-hari ini hal itu sudah jarang lagi terlihat. Ding Tao sadar, jika sebagai
1166
pemimpin dia tampil ragu-ragu, maka keragu-raguan itu akan melemahkan semangat mereka yang mengikuti dirinya. Hal ini bukan berarti Ding Tao tidak lagi mau mendengar nasihat dari rekan-rekannya, sama sekali tidak. Ding Tao tetap menanyakan dan mendengarkan pertimbangan dari tiap-tiap orang. Bedanya adalah pada saat mengambil keputusan, dia tidak lagi menampakkan keragu-raguan.
Ketegasan ini datang pula dengan pengertian yang mendalam tentang tanggung jawab dan resiko yang mungkin timbul dari kesalahan mengambil keputusan. Pada awalnya hal itu sering membuat Ding Tao takut dan ragu, tapi pada akhirnya pemuda itu pun menyadari dan menerima kelemahannya sebagai manusia, tidaklah mungkin dia mengetahui dengan pasti, akibat yang akan timbul dari keputusannya. Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah berusaha sebaik-baiknya dan selalu siap mempertanggung jawabkan akibat dari keputusan yang dia buat.
Entah karena pertambahan umur, atau memang karena perubahan cara berpikirnya, wajah Ding Tao pun tampak beberapa tahun lebih tua dibanding ketika dia baru saja melarikan diri dari kediaman keluarga Huang beberapa waktu yang lalu.
1167
Perubahan ini bukannya tidak tertangkap oleh mereka-mereka yang pernah bertemu dengan Ding Tao sebelum dia menjadi Ketua Partai Pedang Keadilan. Orang-orang tua seperti Wang Xiaho, Guru Chen Wuxi dan Tabib Shao Yong memperhatikan perubahan itu dengan penuh harap tapi juga cemas. Berharap dan juga bangga karena Ding Tao semakin hari bertindak semakin dewasa dan sesuai dengan kedudukannya. Tapi juga muncul kecemasan bahwa pemuda itu akan berubah terlalu jauh, hingga ingkar dari dirinya yang mula-mula. Entah apa yang akan terjadi pada pemuda itu, hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan mereka.
Tidak lama kemudian mereka pun sampai di depan, Ma Songquan dan Chu Linhe dengan sangat sopan melayani kedua orang tetua yang datang. Namun terlihat jelas pikiran dua orang tua itu tidak tertuju pada mereka, melainkan menantikan kedatangan Ding Tao. Terlhat dari cara mereka yang sering mengalhkan perhatian ke pintu yang menuju ke ruang dalam. Bersama dua orang tetua itu, ikut juga beberapa angkatan muda baik dari Partai Hoasan sendiri, maupun dari Partai Pengemis.
Sekilas melihat saja terlihat perbedaan dari kedua kelompok tersebut, angkatan muda dari Partai Pengemis bersikap lebih
1168
ramah dan terlihat keingin tahuan yang besar dari cara mereka berbisik dan melihat ke arah Ding Tao dan rekan-rekannya yang baru masuk. Sementara dari angkatan muda Partai Hoasan, meskipun bersikap sopan, terasa dingin dan meskipun berusaha ditutupi, beberapa kali tampak kilatan mata marah terlontar pada Ding Tao dan rombongannya.
Permusuhan terselubung yang terpancar dari angkatan muda Partai Hoasan, tidak terlihat pada wajah Tetua Xun Siaoma, namun wajahnya yang tenang, tidaklah memberikan petunjuk apa yang ada dalam hati tokoh tua itu. Penguasaan dirinya sudah sempurna hingga yang melihat dirinya merasa seperti sedang melihat patung dewa atau patung Buddha. Wajahnya tenang tanpa memperlihatkan gejolak perasaan sedikitpun.
Disandingkan dengan Tetua Bai Chungho, maka kedua orang itu bagaikan pasangan Yin dan Yang. Yang satu lembut namun beku seperti hamparan salju tebal di musim dingin, yang lain begitu hidup dan bergairah, seperti anak-anak kelinci yang berlompatan di musim semi. Gairah orang tua itu tidak kalah dengan yang mereka yang masih muda. Melihat wajahnya seketika Ding Tao merasa ingin tertawa, meskipun dia tidak melihat ada yang lucu, hanya tertawa karena senang.
1169
Itu sebabnya meskipun ada sorot bermusuhan tersembunyi yang terpancar dari orang-orang Partai Hoasan, Ding Tao menghampiri mereka dengan senyum lebar dan wajah yang cerah.
Dengan ramah dan penuh hormat pemuda itu memberi salam pada tamu yang mereka lewati dan sedikit berbasa-basi. Namun merekapun tahu, siapa yang hendak ditemui Ding Tao. Bisik-bisik di antara mereka yang hadir sudah terjadi sejak Bai Chungho dan Xun Siaoma tiba. Tiap-tiap tamu yang datang memperhatikan yang sedang terjadi di hadapan mereka dengan penuh perhatian.
Sesampainya di depan Bai Chungho dan Xun Siaoma, Ding Tao, sebagai generasi yang lebih muda memberi salam dengan sangat hormat.
―Tetua sekalian berkenan untuk ikut datang meramaikan perayaan berdirinya perkumpulan kami yang kecil ini, sungguh membuat kami merasa sangat beruntung.‖, ujar Ding Tao dengan tulus.
1170
Bai Chungho dengan ramah tertawa dan menjawab, ―Terlalu memuji, justru kami yang beruntung bisa melihat keramaian dan menghabiskan simpanan arak kalian.‖
―Ah, persediaan arak yang kami punya biasa-biasa saja, jika Tetua sekalian menikmatinya, itu membuat kami senang. Perkumpulan kami baru dibuka, tentu saja masih banyak kekurangan. Tetua sekalian sudah banyak pengalaman, jika Tetua berdua mau bermurah hati memberikan nasihat dan masukan, kami akan sangat bergembira.‖, jawab Ding Tao merendah.
―Hmm… hmm...biarpun aku sudah tua, tapi aku tidak merasa lebih tahu dari kalian yang lebih muda. Kukira tidak ada apa yang bisa kunasihatkan yang kalian belum pernah mendengarnya.‖, ujar Bai Chungho sambil tersenyum, tidak bisa dikatakan senyum yang ramah tapi juga bukan senyum yang dingin.
Melihat senyum dan cara Bai Chungho menjaga jarak, Ding Tao jadi sadar bahwa orang di depannya bukan seorang tua biasa. Meskipun berpenampilan dan bergaya apa adanya, Bai Chungho tetaplah seorang ketua dari sebuah partai yang besar. Dengan senyumnya seakan Bai Chungho berkata, tidak mudah
1171
untuk menjadi salah seorang sahabatnya. Dia tidak akan mempercayai Ding Tao sekarang ini, dia sedang melihat pemuda itu dan menilainya. Dan mungkin suatu saat nanti jika dia memandang Ding Tao dapat dia percaya, mungkin pada saat itu mereka dapat menjadi saudara.
Tidak ada kata-kata, semuanya itu tidak lebih dari rasa yang muncul dari hati Ding Tao. Benarkah itu yang dimaksudkan Bai Chungho? Apa memang seperti itu yang ada dalam hatinya? Tentu saja tidak ada yang tahu.
Tapi itulah yang dirasakan Ding Tao dan pemuda itu tidak menjadi benci pada Bai Chungho karenanya. Pemuda itu merasa diingatkan pada kedudukannya sebagai ketua dari satu perkumpulan. Kedudukan itu berarti, mulai sejak saat itu, setiap keputusannya akan mempengaruhi nasib dari sekian banyak orang yang mempercayakan pilihan mereka pada dirinya. Tercenung sejenak, pemuda itu kemudian mengangkat wajahnya, tersenyum dan dengan hormat berkata pada Bai Chungho.
―Siauwtee mengerti… Menerima tanggung jawab untuk menjadi ketua dari satu perkumpulan, entah besar atau kecil, berarti bersedia mempertanggung jawabkan pula nasib dari setiap
1172
anggota dari perkumpulan itu. Itu sebabnya seorang ketua, harus memikirkan setiap tindakan dan keputusannya dengan hati-hati.‖
―Dia harus berusaha mencari jawaban dari persoalan yang ada di tangannya, dengan segenap akal dan hati nuraninya. Bukan bergantung pada pendapat orang lain, meskipun bukan berarti menutup telinga dari perkataan orang-orang kepercayaannya.‖
Bai Chungho mendengarkan hingga Ding Tao selesai berbicara, kemudian dia menjawab sambil tersenyum kebapakan, ―Hmmm…. bukan aku yang mengatakan hal itu, kau sendiri yang membuat kesimpulan. Sebenarnya aku ke tempat ini, karena aku ingin mengantarkan sahabat di sampingku ini. Apakah kau mengenalnya?‖
Ding Tao mengalihkan pandangan ke arah Xun Siaoma, kemudian dengan hormat dia berkata, ―Jika tidak salah, beliau ini Tetua dari Hoasan, Pendekar pedang, sembilan pedang, sembilan propinsi, Xun Siaoma. Satu kehormatan besar anda bersedia untuk berkunjung.‖
Salah seorang dari angkatan muda Hoasan yang mendengar perkataan Ding Tao mendengus kesal. Ding Tao mendelu
1173
dalam hati, namun di luar dia tetap berusaha menampilkan ketenangan. Beda pula sikap orang-orang yang ada di belakangnya. Ma Songquan dan Chu Linhe, pada dasarnya memang dingin terhadap mereka yang mengaku-aku pendekar, sehingga raut wajah merekapun kaku tiada perubahan. Mereka yang sudah tua bisa menahan sabar, seperti Qin Hun, Tabib Shao Yong dan Li Yan Mao, paling-paling hanya mendesahkan nafas panjang, menyesali kejadian yang sudah terjadi. Yang masih muda dan berdarah panas seperti Tang Xiong atau Qin Bai Yu berbeda lagi, loncatan kemarahan terlihat meletik dari sorot pandang mata mereka. Chou Liang pandai mengatur ekspresi wajahnya, mendapat tanggapan demikian, justru wajahnya terlihat makin polos.
Melihat mulai memanasnya suasana, perhatian para pesilat yang datang pun mulai terfokus pada dua kelompok yang sekarang saling berhadapan ini. Tidak ada suara percakapan yang dilakukan dengan suara lantang, tapi ruangan seperti berdengung karena mereka saling berbisik-bisik, menduga-duga dan saling memberikan pendapat tentang apa yang akan terjadi.
Wajah Xun Siaoma tidak berubah, dengan tenang tokoh tua itu memperhatikan raut wajah Ding Tao dan pengikutnya.
1174
Mencoba menakar bobot mereka masing-masing, meskipun belum secara langsung, setidaknya dia mencoba mengukur kemampuan mereka mengendalikan diri. Tokoh tua inipun mulai menghitung-hitung, kekuatan yang dia bawa dan kekuatan lawan di hadapannya. Ma Songquan, Chu Linhe, Ding Tao dan Chou Liang dengan cepat naik dalam urutan orang yang dia anggap berbahaya. Selanjutnya para orang tua dan baru kemudian Tang Xiong dan Qin Bai Yu yang terlihat tidak bisa mengendalikan emosi dengan baik.
Perlahan-lahan, tokoh tua itu pun berkata, ―Hmm… rupanya kakek pikun ini masih cukup punya ketenaran juga. Tahukah kau apa alasanku datang ke tempat perayaanmu ini?‖
Pertanyaan itu diajukan pada Ding Tao, dengan sendirinya yang lain tidak berani lancang menjawab. Yang seorang adalah tokoh tua yang dihormati, yang seorang lagi adalah ketua dari perkumpulan yang baru didirikan ini. Semua orang hanya bisa menunggu jawaban yang keluar dari mulut Ding Tao. Xun Siaoma sendiri bertanya demikian tentu ada tujuannya. Lewat pertanyaan itu Xun Siaoma ingin mengetahui karakter Ding Tao sebagai seorang laki-laki dan bagaimana Ding Tao menempatkan dirinya dalam hubungan antara perkumpulan yang baru didirikan dengan Partai Hoasan.
1175
Ditanya demikian, Ding Tao tidak bisa segera menjawab. Jika dia menjawab tidak tahu, hal itu terasa sebagai satu kebohongan, karena meskipun Ding Tao tidak bisa memastikan sepenuhnya, tapi 9 dari 10 bagian, kedatangan Xun Siaoma tentunya berhubungan dengan kematian Pan Jun. Sebaliknya jika Ding Tao mengutarakan apa yang ada dalam benaknya secara berterang, itu artinya pertikaian antara perkumpulan yang dia pimpin dengan Partai Hoasan tidak akan bisa dihindarkan. Selama berita tentang kematian Pan Jun di tangan Ding Tao tidak terucap oleh mulut mereka, berita itu selamanya hanyalah desas-desus.
Tapi jika Ding Tao sampai mengucapkan hal itu, sekarang ini, di depan sekian banyak orang persilatan dan di depan orang-orang Hoasan sendiri. Maka seandainya Partai Hoasan, mengamini pernyataannya itu, maka terikat oleh budi dan dendam, mereka pasti akan mengadakan serangan untuk membalaskan dendam ketua mereka. Jika mereka menyatakan bahwa pernyataan Ding Tao itu sebagai kebohongan, pertikaian pun tidak bisa dihindarkan, karena itu berarti Ding Tao sudah menyebarkan kebohongan yang mencoreng nama baik partai mereka.
1176
Jadi Ding Tao terdiam untuk beberapa lama, menimbang-nimbang antara mementingkan perdamaian dengan mengorbankan integritasnya sebagai seorang laki-laki, atau mengutarakan yang benar namun membawa pertumpahan darah. Keningnya sedikit berkerut, matanya memandang ke jalan di depan rumah makan tersebut. Ding Tao tidak memilik waktu seharian untuk memikirkan jawaban yang harus dia berikan. Diapun tidak memiliki kesempatan untuk bertanya pada orang-orang kepercayaannya. Mendesah panjang pemuda itu pun mengambil keputusan.
Dengan nada penuh hormat dan keseriusan, dia menjawab Xun Siaoma, suaranya tenang dan tegas tanpa keraguan. Ding Tao bisa menjawab dengan tenang bukan berarti Ding Tao sudah yakin bahwa jawaban yang dia pilih adalah yang terbaik. Bukan pula karena dia seorang ahli negosiasi dan aktor yang ulung seperti Chou Liang. Tapi pemuda itu mendasarkan keyakinannya bahwa inilah yang terbaik yang bisa dia pikirkan saat ini, dan pilihan ini dia dasarkan pada niat baik yang tulus dari hatinya.
―Tetua Xun Siaoma, kurasa kedatangan tetua ini tentu berkaitan dengan beredarnya desas-desus yang mengatakan bahwa Ding Tao telah membunuh Pendekar pedang Pan Jun,
1177
ketua dari Partai Hoasan. Tentang kebenaran dari desas-desus itu, sudah tentu Tetua dan anak murid Partai Hoasan yang paling mengetahui kebenarannya, namun perkataan-perkataan dari orang yang tidak bertanggung jawab itu tanpa bisa dihindari telah menimbulkan perasaan yang tidak baik.‖
―Baik bagi Partai Hoasan, demikian pula bagi kami. Secara pribadi siauwtee sangat menghormati dan menghargai kepahlawanan Pendekar pedang Pan Jun dari Hoasan. Sebisa mungkin kami berusaha untuk meredam berita busuk tersebut. Sayang usaha kami kurang berhasil, jika tetua merasa tersinggung dengan berita itu, siauwtee secara pribadi memohon maaf.‖, ujar Ding Tao dengan sopan tanpa merendahkan diri melampaui batas kewajaran, penghormatan akan seorang yang lebih muda pada orang lain yang lebih tua.
Ding Tao mengucapkannya dengan cara yang wajar dan tulus, meskipun dia sadar terselip juga usaha untuk menutupi kebenaran dalam apa yang dia katakan, setidaknya apa yang dia katakan bukanlah satu kebohongan. Tapi Ding Tao pun sudah berpikir, seandainya Xun Siaoma masih mendesak juga dan bertanya apakah dia membunuh Pan Jun, mau tidak mau dia akan mengatakan kebenarannya tanpa berusaha menutupi apapun. Ada dua sebab, yang pertama Ding Tao tidak ingin
1178
mengkompromikan integritasnya dengan mengatakan kebohongan. Yang kedua, jika sampai Xun Siaoma menanyakan hal itu, maka jelas kedatangannya memang untuk memulai satu pertempuran dan apa pun yang dia coba lakukan, pihak lawan akan terus mencari-cari alasan.
Pandangan Xun Siaoma melunak, ekspresi wajahnya masih dingin dan sulit menduga apa isi hatinya. Namun meskipun hanya seulas saja, tapi bagi mereka yang peka, terasalah perubahan perasaan dari tokoh tua itu.
Dengan suara yang lembut dia menjawab, ―Hmmm… sebenarnyalah demikian. Baguslah kalau Ketua Ding Tao mampu memahami duduk persoalannya. Tadinya ada kekhawatiran dari pihak Hoasan bahwa dari Partai Pedang Keadilan, ada yang dengan sengaja menyebarkan berita itu. Tapi jawaban Ketua Ding Tao aku rasa cukup memuaskan, dengan demikian kukira tentang masalah desas-desus itu bisa kita anggap selesai sampai di sini.‖
Percakapan kedua orang itu menimbulkan banyak pertanyaan, dugaan dan pendapat di antara mereka yang mendengarkannya. Tentu saja dilakukan dengan suara yang lirih agar tidak sampai terdengar oleh telinga tajam dari dua
1179
pihak yang sedang berhadapan. Salah seorang dari mereka adalah seorang muda yang datang menghadiri perayaan itu bersama dengan ayahnya.
Pemuda itu bernama Sun Gao, sedang ayahnya bernama Sun Liang, mereka berdua berasal dari kota Luo Yang. Keluarga Sun dari Luo Yang memiliki nama yang cukup dihormati dalam dunia persilatan, jurus-jurus tendangan dari Keluarga Sun disegani kawan dan lawan. Lagipula Sun Liang adalah seorang yang berpendidikan dan berwawasan luas, ahli dalam sastra, seni dan ilmu bela diri.
Sehingga ketika Sun Gao bertanya pada ayahnya, mereka yang duduk di sekitar kedua orang itu pun ikut memasang telinga untuk mendengar pandangan Sun Liang mengenai apa yang sedang terjadi saat ini.
―Ayah, tadinya kupikir Pihak Hoasan datang untuk membersihkan nama mereka yang tercoreng oleh desas-desus yang beredar. Melihat mereka datang ke perayaan ini, tadinya aku menduga pasti akan terjadi pertarungan, tapi mengapa dengan mudahnya Tetua Xun Siaoma menganggap masalah ini selesai, hanya dengan mendengarkan jawaban dari Ketua Ding Tao?‖, tanya Sun Gao pada ayahnya.
1180
―Hmm… tentu saja kita hanya bisa menduga-duga, tapi marilah coba kita uraikan duduk persoalannya.‖, jawab ayahnya sambil mengelus jenggot panjangnya yang tertata rapi.
―Pertama tentang desas-desus itu sendiri, menurutmu apakah benar Ketua Partai Hoasan mati terbunuh dalam satu pertarungan satu lawan satu melawan ketua dari partai yang baru saja didirikan ini?‖, tanya Sun Liang pada anaknya.
―Menurut anak Gao tentu demikianlah kejadiannya. Jika tidak demikian kejadiannya, apa sulitnya membungkam desas-desus tersebut. Bukankah dengan majunya Pan Jun ke muka umum hal itu akan dapat diselesaikan dengan cepat?‖, jawab Sun Gao.
―Hohoho, kalian orang muda memang sangat bersemangat. Yang satu benar belum tentu yang kedua dan yang ke seterusnya juga benar. 7 dari 10 bagian, kemungkinan besar memang Pan Jun sudah terbunuh. Tapi siapa yang membunuh? Benarkah Ketua Ding Tao yang membunuhnya? Apakah benar terbunuh dalam pertarungan satu lawan satu?‖, jawab ayahnya sambil tertawa kecil.
1181
―Hmm… ayah benar, tidak munculnya Pan Jun untuk membungkam desas-desus itu, membuktikan bahwa berita kematiannya adalah benar. Namun bukan berarti keseluruhan dari desas-desus itu kemudian dapat dipercaya. Tentang kaitannya dengan pembunuhan keluarga Huang, siapa yang membunuhnya dan bagaimana cara kematiannya, itu semua belum bisa dipastikan.‖, jawan Sun Gao sambil tercenung memikirkan kembali masalah yang diajukan oleh ayahnya.
Rupanya inilah salah satu cara Sun Liang untuk mendidik putranya. Dia tidak memberikan jawaban saat puteranya bertanya, namun dia berusaha menuntun puteranya untuk memikirkan sendiri jawaban dari pertanyaannya.
Sesaat kemudian Sun Gao berkata, ―Tapi aku merasa bahwa bagian yang mengatakan bahwa pertarungan antara Ketua Ding Tao dan Ketua Pan Jun bukan atas kehendak Ketua Ding Tao. Demikian juga bagian yang mengatakan bahwa terbunuhnya Ketua Pan Jun adalah dalam pertarungan satu lawan satu, bisa dipercaya.‖
―Mengapakah demikian?‖, tanya ayahnya dengan nada tertarik.
1182
Cara ayahnya bertanya, perhatian yang diberikan dan rasa tertarik ayahnya pada pemikirannya membuat Sun Gao bersemangat untuk berpikir dan mengutarakan pemikirannya.
―Karena dari sekilas yang kulihat dan kudengar tentang Ketua Ding Tao, semuanya memberikan aku keyakinan bahwa Ketua Ding Tao adalah seorang tokoh yang memiliki integritas yang tinggi. Dia bukan orang yang akan mengambil jalan yang curang atau bertentangan dengan hati nuraninya.‖, jawab Sun Gao dengan yakinnya.
―Hahaha, baik sekali jawabanmu, ada kalanya kita bisa menentukan benar tidaknya satu masalah, dengan menyelidiki karakter dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika demikian bisakah kau sekarang menjawab tiga pertanyaanku. Yang pertama, apa alasan Tetua Xun Siaoma datang kemari. Mengapakah Tetua Xun Siaoma mengajukan pertanyaan itu dan mengapa pula dia menganggap masalah desas-desus itu selesai segera setelah mendengar jawaban dari Ketua Ding Tao?‖, ujar ayahnya dengan suara dan ekspresi yang menunjukkan betapa dia bangga akan puteranya yang mampu memikirkan sendiri jawaban dari pertanyaannya.
1183
Sun Gao pun terdiam dan berpikir, mereka yang ikut mendengarkan percakapan ayah dan anak itu, ikut pula berpikir keras. Yang berotak encer mulai pula dapat menangkap ke arah mana Sun Liang mengarahkan puteranya. Setelah mendapatkan pegangan yang cukup, Sun Gao menjawab dengan hati-hati.
―Untuk pertanyaan yang pertama, dari percakapan mereka berdua alasan dari kedatangan Tetua Xun berkaitan dengan berita terbunuhnya Pendekar pedang Pan Jun. Tapi apakah tujuannya?‖, ujar pemuda sambil berpikir keras.
―Apakah untuk membalaskan dendam Pan Jun? Jika demikian mengapa dengan jawaban yang diberikan Ketua Ding Tao, masalahnya ditutup sampai di situ? Lagipula membalaskan dendam, kenapa tidak dilakukan secara diam-diam, sementara jelas-jelas mereka tidak mau urusan ini tersiar keluar lebih luas lagi.‖
―Cobalah menempatkan dirimu sebagai seorang tetua dari sebuah partai yang besar, yang sedang dilanda masalah yang dihadapi oleh Hoasan saat ini‖, ujar ayahnya memberikan pengarahan.
1184
―Pendekar pedang Pan Jun adalah ketua dari Hoasan, kedudukannya tentu saja sangat penting, tapi jauh lebih penting lagi adalah kelanjutan dari partai itu sendiri…‖, gumam Sun Gao.
―Jika benar Ketua Pan Jun terbunuh, maka aku akan ingin memastikan siapa pelakunya dan apa alasannya. Apakah ini akibat permusuhan pribadi ataukah sasaran sebenarnya adalah Hoasan? Seberapa besar bahaya yang ditimbulkan oleh orang ini dan sebagainya.‖
Sampai di situ, Sun Goan sedikit menegakkan badannya sambil memandangi wajah ayahnya, ―Pendek kata, mencari tahu tentang diri lawan dan menentukan sikap yang terbaik dalam menghadapinya.‖
Sun Liang tidak membenarkan atau menyalahkan tapi dia mengangguk-angguk setuju, ―Lalu bagaimana dengan pertanyaan yang kedua?‖
Sun Gao dengan cepat menjawab pertanyaan kedua ini, ―Itu mudah, setelah memikirkan pertanyaan pertama, dengan sendirinya jawaban dari pertanyaan kedua terbuka bagiku. Tetua Xun Siaoma ingin menguji Ketua Ding Tao. Sun Tzu
1185
mengatakan tentang mengenal diri sendiri dan lawan. Tetua Xun Siaoma tentu ingin menilai sendiri laki-laki seperti apakah Ketua Ding Tao itu.‖
―Jadi bagaimana dengan pertanyaan ketiga?‖, tanya Sun Liang sambil tersenyum sayang pada putera bungsunya itu.
―Dari cara Ketua Ding Tao menjawab, Tetua Xun Siaoma bisa mengetahui bahwa Ketua Ding Tao tidak menginginkan perselisihan antara dirinya dengan Partai Hoasan. Di saat yang sama dia juga bisa menilai bahwa Ketua Ding Tao adalah seorang pendekar yang lurus dan terhormat.‖, ujar Sun Gao dengan penuh keyakinan.
―Jika Ketua Ding Tao membunuh Ketua Pan Jun karena ingin mencari masalah dengan Partai Hoasan, maka ada dua kemungkinan jawaban. Yang pertama dia akan menyombongkan kemenangannya atas Ketua Pan Jun dalam pertarungan tersebut.‖
―Yang kedua, bisa jadi dia ingin menjatuhkan Partai Hoasan, namun dengan cara diam-diam dan licik. Jika demikian, tentu Ketua Ding Tao akan bisa menjawab pertanyaan Tetua Xun Siaoma dengan cepat dan jawaban yang sudah dipersiapkan
1186
sebelumnya. Jawaban seperti itu tentu akan jauh lebih bersahabat, lebih merendah dan menyanjung-nyanjung Partai Hoasan.‖
―Ketika pertanyaan itu diajukan, jelas-jelas Ketua Ding Tao tidak siap untuk menjawab, sehingga dia terdiam cukup lama. Jika dia seorang laki-laki yang sudah biasa berbohong, tentu dengan mudah dia akan menjawab dengan kebohongan. Tapi kenyataannya, dia harus berpikir dengan keras, untuk menghindari perselisihan dengan Hoasan tanpa berbohong.‖, demikian Sun Gao menjelaskan setiap pertimbangannya, satu demi satu.
―Jadi dari jawaban Ketua Ding Tao, Tetua Xun Siaoma bisa menyimpulkan bahwa Ketua Ding Tao bukanlah ancaman bagi Partai Hoasan, itu sebabnya beliau berkata bahwa masalah desas-desus itu sudah bisa dianggap habis sampai di sini.‖, ujar Sun Gao, menutup penjelasannya dengan mata berbinar-binar.
Sun Liang mengangguk-angguk puas dan kemudian menambahkan, ―Uraian dan penjelasan yang bagus, sebagian besar kejadian hari ini sudah kau jelaskan. Sisanya akan kita lihat sebentar lagi, bukan sesuatu yang penting, tapi cukup
1187
menarik untuk ditunggu.‖, ujar Sun Liang sambil memainkan matanya.
―Maksud ayah…?‖, ragu-ragu Sun Gao bertanya sambil berpikir.
―Ah… ya…, aku mengerti.‖, ujarnya sambil menepuk paha, sebelum ayahnya memberikan jawaban.
Melihat anak bungsunya mampu berpikir dan mendapatkan jawaban tanpa menunggu dirinya Sun Liang merasa berbesar hati. Sun Gao adalah putera bungsunya, putera satu-satunya yang diharapkan menjadi penerus keluarga Sun. Memang Sun Liang memiliki 6 orang anak dari kedua orang isterinya, namun 5 yang lain adalah perempuan. Meskipun Sun Liang mengasihi mereka semua, namun tidak mungkin mengharapkan salah seorang dari puterinya untuk melanjutkan nama keluarga. Ketika Sun Gao lahir, betapa meriah pesta yang diadakan. Banyak orang mengira, Sun Liang akan memanjakan putera satu-satunya ini. Namun tidak demikian yang terjadi, Sun Liang mendidik Sun Gao bukan hanya dengan kasih sayang, namun juga dengan ketegasan.
1188
Setiap kali ada kesempatan untuk mendidik puteranya, baik dalam pengetahuan budi pekerti maupun mengasah kecerdikan dalam hidup, tentu Sun Liang akan melakukannya. Demikian pula dalam hal ilmu silat, Sun Liang terkenal keras dalam melatih putera satu-satunya tersebut.
Semuanya itu tidak sia-sia, dalam usianya yang 16 tahun, Sun Gao sudah disegani kawan dan lawan di kotanya sendiri. Nama baik keluarga Sun dalam dunia persilatan pun jadi makin cemerlang, karena sekarang Sun Liang sudah memiliki penerus yang bisa diharapkan.
Mereka yang mendengar penjelasan Sun Gao jadi kagum pada kecerdasan pemuda itu dan cara Sun Liang mendidiknya. Beberapa orang dari mereka yang masih lambat dalam berpikir, mengikuti arah pandang kedua orang itu dan menanti, apa gerangan yang akan terjadi. Tapi bagi mereka yang cukup berotak, dengan mengikuti percakapan kedua orang itu, maka menjadi cukup jelas bagi mereka tentang apa yang sedang dan akan terjadi sebentar lagi.
Kembali pada Ding Tao dan Xun Siaoma, mendengar Xun Siaoma menganggap masalah di antara mereka sudah selesai, bukan main rasa syukur Ding Tao. Dengan tulus pemuda itu
1189
membungkuk hormat pada kedua tetua dan mengucapkan terima kasih.
―Ah, sungguh siauwtee merasa bahagia, tadinya ada rasa khawatir bahwa berita yang tidak mengenakkan itu akan mengakibatkan perselisihan yang tidak perlu antara siauwtee dan Partai Hoasan. Siauwtee ucapkan beribu terima kasih pada Tetua Xun dan Tetua Bai, kedatangan Tetua berdua hari ini membuat siauwtee merasa ringan, terlepas dari beban pemikiran dan kekhawatiran.‖
Chou Liang yang paling tajam pikirannya, tentu saja dengan cepat memahami apa yang terjadi. Diapun merasa sangat bersyukur dengan perkembangan yang terjadi. Sehingga saat Ding Tao membungkuk dan mengucapkan terima kasih, diapun segera mengikuti apa yang dilakukan Ding Tao, meskipun tidak ikut mengucapkan kata apa-apa. Beberapa orang seperti Qin Hun, Qin Bai Yu, Li Yan Mao dan Tang Xiong segera pula mengikuti apa yang dilakukan Chou Liang. Tentu saja sulit kita mengharapkan Ma Songquan yang angkuh untuk membungkuk hormat pada orang lain selain Ding Tao, namun bahkan Ma Songquan berdua pun menunjukkan ekspresi yang ramah di wajah mereka.
1190
Berbeda dengan kehangatan yang menyebar dari kelompok Ding Tao, nampak mendung kelabu masih meliputi anak-anak muda dari Partai Hoasan. Meskipun hawa permusuhan sudah tidak setajam sebelumnya, namun jelas mereka belum bisa mengikuti teladan Xun Siaoma yang menganggap masalah sudah selesai.
Hal itu tidak lepas dari pengamatan Ding Tao, namun pemuda itu dapat pula memahami perasaan mereka dan tidak menyalahkan sikap mereka itu. Karenanya dengan ramah diapun mengangguk dan tersenyum pada mereka. Yang dibalas dengang anggukan sopan yang kaku dan canggung.
Xun Siamo yang melihat hal itu menanggapinya dengan tenang, ekspresi wajahnya memang begitu datar, hingga orang sulit menebak apa yang berkecamuk dalam hatinya. Dengan tenang tokoh tua itu menunggu beberapa saat sebelum kemudian berkata.
―Ketua Ding Tao, kedatanganku saat ini memiliki pula tujuan lain.‖
Ding Tao yang mendengar itu tentu saja menjadi bertanya-tanya, ―Tetua Xun, apakah tujuan Tetua Xun yang kedua? Jika
1191
kami dapat membantu Tetua Xun, tentu saja dengan senang hati akan kami lakukan.‖
―Hmm… tujuanku yang kedua adalah untuk menambah pengalaman dari murid-muridku ini. Kelima orang ini adalah generasi muda Partai Hoasan yang pendidikannya telah dipercayakan padaku. Bakat mereka cukup bagus, namun sayang sedikit terlalu tinggi dalam menilai diri sendiri. Mendengar tentang kemampuan Ketua Ding Tao yang masih muda, aku ingin mereka menyaksikan dan merasakan sendiri, bahwa ada orang seumuran dari mereka yang masih jauh lebih tinggi tingkatannya dalam ilmu bela diri dibandingkan mereka ini.‖
Mendengar penjelasan Tetua Xun, wajah tiap orang jadi berubah. Namun sungguh Ding Tao memang cepat belajar dan beradaptasi dengan kedudukannya saat ini. Jika Ding Tao yang dulu mungkin akan keripuhan, merendahkan diri, serta menolak ajakan untuk bertanding itu, maka Ding Tao yang sekarang, menyadari bahwa dirinya mewakili pula rekan-rekan yang lain. Jika dia tampil tidak meyakinkan dan memalukan, maka yang malu bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga sekian banyak dari mereka yang sudah mengikut dirinya. Karena itu, meskipun sempat terkejut dengan cepat Ding Tao menguasai diri.
1192
Dengan dada tengadah, pemuda itu menggerakkan tangannya, menunjukkan panggung yang ada di tengah ruangan.
Panggung itu digunakan bagi beberapa anak murid bekas keluarga Huang untuk memamerkan sedikit kebolehan mereka. Baik untuk menghibur para tetamu dan juga untuk menunjukkan sedikit kekuatan dari Partai Pedang Keadilan. Selain itu karena mereka tahu bahwa para tamu yang datang adalah orang-orang dunia persilatan, maka panggung itu juga disiapkan bila ada tetamu yang ingin sedikit mencoba-coba dan menguji kekuatan dari partai yang baru berdiri itu. Bila kebetulan ada tantangan yang muncul dari mereka yang datang, panggung itu menjadi arena pertandingan persahabatan.
Dengan senyum yang ramah Ding Tao mempersilahkan anak murid Xun Siaoma, ―Marilah kalau begitu, akupun merasa senang jika bisa menjalin persahabatan dengan kalian semua. Orang bilang, setelah beradu kepalan, bolehlah mengikat persahabatan. Mari, mari…‖
Tanpa menunggu jawaban, Ding Tao berjalan menuju ke atas panggung, mereka yang kebetulan sedang menunjukkan kebolehannya di atas panggung, buru-buru menghentikannya,
1193
membungkuk hormat pada Ding Tao yang datang, lalu turun meninggalkan panggung.
Tetua Xun Siaoma diam dan menimbang-nimbang, kali ini dia harus dapat mengembalikan nama baik Partai Hoasan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia mengirimkan murid tertuanya.
―Yi Ji, kau perlihatkanlah bagaimana kemampuan Hoasan, ingat jika benar dia dapat mengalahkan Pan Jun, berarti dia memiliki kekuatan beberapa lapis di atasmu, jangan gegabah, bertarunglah dengan cerdik.‖, ujar Xun Siaoma setengah berbisik pada murid tertuanya yang bernama Yi Ji.
Yi Ji mengangguk tanda paham, lalu segera menyusul Ding Tao yang sudah terlebih dahulu melangkah menuju panggung.
Sesaat kemudian, keduanya pun berhadapan dan saling memberi hormat. Sebagai seorang yang berkedudukan lebih tinggi Ding Tao pun mempersilahkan Yi Ji untuk menyerang terlebih dahulu. Meskipun Yi Ji lebih tua dari Ding Tao, dia tidak mau meremehkan pemuda itu, dia pun sadar dengan beban yang ada di pundaknya kali ini.
―Saudara Yi Ji, silahkan memulai lebih dahulu‖, ujar Ding Tao sambil mengangguk ramah.
1194
―Baiklah‖, jawab Yi Ji pendek, dari getar suaranya, Ding Tao dapat merasakan ketegangan yang membebani pundak Yi Ji.
Tapi tidak salah Xun Siaoma mengirimkan Yi Ji, dalam keadaan tertekan, beberapa orang justru bertindak penuh emosi dan terburu-buru. Tidak demikian dengan Yi Ji, dia menyadari keadaannya dan terlebih dahulu mengatur pernafasan dan menenangkan hati dan pikirannya. Ketika dia sudah tenang kembali, barulah dia mulai memikirkan serangan apa yang hendak dia gunakan.
Karena Ding Tao sudah mempersilahkan Yi Ji untuk menyerang terlebih dahulu, maka meskipun Yi Ji tidak segera melakukan serangan, Ding Tao tidak akan menyerangnya.
Melihat ketenangan Yi Ji, Ding Tao mengangguk-angguk, setengah berbisik dia menyatakan kekagumannya, ―Hmm… bagus…‖
Yi Ji tidak pandang sikap lawan, pikirannya hanya berfokus pada bagaimana dia harus bertarung melawan Ding Tao. Setelah pikirannya mantap, tanpa ragu dia pun mulai menyerang Ding Tao. Yi Ji memilih untuk menyerang Ding Tao dengan jurus yang dia tahu, sangat disukai oleh Pan Jun.
1195
Sebuah tusukan kilat menyerang Ding Tao, meskipun tidak sekuat serangan Pan Jun, namun tidak kalah cepatnya.
Ding Tao yang tidak menginginkan terjadi perselisihan lebih jauh dengan Hoasan, membatasi diri dalam pertarungan ini dan memilih menangkis serangan lawan sambil mencari kedudukan yang lebih baik. Meskipun sebenarnya ada peluang untuk mengirimkan serangan, namun jika serangan itu dilakukan setengah-setengah dan gagal, maka justru akan merugikan dirinya. Tapi jika dilakukan dengan sepenuh hati, ada kemungkinan besar Yi Ji akan terbunuh atau setidaknya terluka parah dan cacat seumur hidupnya.
Keringat dingin membasahi punggung Yi Ji sesaat setelah dia mengirikan serangan, dia sudah memiliki cukup banyak pengalaman dan pada saat Ding Tao menekan pedangnya dan menggeser arah serangannya, Yi Ji sudah bisa membayangkan satu serangan mematikan akan dikirimkan ke arahnya.
Untuk sesaat gerakannya terhenti, dan gelombang perasaan yang sulit digambarkan memenuhi dadanya, ketika dia sadar Ding Tao hanya menghindar saja.
1196
Jantungnya masih berdebar-debar, ditatapnya Ding Tao lalu dengan gerakan yang tidak kentara dia mengangguk mengucapkan terima kasih tanpa kata. Ding Tao membalas anggukannya dengan ramah, tapi Yi Ji mengemban tugas sebagai anak murid Hoasan. Meskipun dia merasa berhutang nyawa pada Ding Tao, hutang budinya pada Hoasan jauh lebih menggunung. Tanpa ragu Yi Ji memanfaatkan kemurahan Ding Tao.
Serangan yang lain pu dilontarkan dengan cepat, lebih cepat dari serangan yang pertama, karena sekarang Yi Ji tahu bahwa Ding Tao tidak akan mengirimkan serangan yang bisa mencelakainya.
Ding Tao yang bertarung dengan membatasi diri, Yi Ji yang bertarung dengan sepenuh hati, siapakah yang akan menang dalam pertarungan ini?
Bab XXV. Xun Siaoma
Serangan Yi Ji datang seperti curahan hujan derasnya, Ding Tao menghindar dan menangkis serangan Yi Ji tanpa bisa membalas. Mereka yang menyaksikan pertarungan itu, sempat
1197
pula merasa kecewa dengan lemahnya Ding Tao, namun itu hanya sesaat saja.
Serangan Yi Ji sudah membuat sebagian dari mereka merasa kagum, menilik usianya yang masih muda, ilmunya bisa dibilang sudah cukup matang. Tapi lebih-lebih lagi mereka kagum pada Ding Tao yang berusia lebih muda, bisa berkelit dengan mudahnya dari serangan yang tercurah, sehingga panggung yang berukuran 5x5 itu bisa menjadi ruang yang tak berbatas luasnya.
Apakah Ding Tao dapat menang melawan Yi Ji?
Sebuah pertanyaan yang tidak perlu diajukan, perbedaan mereka cukup besar, beberapa lapis jaraknya. Pertarungan ini tidak jauh berbeda dengan pertarungan saat Ding Tao ditantang Tiong Fa untuk menunjukkan siapa yang paling layak untuk menyimpan Pedang Angin Berbisik, dirinya ataukah keluarga Huang. Jika dibandingkan tingkatan Yi Ji dengan Tiong Fa, dia masih seusap di bawah Tiong Fa. Sementara Ding Tao sudah beberapa lapis lebih maju dibanding saat itu. Jika Ding Tao tidak memandang muka Partai Hoasan, mudah saja baginya untuk mengakhiri pertarungan.
1198
Namun Ding Tao ingin menguburkan kesan buruk yang sudah tertanam dalam hati orang-orang Hoasan terhadap Partai Pedang Keadilan. Karena itu dia tidak segera menjatuhkan Yi Ji, melainkan memikirkan cara untuk mengalahkannya secara tidak kentara.
Setelah bertarung belasan jurus, Yi Ji pun menyadari hal ini. Hanya ingatannya akan kebaikan Hoasan pada dirinya yang memaksa dia untuk tetap berusaha, melawan Ding Tao sekuat yang dia bisa. Tapi ketika dalam satu serangan, pedang Ding Tao berhasil menyentuh dengan ringan, pergelangan tangannya, Yi Ji pun sampai pada batas rasa malunya.
Pemuda itu segera melompat ke belakang, menghentikan serangan dan dengan jantan berkata, ―Aku kalah.‖
―Hanya kebetulan saja‖, jawab Ding Tao dengan ramah sambil sedikit membungkukkan badan dengan tangan terangkap di depan dada.
Xun Siaoma tampaknya santai saja dengan kekalahan itu, meskipun sulit untuk menebak apa yang ada dalam kepala tokoh tua ini dengan wajahnya yang tak pernah berubah.
1199
Dengan tenang dia menoleh pada anak muridnya yang lain yang berjumlah empat orang.
―Bagaimana? Masih ada yang penasaran ingin mencoba-coba Ketua Ding Tao?‖, tanyanya pada mereka.
Ke empat pemuda itu pun saling berpandangan, keraguan membayang di wajah mereka. Bukan takut mati, tapi takut kalau sampai kalah maka akan menambahkan corengan di wajah partai mereka. Di lain pihak, merekapun merasa penasaran untuk menyerah kalah sebelum mencoba. Meskipun jujur, mereka pun mengakui pemuda yang seumuran dengan mereka itu masih beberapa lapis tingkatannya di atas mereka.
Tampaknya Xun Siaoma bisa membaca apa yang ada dalam benak mereka, karena dia kemudian berbalik menghadap ke arah Ding Tao yang sedang beriringan dengan Yi Ji menghampiri mereka.
―Ketua Ding Tao, kuharap kau mau memberi muka pada orang tua ini. Tampaknya murid-muridku yang lain penasaran ingin juga mencoba-coba kepandaianmu.‖
1200
Ding Tao berhenti di tempatnya dan berpikir sejenak lalu menjawab, ―Tentu saja, kata orang, lewat bela diri, bisa juga menjalin persahabatan.‖
Yi Ji yang saat itu sudah sampai di belakang Xun Siaoma, merenungkan perkataan Ding Tao dan mendesah dalam hati, ‗Seandainya saja tidak ada masalah terbunuhnya ketua dari partainya, Pan Jun, tentu dia akan suka menjadi sahabat Ding Tao.‘
Keempat orang yang lain saling berpandangan, jika memang diperbolehkan untuk maju mencoba kepandaian Ding Tao, lalu siapa yang akan maju, masing-masing dari mereka sudah kehilangan rasa percaya diri jika harus berhadapan dengan Ding Tao.
‗Baguslah kalau begitu, tapi kali ini sedikit berbeda.‖, ujar Xun Siaoma setelah mendengar jawaban Ding Tao.
―Maksud Tetua Xun bagaimana?‖, tanya Ding Tao.
―Kalau Ketua Ding tidak keberatan, biarlah mereka berempat maju bersama. Per orangan tentu saja mereka bukan tandingan Ketua Ding, tapi berempat mungkin pertarunagan bisa sedikit lebih berimbang. Jika perbedaan tingkatan antara yang
1201
berhadapan terlalu jauh, bukankah jadi kurang menarik, bagaimana?‖, ujar Xun Siaoma menjelaskan.
Mendengar ucapan Xun Siaoma, mereka yang mengikuti apa yang sedang terjadi antara dua pihak yang berhadapan ini, saling berbisik. Bukan apa-apa, jika empat murid Hoasan maju bersama-sama, lalu mereka juga mengalami kekalahan, bukankah nama Hoasan akan makin jatuh lagi di mata orang-orang dunia persilatan?
Ada pula yang berpendapat, meskipun kedudukan Ding Tao adalah ketua sebuah partai, namun umurnya tidak terpaut jauh dengan anak murid Hoasan yang datang kali ini, jadi bukankah keterlaluan jika Xun Siaoma hendak mengadu Ding Tao melawan 4 orang sekaligus? Apakah ini bukan usaha Xun Siaoma untuk membalaskan dendam Pan Jun? Terluka atau mati dalam satu pertandingan persahabatan, bukannya satu hal yang tak pernah terdengar dalam dunia persilatan.
Yang lain berpendapat bahwa wajar saja jika Xun Siaoma mengajukan 4 orang anak muridnya untuk bersama maju melawan Ding Tao, meskipun dari segi usia merasa sepadan, namun dalam tingkatan dan kedudukan, jelas ada perbedaan yang besar.
1202
Sun Liang bertanya pula pada Sun Gao, ―Menurutmu apakah yang dilakukan Tetua Xun Siaoma ini sudah pantas? Ataukah hal ini hanya membuat Partai Hoasan semakin turun nilainya di mata dunia persilatan.‖
―Hmm… kepandaian orang yagn pertama tadi tidaklah buruk, jika aku yang harus bertarung melawan dirinya di atas panggung, belum tentu juga aku bisa menang. Hanya orang yang buta matanya yang merendahkan Partai Hoasan oleh kekalahan pendekar muda tersebut.‖, jawab Sun Gao.
―Yang jadi permasalahan di sini ada dua.‖, ujarnya lagi.
―Oh begitu, kalau begitu apakah dua permasalahan itu?‖, tanya Sun Liang sambil mengulum senyum.
―Yang pertama, seberapa tinggi kepandaian Ketua Ding Tao, dalam pertarungan perbedaab di antara keduanya ada beberapa lapis dan sulit untuk melihat seberapa tinggi tingkatan ilmunya. Dengan mengirimkan 4 orang, Tetua Xun Siaoma bisa melihat lebih jelas tingkatan ilmu dari Ketua Ding Tao.‖
―Lalu yang kedua?‖
1203
―Yang kedua, bila Tetua Xun Siaoma ingin menjalin hubungan antara Partai Hoasan dengan Partai Pedang Keadilan, maka pertama-tama dia harus mampu meredakan permusuhan yang masih bercokol dalam dada anak murid Partai Hoasan.‖
―Dan hal itu bisa dilakukan lewat pertarungan ini?‖
―Ya, kurasa begitu, sebagai orang yang terjun dalam dunia persilatan, seringkali kita menilai orang dari tingkatannya dalam ilmu silat. Setidaknya mereka bisa dibuat menyadari kekuatan dari lawan dan tidak salah menilai diri sendiri dan lawan, hingga mudah tersulut oleh orang luar yang menyebabkan terjadi bentrokan antara Partai Hoasan dan Partai Pedang Keadilan.‖, jawab Sun Gao dengan yakin.
Tapi kemudian merasa ragu dia pun bertanya pada ayahnya, ―Ayah, sudah betul tidak pengamatanku?‖
―Hahaha, tidak ada pengamatan yang 100% tepat, setiap orang memiliki pengamatannya sendiri. Siapa benar dan siapa yang salah, baru ketahuan nanti pada waktunya. Yang terpenting adalah memililki pengamatan yang teliti, kebijaksanaan untuk menguraikan apa yang diamati dan tidak bergantung pada pendapat orang lain tanpa berani berpikir untuk diri sendiri. Tapi
1204
jika kau bertanya, maka menurutku, pengamatanmu itu sudah sangat baik.‖
Berbunga-bunga hati Sun Gao mendengar pujian ayahnya. Mereka yang mendengarkan ikut merenung dan beberapa orang di antara mereka jadi merasa malu, karena selama ini mereka mudah diombang-ambingkan oleh perkataan orang, tanpa pernah memiliki keberanian atau kesadaran untuk berusaha berpikir dan merenungkan sendiri. Sehingga tidak jarang mereka hanya menjadi pion yang dimanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya.
Sementara itu dengan senyum lebar Ding Tao sudah menjawab tantangan Xun Siaoma, ―Tentu saja tidak ada masalah, aku gembira kita bisa saling belajar dan bertukar pengalaman, meskipun lewat kepalan dan ujung pedang.‖
Wajah keempat orang anak murid Hoasan itupun dipenuhi semangat, maju seorang demi seorang mereka tahu mereka tidak memiliki kesempatan, tapi maju berbareng mereka masih memilikisatu pegangan untuk menang melawan Ding Tao. Tanpa banyak perkataan kelima orang itu sudah menaiki panggung. Biasanya jika banyak orang melawan satu orang, maka yang sendirian akan dikepung di tengah.
1205
Tidak demikian kali ini, setelah mereka saling menghormat dan berbasa-basi, keempat anak murid Hoasan itu mengambil kedudukan seperti busur panah, keempatnya menghadap Ding Tao dalam satu sisi saja, tidak ada yang berjaga di kiri, kanan dan belakang Ding Tao.
―Silahkan mulai terlebih dahulu‖, ujar Ding Tao dengan tenang, namun perhatiannya benar-benar tercurah penuh.
Begitu melihat kedudukan setiap orang, Ding Tao langsung tahu bahwa dia tidak boleh memandang remeh lawan-lawannya kali ini. Sudah beberapa kali Ding Tao mengalami, berkelahi melawan lawan yang berjumlah banyak. Setiap kali dia mengalami hal itu dia selalu bisa melihat lubang dalam barisan lawan, dia bisa melihat bagaimana dia bisa bergerak dan mengacaukan barisan mereka.
Berbeda saat melihat keempat orang itu, melihat mereka Ding Tao teringat saat dia menghadapi sepasang iblis muka giok, jika yang seorang menyerang, yang lain akan bertahan. Lebih mudah untuk melarikan diri dari kepungan, karena memang tidak ada yang menjaga jalan mundurnya. Dia juga tidak perlu menjaga sisi yang tidak terlihat. Namun menjadi sulit jika dia bukan sedang berencana untuk lari dari pertarungan dan
1206
dengan saling membantu dalam satu barisan, serangan tiba-tiba yang dilancarkan bisa lebih berbahaya, karena saat yang seorang menyerang, yang lain akan memperhatikan dirinya baik-baik. Jika Ding Tao lengah dan ada bagian dari pertahanannya yang terbuka, maka dia akan menyelinap dan mengirimkan serangan.
Ding Tao juga dihadapkan pada kesulitan lain, jika ini pertarungan hidup mati, tanpa ragu dia akan melumpuhkan lawan satu per satu. Seandainya dia seorang ahli totok yang dapat melumpuhkan lawan lewat menyerang titik-titik jalan darah dan jalan energi di tubuh lawan mungkin tidak serepot sekarang. Tapi dia bukan seorang ahli di bidang itu, tidak bisa seseorang menjadi ahli dalam sesuatu jika perhatiannya terlalu melebar. Kebanyakan ahli silat memilih untuk mendalami satu ilmu tertentu dan Ding Tao telah mengkhususkan diri dalam penggunaan pedang.
Pertarungan di antara kelima orang itu berlangsung dengan cepat, tidak seperti Yi Ji yang harus banyak berpikir sebelum menyerang, keempat anak murid Hoasan ini sudah terlatih untuk menyerang dan bertahan dalam barisan. Lagipula keyakinan mereka sangat tinggi pada barisan yang diajarkan oleh Xun Siaoma sendiri. Keempat orang itu bekerja sama
1207
dengan sangat baik, di antara mereka sudah terjalin rasa percaya yang tinggi. Yang mendapat bagian untuk menyerang tidak akan mengkhawatirkan pertahanan dirinya sama sekali karena percaya bahwa rekannyalah yang melakukan hal itu untuk dirinya.
Seorang demi seorang, mereka tidaklah lebih baik dari Yi Ji, tapi berempat, mereka tidak kalah berbahaya dibandngkan Pan Jun.
Sedikit demi sedikit Ding Tao terdesak, bergerak semakin mendekati pinggir arena. Para pengikut Ding Tao mengikuti pertarungan itu dengan hati berdebar. Serangan ke empat orang itu tidak secepat serangan Pan Jun hingga tiap orang bisa melihat jalannya perkelahian dengan cukup jelas. Tapi kurangnya kecepatan dan kekuatan, diimbangi oleh jumlah. Jika Pan Jun yang menggunakan satu pedang, bisa membuat seakan-akan dia menusuk dari dua arah yang berbeda dengan kecepatannya. Kali ini memang ada dua sampai tiga orang yang terkadang menyerang Ding Tao dengan selisih waktu yang sangat singkat.
1208
Setiap kali Ding Tao menghindar atau menangkis satu serangan, penyerang yang lain dengan cepat mengirimkan serangan ke bagian yang terlemah dari pertahanannya.
Hanya Ma Songquan dan Chu Linhe yang bisa mengikuti pertarungan itu dengan tenang, mereka sudah pernah merasakan seberapa kokoh benteng pertahanan Ding Tao dan bagaimana dia bisa mempelajari jurus-jurus lawan sambil bertahan dari serangan lawan.
Puluhan jurus berlalu dan akhirnya Ding Tao sampai pula di pinggir panggung, selangkah lagi dia mundur maka dia akan terjatuh dari panggung. Meskipun dalam pertarungan yang sesungguhnya dia belum kalah, namun dalam pertandingan kali ini, tentu saja hal itu akan dipandang sebagai satu kekalahan. Melihat keadaan Ding Tao tidak juga berubah, bahkan Ma Songquan dan Chu Linhe pun jadi mengerutkan alis dan merasa cemas.
Mereka melihat beberapa kali Ding Tao melepaskan kesempatan untuk menyerang karena tidak mau melukai lawan. Padahal dalam keadaan terdesak seperti ini, menyia-nyiakan kesempatan tentu saja sangat merugikan posisi Ding Tao.
1209
Di saat yang genting bagi Ding Tao itu, Xun Siaoma menghela nafas. Yi Ji yang mendengar helaan nafas Xun Siaoma pun merasa heran. Apakah Tetua Xun Siaoma menyayangkan kekalahan Ding Tao? Ataukah Tetua Xun Siaoma ingin keempat muridnya menyadari bahwa Ding Tao sudah mengalah dan ingin agar mereka pun menunjukkan hal yang sama, untuk menunjukkan bahwa Hoasan pun tidak menginginkan perselisihan.
Yi Ji tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui mengapa Xun Siaoma menghela nafas.
Empat orang tentu saja berbeda dengan satu orang. Empat pikiran tidak sama dengan satu pikiran. Seorang guru menciptakan barisan, karena empat pikiran selamanya tidak bisa saling mengerti seperti satu orang mengerti dengan jelas apa yang akan dilakukan sepasang tangan dan kakinya. Oleh karena itu mereka harus berlatih untuk bekerja sama dalam satu barisan, dengan daftar aturan tertentu. Dengan cara itu, jika seorang bergerak ke arah tertentu, tiga orang yang lain bisa segera tahu ke arah mana mereka harus bergerak. Demikian juga satu orang tadi juga tahu posisi ketiga orang rekannya tanpa harus melihat.
1210
Tapi kali ini seperti Ding Tao dibatasi oleh panggung, gerakan keempat orang itupun sesungguhnya sama dibatasinya oleh empat sisi panggung yang ada.
Selama puluhan jurus berlangsung, Ding Tao sudah mencoba-coba dan mengingat reaksi mereka terhadap berbagai keadaan. Dengan cara itu Ding Tao mulai memahami cara kerja dari barisan mereka. Memanfaatkan pengetahuan itu, perlahan-lahan dia bergerak ke salah satu sisi panggung. Meskipun dia terdesak untuk mundur ke belakang, namun di saat yang sama dia berhasil mendesak lawan yang berada di ujung kanan barisan dan memaksa barisan tersebut menggeser ke kiri, sementara di sisi tersebut batas panggung sudah begitu dekat.
Akibatnya lawan yang berada di kiri ujung barisan, terpaksa harus memilih antara bergerak ke arah belakang Ding Tao, atau mundur ke belakang barisan untuk kemudian menjadi ujung paling kanan dari barisan.
Tapi Ding Tao sudah menunggu-nunggu saat itu, pada saat dia melihat bagian paling kiri dari barisan mundur ke belakang dan berada segaris lurus dengan orang kedua dari kiri, Ding Tao segera menyerang dengan kuat orang tersebut.
1211
Diserang Ding Tao dan kehilangan rekan di sisi kirinya, orang itu pun terdesak mundur ke belakang, orang yang berada di belakangnya jadi gagal untuk bergeser ke kanan karena terbentur oleh rekannya yang mundur ke belakang. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Ding Tao mendesak ke depan dan sekarang berada di tengah, membagi keempat orang itu menjadi dua bagian. Ganti sekarang Ding Tao menyerang dua orang yang lain, yang berada segaris lurus dengan dirinya yang sudah maju ke depan.
Demikian Ding Tao bergantian menyerang dan mendesak, hingga barisan itu pun tercerai berai. Ding Tao tidak membiarkan mereka mengatur kembali barisan mereka. Sekali barisan itu terpecah, kemampuan orang per orang tidaklah dapat dibandingkan dengan kepandaian Ding Tao. Menyadari kedudukan mereka, keempat orang itu tiba-tiba melompat menyebar jauh ke belakang.
Ding Tao segera memburu salah seorang dari antara mereka, tapi sebelum dirinya sampai keempat orang itu sudah menyarungkan kembali pedang mereka, merangkapkan tangan di depan dada dan berseru.
―Kami mengaku kalah.‖
1212
Ding Tao pun tersenyum lega, menyarungkan pedangnya dan membalas salam mereka, ―Terima kasih sudah banyak mengalah.‖
Dengan lesu keempat orang itu berjalan kembali ke tempatnya. Yi Ji sekarang mengerti mengapa gurunya Xun Siaoma menghela nafas. Dengan wajah muram Yi Ji tersenyum lemah pada keempat saudarnya yang kembali dengan lesu. Xun Siaoma tentu saja bisa merasakan menurunnya semangat mereka. Orang tua itu berpikir sejenak lamanya, kemudian setelah mengambil nafas dalam-dalam dia berdiri dari tempat duduknya.
―Guru…‖, terkejut Yi Ji melihat gurunya berdiri.
―Heh… sedikit kekalahan sudah membuat kalian lesu seperti ini, bagaimana aku bisa berdiam diri. Akan kuperlihatkan seperti apa ilmu pedang Perguruan Hoasan, biar mata kalian terbuka lebar.‖, ujarnya sambil melangkah ke arah Ding Tao yang hendak menuruni panggung.
Melihat Xun Siaoma berjalan ke arah panggung, Ding Tao tidak jadi turun dari sana. Dengan hati berdebar dia menunggu kedatangan Xun Siaoma di atas panggung. Xun Siaoma
1213
melangkah dengan perlahan, jika orang tidak tahu dia seorang ahli pedang, melihat gerak-geriknya tentu akan disangka seorang tua yang sudah lemah tubuhnya.
Sesampainya di atas panggun Xun Siaoma merangkap tangan di depan dada, ―Ketua Ding Tao, tidak disangka di umur yang masih sangat muda sudah menguasai kepandaian yang begitu tinggi. Di masa depan tentu dirimu akan menjadi obor penerang bagi generasi dunia persilatan di masa itu.‖
Meskipun sudah membiasakan diri menerima penghormatan dari orang lain, kali ini Ding Tao tetap saja tersipu malu mendapatkan pujian dari seorang tetua seperti Xun Siaoma.
Mukanya memerah dan dengan sedikit tergagap dia menggelengkan kepala dan menjawab, ―Tidak berani, pujian setinggi itu siauwtee tidak berani menerimanya. Siauwtee sadar di atas langit masih ada langit, kepandaian para ketua perguruan besar tentunya jauh di atas diri siauwtee. Apalagi jika dibandingkan dengan para tetua, apalah artinya kepandaian siauwtee ini?‖
1214
―Pujian Tetua Xun, siauwtee tidak berani menerima. Tidak berani menerima.‖, ujarnya merangkapkan tangan di depan dada sambil menundukkan kepala dalam-dalam.
―Hmmm… baguslah kalau kau sadar, di atas langit masih ada langit. Rendah hati adalah sifat yang baik. Hari ini dua kali anak murid Hoasan kalah di tanganmu, jika aku orang tua tidak menunjukkan sedikit kemampuan, tentu orang akan memandang rendah partai kami. Hal itu tidak boleh terjadi. Kuharap kau mengerti, bukan karena aku orang tua ingin menekan yang lebih muda.‖, ujar Xun Siaoma sambil menatap Ding Tao.
―Siauwtee mengerti, harap orang tua memberi pelajaran pada yang lebih muda.‖, ujar Ding Tao sambil membungkuk sekali lagi.
Pedang sudah dicabut dari sarungnya, Ding Tao tidak berani meremehkan tokoh tua di hadapannya ini. Dia menghadapi Xun Siaoma dalam sikap bertahan.
Xun Siaoma berdiri dengan tenang, pedangnya diacungkan lurus ke depan. Untuk beberapa lama mereka berhadapan
1215
tanpa ada yang memulai terlebih dahulu. Akhirnya Xun Siaoma membuka mulut dan berkata.
―Ketua Ding, kau mulailah lebih dahulu.‖
―Baiklah, harap Tetua Xun bersiap-siap‖, jawab Ding Tao pendek.
―Awas serangan!‖, seru Ding Tao sebelum melontarkan serangan yang dahsyat.
Inilah Ding Tao yang sekarang, jauh berbeda dengan Ding Tao yang menahan serangan saat berhadapan dengan Tiong Fa dulu. Tapi bukan hanya karena mengalami pahitnya kelicikan orang, tapi Ding Tao juga yakin bahwa Tetua Xun Siaoma menyimpan banyak kejutan bagi dirinya. Ding Tao tidak ingin mempermalukan dirinya dan partai yang dipimpinnya.
Yang paling mengejutkan adalah serangan yang dilakukan adalah jurus serangan yang dimiliki Pan Jun dan tadi juga digunakan oleh Yi Ji.
Bukan hanya mereka yang melihatnya, bahkan Tetua Xun Siaoma dan Bai Chungho yang sudah kenyang malang melintang puluhan tahun dalam dunia persilatan pun sempat
1216
dibuat terkejut. Xun Siaoma mundur setapak, sebelum menggeser tubuhnya dan menangkis pedang Ding Tao. Sementara Tetua Bai Chungho di luar pengamatan orang telah mengepalkan tangan dan menegakkan tubuhnya. Meskipun hanay sedikit gerakan yang tidak kentara dan tidak ada seorang pun yang melihatnya, tapi jarang sekali ada sesuatu yang mampu mengejutkan orang tua ini.
‗Apakah dia sekedar menirukan saja?‘, demikian kurang lebih pikiran yang berkelebat dalam benak kedua orang itu.
Namun serangan-serangan Ding Tao yang berikutnya menjawab pertanyaan mereka. Serangan Ding Tao sudah memiliki inti dari jurus tersebut, meskipun dalam hal latihan dan pendalaman masih dua-tiga lapis di bawah Pan Jun yang sudah menekuninya belasan tahun lamanya. Jika dibandingkan dengan Yi Ji Ding Tao bisa dikatakan masih satu lapis lebih baik, karena Yi Ji belum mampu menyelami jurus serangan itu hingga ke intinya. Xun Siaoma pun dipaksa untuk mundur tiga langkah lagi.
Namun jika kedua tetua itu terkejut oleh serangan Ding Tao, maka Ding Tao pun tidak kalah terkejutnya. Saat dia menghadapi Pan Jun, dia harus pontang panting hanya untuk
1217
bertahan menghadapi jurus serangan itu. Berhadapan dengan Xun Siaoma, ternyata jurus serangan itu bisa dihindarkan dengan mudah.
Serangan Ding Tao cukup cepat meskipun tidak secepat pedang kilat Pan Jun tapi Xun Siaoma bisa menghindarinya dengan gerakan yang wajar-wajar saja dan tidak terlalu cepat, hanya saja sangatlah tepat menempatkan diri di posisi terlemah Ding Tao.
Merasakan sendiri bagaimana Tetua Xun Siaoma mengatasi jurus serangan pedang kilat milik Pan Jun, pikiran Ding Tao jadi terbuka dan heran, mengapa dulu tidak terpikirkan hal ini. Setelah melihat Xun Siaoma melakukannya, barulah terasa betapa sebenarnya sederhana saja untuk memecahkan jurus serangan kilat Pan Jun. Sebenarnya tidaklah sepenuhnya tepat, Xun Siaoma sebagai tetua dari Partai Hoasan tentu saja mengenal jurus serangan Pan Jun lebih dari Ding Tao yang baru melihatnya beberapa kali. Sebab kedua adalah perbedaan antara Ding Tao yang baru menyelami intinya tanpa sempat melatih jurus tersebut hingga mendarah daging, dibandingkan dengan Pan Jun yang mencurahkan waktu dan usahanya untuk menyempurnakan jurus tersebut.
1218
Meskipun tidak sepenuhnya pula salah, seandainya waktu itu Ding Tao tidak terpaku pada kedahsyatan jurus serangan kilat Pan Jun, maka seharusnya dia pun mampu melihat celah-celah di antara serangan Pan Jun. Hanya saja perbawa serangan Pan Jun begitu kuat menekan Ding Tao hingga mempengaruhi pikiran dan permainan pedangnya.
Menyadari bahwa jurus serangan milik Pan Jun tidak akan m ampu mendesak Xun Siaoma lebih jauh, maka mulailah Ding Tao mengombinasikannya menggunakan jurus-jurus serangan yang berbeda.
Ilmu pedang Ding Tao bisa dikatakan campur aduk, meskipun sebagian besar waktunya dihabiskan untuk melatih ilmu pedang keluarga Huang secara mendalam, namun dalam perjalanannya Ding Tao menyerap banyak jenis ilmu lain. Di antara jurus-jurus yang dia serap dalam pengalamannya, jurus serangan Pan Jun mungkin yang terkuat, namun juga yang paling lemah dalam penguasaan. Tapi Ding Tao memang tidak seperti Pan Jun yang menghabiskan waktunya untuk menyempurnakan suatu jurus. Kelebihan Ding Tao justru ada pada keaneka ragaman jurus yang dia serap, kecepatan cara berpikirnya, keluwesan dalam menyesuaikan diri dengan
1219
keadaan dan kepekaannya dalam menilai keadaan lawan dan dirinya.
Gaya permainan pedang Ding Tao justru sangat bersesuaian dengan gaya permainan pedang Xun Siaoma. Pada masa mudanya Xun Siaoma pun mengikuti cara berpikir Pan Jun dan memilih untuk menyempurnakan satu jurus pilihan. Dengan satu dua jurus pilihan dia mampu menaklukkan pendekar-pendekar pedang dari sembilan propinsi. Namun berjalannya waktu, kemampuan fisik Xun Siaoma pun menurun. Tokoh tua itu mulai memikirkan, permainan pedang yang membutuhkan kekuatan dan kecepatan seminimal mungkin, untuk mengimbangi penurunan fisiknya.
Xun Siaoma pun mulai menapaki jalan yang kini sedang ditapaki oleh Ding Tao.
Saling berhadapan, dua jagoan pedang yang memiliki gaya permainan yang menitik beratkan pada strategi dan permainan pikiran untuk mengalahkan lawan, terciptalah pertarungan yang membuat kagum para tokoh dunia persilatan.
Gerakan mereka tidaklah secepat kilat, sehingga mudah untuk diikuti. Namun tiap gerakan memiliki pecahan kemungkinan
1220
yang banyak jumlahnya. Keduanya saling berusaha menguasai permainan, setiap jengkal panggung tempat mereka bertanding memiliki arti. Panggung yang berukuran sedang, sudah berubah menjadi sebuah medan perang yang seluas dataran padang pasir Gobi. Terkadang mereka bertempur sengit demi menguasai satu petak, namun di lain saat mereka dengan sengaja melepaskan kedudukan mereka untuk menjebak lawan dalam permainan mereka. Mengikuti permainan pedang mereka memang tidak menyusahkan mata, namun ternyata memeningkan kepala.
Bagi Ding Tao inilah pertama kalinya dia menghadapi lawan yang memiliki gaya permainan pedang mirip dirinya. Semakin lama mereka bertarung, semakin dia larut dalam permainan pedang mereka. Tidak ada ubahnya anak kecil yang baru mendapatkan kawan bermain yang sesuai dengan dirinya, Ding Tao tidak lagi memikirkan kalah atau menang, hanya menikmati saja permainan adu otak ini. Bercampur antara penasaran, keinginan untuk menang dan juga kegembiraan yang sulit dijabarkan.
Xun Siaoma pun merasakan hal yang mirip dengan Ding Tao, bedanya dia sudah beberapa kali menghadapi tokoh dengan tingkatan yang setinggi dirinya.
1221
Salah satunya adalah pengemis tua Bai Chungho, ada juga Pendeta Chong Xan dari Butong. Beberapa kali Xun Siaoma, bertanding dan mendiskusikan masalah permainan pedang dengan dua orang yang sama gilanya dengan ilmu silat.
Bagi mereka yang belum begitu dalam pemahamannya akan ilmu silat maka kurang dapat mengerti apa yang sedang terjadi di atas panggung, dengan sendirinya meskipun menikmati pula keluwesan dan kelincahan kedua orang yang sedang bertarung, mereka tidak ikut merasakan ketegangan yang dirasakan oleh mereka yang mampu mengikuti jalannya pertarungan dan apa yang diinginkan oleh kedua orang yang sedang bertarung itu dengan serangan yang mereka bangun. Bagi mereka ini, justru Yi Ji dan keempat saudaranya menampilkan serangan yang lebih dahsyat.
Para guru dan orang tua yang membawa murid atau anaknya, dengan segera menyuruh mereka untuk memperhatikan baik-baik pertarungan kedua orang itu. Jika ada yang bertanya, tentu akan dijawab agar mencurahkan seluruh perhatian mereka untuk melihat dan mengingat sebanyak mungkin apa yang mereka lihat. Nanti baru setelah pertarungan itu selesai, mereka bisa bertanya. Maklumlah pada masa itu belum ada alat yang bisa digunakan untuk merekam satu kejadian. Satu-
1222
satunya yang bisa digunakan untuk merekam kejadian yang penting adalah mata dan ingatan mereka.
Pertarungan kali ini berlangsung hingga puluhan jurus, tapi menginjak jurus ke 58, mulai terlihat Ding Tao kalah pengalaman dibandingkan dengan Xun Siaoma. Hanya kepekaan perasaannyalah yang beberapa kali menyelamatkan dia dari kedudukan yang tidak memiliki jalan keluar lagi.
Dengan sekuat tenaga dan segenap pikiran Ding Tao berupaya keluar dari permainan pedang Xun Siaoma, namun tokoh tua itu jelas menang dalam hal pengalaman. Ding Tao beberapa kali melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan dan akhirnya terpojok, terkurung oleh serangan-serangan Xun Siaoma. Ding Tao pun tidak mau mengalah begitu saja, menyadari dirinya sudah berada dalam posisi yang terjepit, pemuda itu membangun benteng pertahanan yang kuat untk melindungi sekujur tubuhnya.
Tinggal selangkah lagi dan Xun Siaoma akan mengalahkan Ding Tao. Namun keuletan dan daya juang pemuda itu membuktikan bahwa yang selangkah itu tidak dijual murah.
1223
Ding Tao tidak mampu berpindah dan keluar dari posisinya saat ini, namun Xun Siaoma pun belum bisa menyarangkan satu serangan ke arah Ding Tao. Tokoh tua itu tidak berani melepaskan serangan dengan sekuat tenaga karena dia khawatir akan melukai Ding Tao terlalu parah.
Jika Ding Tao mampu mengalahkan anak muridnya tanpa melukai, maka Xun Siaoma pun ingin bisa melakukan hal itu.
Jika tadi sikap Ding Tao membuat dia melepaskan banyak kesempatan, demikian juga sekarang, Xun Siaoma harus melepaskan banyak kesempatan untuk mengakhiri perlawanan Ding Tao. Tapi berbeda dengan sikap pendirian anak murid Hoasan, Ding Tao tidak memiliki beban untuk menghapus arang yang mencoreng partainya. Jika sampai sekarang Ding Tao tidak juga menyerah, itu adalah karena kegembiraannya yang meluap.
Otaknya bekerja dengan cepat menyerap setiap detik dan saat dari pengalaman baru yang dia rasakan saat ini. Menghadapi seorang pesilat yang jauh lebih unggul dalam membangun strategi dalam permainannya. Dia hanya tidak ingin kesenangan ini berlalu dengan cepat.
1224
Semakin lama dia bertahan, semakin dia mengenali gaya permainan Xun Siaoma, pertahanannya pun menjadi semakin kokoh. Bukan hanya itu pengetahuannya akan jurus-jurus pedang milik Partai Hoasan pun bertambah.
Ma Songquan dan Chu Linhe yang pernah merasakan pengalaman yang sama menyeringai dalam hati. Meskipun Ding Tao kalah hari ini, tapi keuntungan yang didapatkan olehnya tidaklah kecil. Ilmu keluarga Huang belum bisa dijajarkan dengan ilmu-ilmu dari perguruan besar yang sudah melewati masa ratusan tahun, dipelajari, didalami dan dikembangkan oleh para maha guru dari perguruan tersebut. Ilmu keluarga Huang barulah melewati dua masa generasi, itupun bakat yang dimiliki belum bisa disandingkan dengan para leluhur partai perguruan besar yang namanya melegenda.
Xun Siaoma sendiri mulai menyadari akan hal itu, selain pertahanan Ding Tao yang makin kokoh. Beberapa kali Ding Tao mencoba mempraktekkan apa yang baru dia serap dalam permainan pedangnya.
Meskipun apa yang dilakukan Ding Tao tidak persis sama, karena dia hanya meleburkan apa yang baru dia serap dan berusaha menerapkan prinsip-prinsipnya pada apa yang sudah
1225
dia miliki, tapi karena yang ditangkap dan diserap adalah inti dari gerakan, Xun Siaoma tentu saja bisa mengenalinya. Bukan hanya Xun Siaoma saja, tapi Tetua Bai Chungho pun sudah menyadari apa yang sedang terjadi karena dia sudah cukup sering berlatih tanding dengan Tetua Xun Siaoma.
Dalam latih tanding itu, mereka berdua melakukan hal yang sama, mempelajari kekurangan sendiri, mendalami kelebihan lawan dan merenungkan bagaimana pengetahuan itu bisa dipakai untuk memoles ilmu sendiri menjadi lebih sempurna.
‗Wah celakalah si tua, si tua itu bukannya menghajar malah memberi ajaran.‘, batin Bai Chungho sambil menyengir.
Jika Bai Chungo bisa menyaksikan hal itu sambil cengar-cengir, tentu saja berbeda keadaannya dengan Xun Siaoma.
‗Uh… secepat mungkin pertandingan ini harus diakhiri… tapi bagaimana..‘, pikir Tetua Xun Siaoma.
Di luar dia terlihat tenang tapi otaknya bekerja keras dan jantungnya mulai berdebaran. Benar-benar seorang jagoan tua, meskipun otaknya bekerja keras, tangan dan kakinya tidak berhenti bekerja dan sedikitpun Ding Tao tidak bisa bergeser dari tempatnya.
1226
‗Apa boleh buat…‘, desah Xun Siaoma dalam hati.
Setelah mengambil keputusan gerakan Xun Siaoma pun jadi lebih mantap. Satu gebrakan, dua gebrakan, Ding Tao kali ini tidak sempat memperhatikan dan merenungkan serangan Xun Siaoma. Rupanya meskipun sudah tua, kecepatan dan kekuatannya tidaklah berada di bawah Pan Jun yang masih muda. Ding Tao masih berkonsentrasi untuk bertahan ketika tiba-tiba Xun Siaoma mundur tiga langkah ke belakang dan di luar kemauannya Ding Tao ikut maju ke depan. Seperti terpana oleh serangan Xun Siaoma yang sebelumnya mendorong dirinya ke belakang dan tiba-tiba mundur ke belakang. Pada saat Xun Siaoma bergerak mundur, tibat-tiba seakan tercipta ruang hampa di antara mereka, dan kekosongan itu membuat Ding Tao terseret maju ke depan di luar kemauannya.
Dengan luwes dan indahnya Xun Siaoma bergerak, hampir seperti seorang gadis muda yang menari. Meliuk dan menggeser kakinya, tiba-tiba Xun Siaoma sudah berada di belakang Ding Tao dan dengan ringan dia menepuk pundak Ding Tao.
1227
Gerakan itu begitu sederhana, alami dan indah. Mereka yang melihatnya, mau tidak mau merasa kagum pada kemampuan tokoh tua tersebut.
Baik mereka yang bersimpati pada Ding Tao maupun mereka yang menjagoi Xun Siaoma, kedua pihak tanpa terasa bertepuk tangan, melihat pertunjukan permainan pedang yang memeras pikiran mereka untuk dapat mengikutinya. Bukan karena kecepatan permainan pedang mereka, namun karena rumitnya pemikiran di balik tiap serangan dan pertahanan.
Segera setelah merasa dirinya terayun ke depan, Ding Tao sudah bisa meramalkan apa yang terjadi berikutnya. Karena itu ketika tangan Xun Siaoma menepuk pundaknya perlahan dari belakang, Ding Tao hanya memejamkan mata dan mendesah.
Perlahan dia berbalik, membungkuk sambil merangkapkan tangan dan berujar, ―Sungguh kepandaian Tetua Xun, jauh melampaui pemahaman siauwtee. Tidak salah jika Hoasan berdiri berjajar dengan enam perguruan besar yang lain.‖
Xun Siaoma yang sudah bertarung hampir seratus jurus, menunjukkan keuletan tubuhnya yang sudah renta. Meskipun tubuhnya berkeringat namun, nafasnya masih teratur dan
1228
dalam, sama sekali tidak terganggu oleh pertarungan yang menghabiskan tenaga tersebut.
―Hmm… Ketua Ding Tao sendiri memiliki bakat yang sulit dicari tandingannya. Beberapa tahun ke depan, aku orang tua ini tentu sudah tidak bisa mengimbangimu lagi. Yang kuharapkan hanyalah pada saat itu, murid-muridku sudah bisa menyerap semua apa yang kuajarkan dan selesailah tugasku sebagai seorang tetua.‖, ujar Xun Siaoma sambil membalas penghormatan Ding Tao.
―Ah mana bisa demikian, Tetua masih begini kuat dan segar. Siauwtee rasa sampai berpuluh tahun ke depan pun Tetua masih dapat mengalahkan siauwtee kapan saja tetua mau.‖, jawab Ding Tao sambil tersenyum lebar.
―Ha ha ha, boleh juga kalau memang seperti itu yang terjadi, lain kali biarlah kita bertanding lagi untuk melihat, tebakan siapa yang lebih tepat.‖, Xun Siaoma yang jarang menunjukkan perasaan, ternyata bisa juga tertawa.
Tawa Xun Siaoma itu memiliki arti yang besar, beban yang menindih perasaan Ding Tao dan para pengikutnya lepas pada saat itu juga.
1229
―Tentu saja, kapan saja Tetua Xun menghendaki, siauwtee tentu siap. Tap isekarang, mari ijikanlah siauwtee menjadi tuan rumah yang baik. Silahkan Tetua mencicipi hidangan yang kami siapkan. Mari silahkan.‖, ujar Ding Tao sambil mempersilahkan Tetua Xun Siaoma untuk kembali ke mejanya.
Acara perayaan itu pun dilanjutkan kembali, setelah pertarungan antara Xun Siaoma dengan Ding Tao, beberapa orang yang datang untuk mencari gara-gara, baik dari golongan hitam yang ingin menguji kesiapan partai yang baru lahir ini, ataupun mereka yang ingin membuat namanya dikenal orang dengan mengalahkan orang-orang dari partai baru ini, semuanya membatalkan niat mereka.
Akibatnya panggung pun hanya diisi dengan pertunjukan, tidak ada lagi yang melakukan tantangan.
Tapi bukan berarti perayaan itu jadi membosankan bagi para tamunya yang keranjingan ilmu silat dan tontonan menarik. Pertarungan Ding Tao dan Xun Siaoma sudah menjadi pembicaraan yang hangat dan bisa memakan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari. Hasil dari pertemuan kedua belah pihak sendiri tidak terhitung buruk. Nama Ding Tao tidak menjadi turun karena kekalahannya di tangan Xun Siaoma.
1230
Hanya segelintir orang bisa menjajarkan diri dengan tokoh tua itu. Dalam usianya yang masih sangat muda, apa yang ditunjukkan Ding Tao sudah melampaui dugaan orang banyak. Sebaliknya nama Hoasan yang sempat terjun ke dalam lumpur pun jadi terangkat kembali. Xun Siaoma berhasil membuktikan bahwa Hoasan masih merupakan tempat bersembunyinya naga dan harimau.
Perdebatan pun jadi makin memanas, ketika mereka mulai memperdebatkan masalah keinginan Ding Tao untuk ikut dalam pemilihan Wulin Mengzhu, mereka yang bersimpati pada Ding Tao tertarik pada kemudaan dan semangat yang dibawanya. Sebagian besar dari mereka yang berpendapat seperti ini, adalah anak-anak muda.
Mereka yang berpendapat sebaliknya, lebih bersandarkan pada bukti bahwa Ding Tao belumlah siap untuk menjadi Wuli Mengzhu bagi generasi saat ini. Mereka bukan sepenuhnya menolak Ding Tao, hanya saja mereka berpendapat bahwa Ding Tao harus menunggu beberapa tahun lagi untuk mamatangkan dirinya sebelum mencoba untuk menduduki kedudukan tertinggi dalam dunia persilatan tersebut.
1231
Ding Tao dan Xun Siaoma sendiri justru tidak memikirkan berbagai masalah itu. Anak murid Xun Siaoma tentu saja tidak sepenuhnya merasa puas dengan cara Xun Siaoma menyelesaikan masalah. Sedikit banyak, mereka memiliki ikatan batin dengan Pan Jun yang pernah menjadi pimpinan mereka. Sekarang Xun Siaoma makan dan minum bersama dengan orang yang membunuh Pan Jun tanpa canggung-canggung. Tapi mereka terlalu menghormati Xun Siaoma untuk menunjukkan perasaaan tidak suka mereka. Ding Tao yang peka peraaannya, dapat menangkap getar-getar ketidak puasan itu dan berusaha untuk bersikap sewajar mungkin. Tidak marah, menyindir atau merendahkan mereka, tidak pula dia menyanjung-nyajung dan berusaha menyenangkan hati mereka.
Hari yang panjang itu pun akhirnya sampai pada penghujungnya, satu per satu mereka yang bertamu berpamitan. Besok gedung masih dibuka untuk menerima tamu-tamu lain yang baru datang, namun untuk hari ini kegiatan mereka sudah sampai pada akhirnya.
Pada saat ruangan sudah mulai sepi itulah, Xun Siaoma berkata pada Ding Tao dengan suara perlahan, ―Ketua Ding,
1232
apakah ada waktu untuk berbicara di tempat yang lebih nyaman?‖
Ding Tao memandangi Xun Siaoma, tidak sepenuhnya mengerti apa yang dimaksudkan oleh Tetua Xun Siaoma.
―Hari sudah mulai gelap, angin yang dingin membuat tulang-tulang tua ini ngilu, tapi hati masih menginginkan secangkir arak dan berbincang-bincang. Alangkah baiknya kalau kita pindah ke dalam, di mana ada dinding yang melindungi dari angin malam.‖, ujar Xun Siaoma berusaha menjelaskan.
―Ketua Ding, kebetulan aku sudah meminta beberapa orang untuk menyiapkan sedikit hidangan kecil dan arak di ruang dalam.‖, ujar Chou Liang sambil mengedip.
Ding Tao bukan orang bodoh, jika tadi dia terlambat menangkap apa maksud Xun Siaoma, itu karena dia memandang semua orang sama seperti dirinya dan tidak akan berusaha menguping pembicaraan pribadi orang lain dengan sengaja.
―Ah, maafkan aku Tetua Xun, tentu saja, itu ide yang bagus. Marilah kita masuk ke dalam. Apakah Tetua Bai Chungho juga akan ikut meramaikan?‖, tanya Ding Tao dengan segera.
1233
―Hehehe, di mana ada arak dan cemilan, sudah tentu aku akan ikut meramaikan‖, jawab Bai Chungho sambil terkekeh.
Setelah memberikan pesan pada mereka yang masih bertugas di luar, Ding Tao, Xun Siaoma, Bai Chungho dan orang-orang kepercayaan mereka, berjalan menuju ke dalam gedung, mengikuti Chou Liang yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Entah bagaimana rupanya dia sudah bisa menduga bahwa Xun Siaoma akan meminta hal seperti ini. Tapi kecekatannya dalam berpikir, menarik perhatian Xun Siaoma dan Bai Chungo, meskipun keduanya tidak mengatakan apa-apa. Dua orang tokoh kawakan itu belajar untuk menghargai kelebihan manusia-manusia macam Chou Liang, sejalan dengan pengalaman mereka di dunia yang luas.
Dalam hati mereka memuji bintang keberuntungan Ding Tao sehingga dia ditemukan dengan berbagai macam orang pilihan yang bisa mendukung gerakannya.
Tidak ada pembicaraan selama perjalanan mereka menuju ke ruang dalam. Semua orang merasa sedikit tegang. Chou Liang yang cerdik tidak membawa mereka ke ruangan tempat Guru Chen Wuxi, Fu Tong dan Song Luo menunggu. Dengan
1234
demikian keterlibatan ketiga orang itu dengan Partai Pedang Keadilan terjaga dari orang luar.
Setelah mereka sampai di dalam ruangan, dengan gerak matanya, Tetua Bai Chungho dan Xun Siaoma memerintahkan anak muridnya untuk ikut menjaga ‗keamanan‘ dari ruangan itu. Tentu saja bukan masalah takut diserang, karena mereka yang bisa dianggap setanding dengan mereka berada di dalam ruangan itu bisa dihitung dengan jari. Kedua tetua itu lebih mengkhawatirkan bocornya apa yang sedang mereka bicarakan.
Membuka percakapan mereka Xun Siaoma bertanya pada Ding Tao, ―Ketua Ding, jika aku memintamu untuk berbicara di tempat ini, tentu kai mengerti apa sebabnya?‖
―Ya, Tetua tidak ingin ada orang yang tidak bisa dipercaya yang ikut mendengarkan percakapan kita.‖
―Benar…‖, jawab Xun Siaoma membiarkan jawabannya menggantung di udara.
Ding Tao melihat pada para pengikut setianya yang berada di ruangan itu, Ma Songquan, Chu Linhe, Chou Liang, Tang Xiong, Wang Xiaho, Li Yan Mao, Qin Baiyu, Qin Hun dan Tabib
1235
Shao Yong, kemudian menjawab, ―Mereka semua bisa dipercaya, aku bersedia mempertaruhkan nyawaku demi salah seorang dari mereka.‖
Xun Siaoma berpandangan dengan Bai Chungho kemudian mengangguk, ―Baiklah kalau begitu, mungkin sebaiknya kita membicarakan ini sambil berduduk.‖
Tanpa menunggu jawaban dari Ding Tao, Xun Siaoma memilih salah satu kursi, diikuti oleh Bai Chungho dan setelah Ding Tao duduk yang lain pun mengikuti. Untuk beberapa lama mereka terdiam dan Xun Siaoma yang pertama-tama membuka percakapan.
Mendesah sedih Xun Siaoma berkata dengan berat hati, ―Ketua Ding, tentang berita yang mengatakan ketua kami, Pan Jun telah terbunuh di tanganmu, apakah benar adanya? Apakah bisa dipastikan dia adalah Pan Jun?‖
Ding Tao tidak langsung menjawab pertanyaan Xun Siaoma, diingat-ingatnya dahulu semua yang terjadi saat itu, kemudian dengan berhati-hati dia menjawab, ―Pada awalnya kami hanya mengenal dia sebagai orang bertopeng dan memang siauwtee
1236
sempat bertempur dengannya, yang berakhir dengan kematian dirinya.‖
―Pada saat itu Saudara Ma Songquan dan Chou Liang berpendapat baik adanya jika identitasnya tetap tersembunyi dan berencana hendak menguburkan jasadnya tanpa perlu membuka topengnya. Namun salah seorang yang berada di sana, membuka topeng itu saat kami lengah. Barulah kemudian beberapa orang mengatakan bahwa orang bertopeng itu adalah Pendekar pedang Ketua Pan Jun.‖
Xun Siaoma tercenung sesaat, kemudian bertanya, ―Jurus yang tadi kaupakai untuk menyerang, seperti juga jurus yang digunakan salah seorang anak muridku, apakah itu jurus yang sama seperti yang digunakan oleh orang bertopeng tersebut?‖
―Ya benar, hanya saja serangannya jauh lebih tajam. Ketepatan, kecepatan dan kekuatannya hampir mendekati kesempurnaan.‖, jawab Ding Tao dengan cukup yakin.
―Apakah benar pembunuh bertopeng itu adalah salah seorang dari tokoh-tokoh yang memimpin penyerangan atas keluarga Huang di Wuling?‖, tanya Xun Siaoma lebih lanjut.
1237
―Berdasarkan apa yang dia lakukan di Wuling, berdasarkan perkataan yang keluar dari mulutnya, berdasarkan hubungannya dengan Tiong Fa, penghianat keluarga Huang, kami yakin bahwa hal itu memang benar adanya.‖, jawan Ding Tao.
Sekali lagi ruangan itu dipenuhi keheningan, dan dipecahkan oleh helaan nafas Xun Siaoma. Tokoh tua perlahan-lahan itu menutup matanya dan mendesah s edih.
―Jika demikian, maka biarlah aku memastikan bahwa, dia bukanlah ketua dari Hoasan…‖, ujarnya dengan lambat dan penuh kesedihan.
Melihat raut wajah dari orang-orang Hoasan, Ding Tao dan kawan-kawan tidak berani mengatakan apa-apa.
―Tetua…‖, ujar salah seorang anak murid Hoasan dengan terbata, tapi ucapannya terputus oleh gerakan tangan Xun Siaoma yang melarang dia untuk berbicara lebih banyak.
Tokoh tua itu memandangi anak muridnya satu per satu, lalu memalingkan wajahnya pada Ding Tao dan perlahan-lahan mengitari ruangan, hingga pandang matanya bertemu dengan
1238
tiap orang dari mereka. Kemudian dengan suara parau dia berkata,
―Mengertikah kalian? Dari keterangan yang diberikan oleh Ketua Ding, 9 dari 10 bagian aku bisa meyakinkan bahwa orang tersebut adalah Pan Jun dan sepenuhnya aku dengan yakin bisa mengatakan bahwa orang itu bukanlah ketua dari Partai Hoasan, karena seorang ketua dari perguruan Hoasan, tidak akan pernah melakukan perbuatan demikian.‖
Mendengar perkataan Xun Siaoma dan cara dia mengatakannya, setiap orang yang berada di dalam ruangan bisa merasakan kepedihan hati dari tokoh tua itu. Mereka pun merasa ikut tercekat oleh kenyataan yang harus dihadapi Xun Siaoma. Mereka hanya bisa mengangguk untuk menunjukkan bahwa mereka mengerti apa maksud Xun Siaoma.
Xun Siaoma melanjutkan, ―Tapi jika benar dia itu Pan Jun, maka yang membuatku tidak habis pikir, mengapa dia sampai melakukan hal yang sedemikian rupa?‖
Ding Tao dan yang lain hanya bisa terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.
1239
―Aku mengenalnya dengan baik, menjadi ketua dari Partai Hoasan adalah hal yang paling dia inginkan. Dia tidak memiliki ambisi untuk menguasai dunia persilatan. Lalu mengapa dia bisa terjerat dalam urusan yang busuk begini?‖, desah orang tua itu dengan sedih.
―Kami berdua sudah membicarakan hal ini‖, ujar Bai Chungho.
―Kami berkeputusan untuk menyelidiki lebih jauh masalah ini, bukan hanya karena Pan Jun pernah menjadi ketua dari Partai Hoasan, tapi jika ada yang bisa membuat Pan Jun menyalahi kedudukannya sebagai ketua Partai Hoasan. Maka kita harus menyelidikinya sampai tuntas‖, ujar Bai Chungho melanjutkan.
Ding Tao memandangi kedua orang tua itu kemudian dengan berhati-hati mengatakan, ―Beberapa orang berpendapat, bahwa penggerak dari kejadian ini adalah Ren Zuocan… Apakah tetua berdua juga memiliki pandangan yang serupa?‖
―Itu adalah salah satu kemungkinan, Ren Zuocan memiliki jaringan mata-mata yang kuat, bahkan dalam perbatasan sekalipun. Jika dia berhasil menarik Pan Jun menjadi salah seorang pembantunya, maka ketua dari partai-partai besar yang lain pun perlu diawasi.‖, ujar Xun Siaoma.
1240
―Kami juga ingin memastikan, alasan apa yang membuat mereka menyerang keluarga Huang? Keluarga Huang memang sedang menanjak tahun-tahun terakhir ini dan Huang Jin menunjukkan ambisi yang besar. Namun mengapa harus mengambil resiko terbongkarnya jaringan mereka dengan menyerang keluarga Huang, jika selama ini mereka berdiam diri? Ada yang mengatakan bahwa Pedang Angin Berbisik sudah jatuh ke tangan keluarga Huang dan sebelumnya pedang itu sempat berada di tanganmu, jadi kamipun ingin mendengar kejelasannya darimu.‖, lanjut Bai Chungho sambil memandang Ding Tao.
Berkerut kening Ding Tao, pertanyaan yang sering mengganggunya kembali muncul, ‗Benarkah mereka menyerbu keluarga Huang di Wuling karena Pedang Angin Berbisik? Jika benar demikian, bukankah sebenarnya dialah yang menjadi awal segala permasalahan? Jika dia tidak datang ke Wuling, Huang Ying Ying dan yang lain tentu masih hidup sampai sekarang.‘
―Bagaimana Ketua Ding? Apakah kau bisa menjawab beberapa pertanyaan yang mengganggu kami itu?‖, tanya Bai Chungho.
1241
―Tentang Pedang Angin Berbisik, kurang lebih memang demikianlah keadaannya. Pada awalnya pedang itu terjatuh ke tanganku, namun saat aku berkunjung ke Wuling, pedang itu direbut orang dari tanganku. Orang itu adalah Tiong Fa, entah bagaimana beberapa waktu kemudian kabar yang kudengar adalah keluarga Huang berselisih dengan Tiong Fa. Menurut dugaan kami pada saat itulah Pedang Angin Berbisik jatuh ke tangan Tiong Fa.‖, jawab Ding Tao.
―Hmm… kau sendiri berada di mana saat kejadian itu terjadi? Mengapa kau tidak berusaha merebut kembali pedang itu?‖, tanya Xun Siaoma menyelidik.
―Selain merebut pedang, mereka juga berusaha membunuhku, meskipun berhasil lolos namun siauwtee mendapatkan luka dalam dan terpaksa menyembunyikan diri beberapa bulan lamanya hingga luka itu sembuh. Saat siauwtee keluar dari persembunyian, barulah siauwtee mendengar apa yang terjadi di Wuling.‖, jawab Ding Tao.
―Hmmm… rupanya begitu…‖, desah Xun Siaoma.
―Kepandaianmu begitu tinggi, dua orang yang menyerangmu… siapa mereka itu, apakah kau tahu?‖, tanya Bai Chungho.
1242
Ding Tao berpikir sejenak kemudian menjawab, ―Waktu itu, kepandaian siauwtee belumlah setinggi sekarang, lagipula siauwtee tertidur pulas karena meminum obat tidur yang diberikan … Tiong Fa.‖
Ding Tao tidak sampai hati untuk mengatakan bahwa obat itu diberikan oleh Huang Ying Ying atas perintah Tuan besar Huang Jin, lagipula dia tidak ingin menjelaskan masalah itu berkepanjangan. Penjelasan Ding Tao cukup masuk akal, karena saat itu Tiong Fa masih merupakan salah satu pimpinan tua dari keluarga Huang. Bai Chungho dan Xun Siaoma pun tidak mengejar lebih jauh.
―Jika benar, berarti kemungkinan besar Pedang Angin Berbisik tentu sudah jatuh ke tangan mereka. Benar-benar berbahaya, jika Ren Zuocan sampai mendapatkan pedang itu, dia bisa seperti Harimau yang tumbuh sayap.‖, gerutu Bai Chungho dengan wajah gelap.
―Kejadian itu sudah beberapa lama terjadi, jika benar pedang itu di tangan mereka, saat ini tentunya sudah sampai di tangan Ren Zuocan.‖, desis Ding Tao dengan guram.
1243
―Tidak, soal itu aku yakin belum terjadi‖, kata Bai Chungho dengan nada sangat yakin.
―Bagaimana Tetua Bai begitu yakin?‖, tanya Ding Tao dengan heran.
―Hehehe, partai kami memang bukan partai terkuat, tapi dalam soal jumlah kamilah yang terbanyak. Jaringan mata dan telinga kami meliputi hampir seluruh daratan. 3 hari setelah kejadian di Wuling aku sudah mendengarnya dan segera memerintahkan seluruh anggota partai pengemis untuk mengawasi jalan keluar perbatasan.‖, jawab Bai Chungho dengan bangga.
―Perbatasan begitu luas, apakah partai pengemis benar-benar memiliki anggota sebanyak itu?‖, tanpa terasa Chou Liang menyeletuk dengan mata terbelalak.
Bai Chungho menengok cepat ke arah Chou Liang dan Chou Liang yang sadar betapa kata-katanya bisa dianggap sebagai penghinaan buru-buru membungkuk meminta maaf, ―Maafkan aku Tetua Bai, bukan maksudku meragukan perkataan Tetua Bai, aku hanya terkejut membayangkan seberapa besar dan banyak anggota partai pengemis, jika Tetua bisa mengatakan
1244
dengan yakin bahwa seluruh jalan menuju luar perbatasan sudah diawasi.‖
―Hehehe, baguslah kalau kau percaya, tapi biarlah kutegaskan sekali lagi, aku yakin bahwa pedang itu belum keluar perbatasan. Seandainya mereka memaksa keluar perbatasan, anggota-anggotaku belum tentu mampu menghalangi, tapi berita tentang usaha mereka keluar perbatasan tentu akan terdengar olehku.‖, jawab Bai Chungho sambil mengangguk-angguk.
―Jika demikian kita harus cepat bergerak untuk mendapatkan kembali pedang itu‖, ujar Ding Tao dengan bersemangat.
―Begitu pula pendapat kami berdua, oleh sebab itu kami datang untuk menemui Ketua Ding. Tampaknya jejak paling jelas yang ditinggalkan kelompok itu adalah Tiong Fa dan ulahnya yang berusaha menguasai seluruh cabang milik keluarga Huang yang telah dia hancurkan.‖, kata Xun Siaoma.
―Benar, bekas pengikut keluarga Huang memiliki ikatan batin yang dekat dengan Ketua Ding, apa yang terjadi di Jiangling beberapa waktu yang lalu membuktikan hal itu. Tentu saja kekuatan Ketua Ding saat ini belumlah cukup untuk merebut
1245
kembali cabang-cabang lain dari tangan Tiong Fa dan demi kepentingan yang lebih luas, kami ingin menawarkan bantuan, bagaimana? Apakah Ketua Ding bisa menerima maksud baik kami?‘, ujar Bai Chungho menjelaskan alasan sesungguhnya dari kedatangan dirinya dan Xun Siaoma.
Tawaran yang diberikan cukup mengejutkan Ding Tao, apalagi tawaran itu datang dari dua partai kenamaan dan yang datang untuk menawarkan adalah dua orang Tetua yang sangat dihormati dan ditakuti oleh orang-orang dunia persilatan. Untuk sesaat Ding Tao mengitarkan pandangan matanya pada para pengikutnya yang hadir di ruangan tersebut. Dengan tidak kentara Chou Liang, Ma Songquan dan yang lain perlahan mengangguk tanda setuju, meskipun ada pula yang melakukannya dengan keraguan terbayang di wajah. Melihat mereka satu suara dalam hal ini dan terutama Chou Liang tampak yakin dengan tawaran yang diberikan, Ding Tao pun merasa semakin yakin dengan jawaban yang hendak dia berikan.
―Baiklah aku menerima tawaran Tetua berdua.‖, jawab Ding Tao dengan tegas.
1246
Meskipun hanya sekilas namun Ding Tao dapat melihat seulas rasa penasaran dan sakit hati tergambar di wajah anak murid Partai Hoasan dan dia pun merasa mendelu dalam hati. Dengan tulus diapun menyampaikan perasaan penyesalannya tersebut.
―Tetua Xun Siaoma sungguh berhati besar, siauwtee di luar sepengetahuan siauwtee telah kesalahan tangan membunuh anak murid perguruan Hoasan, Pendekar pedang kilat Pan Jun. Namun Tetua justru bersedia untuk menawarkan bantuan bagi kami. Sesungguhnya dari hati yang terdalam, aku sangat mengagumi Pendekar pedang Pan Jun, berhadapan dengannya dalam satu pertarungan, mau tidak mau timbul perasaan kagum akan bakat dan kemampuannya.‖, ujar Ding Tao dengan tulus.
―Itu sebabnya, meskipun kami tidak mungkin mengabarkan kejadian ini pada Partai Hoasan, namun kami sudah menyelenggarakan pemakaman Pendekar pedang kilat Pan Jun dengan sebaik-baiknya. Dengan setulusnya aku memohon maaf dari kalian semua atas apa yang terjadi. Saat inipun jika Tetua dan saudara-saudara dari Hoasan hendak mengunjungi persemayaman terakhir dari beliau, aku dapat mengantarkan kalian ke sana.‖
1247
Ucapan Ding Tao dan penyesalannya yang terlihat tulus dan tidak dibuat-buat, menjadi obat yang manjur bagi luka hati para anak murid Partai Hoasan. Tidak ada ucapan membela diri yang keluar dari mulut Ding Tao, padahal mereka semua pun tahu apa yang terjadi saat itu. Ding Tao tidak bisa disalahkan dalam kasus itu, namun pemuda itu justru bersedia memohon maaf pada mereka. Meskipun rasa sakit hati mereka tidak sepenuhnya hilang, namun rasa permusuhan dalam hati mereka sudah banyak menghilang. Apalagi setelah Xun Siaoma menjawab Ding Tao.
―Hmm… Ketua Ding, mengetahui tingginya ilmu pedang Pan Jun dan mengetahui pula tingkatan yang Ketua Ding miliki, aku tahu bahwa Ketua Ding tidak memiliki banyak pilihan. Hanya ada dua pilihan terbunuh atau dibunuh. Jika ada yang patut dipersalahkan, maka itu adalah orang yang sudah membuat Pan Jun tersesat sedemikian rupa. Kematiannya di tangan Ketua Ding hanyalah akibat, dalam hati aku sudah berketetapan untuk mencari penyebabnya dan membasminya dari muka bumi ini.‖, ujar Xun Siaoma dengan suara tergetar dan geram.
1248
Jika Xun Siaoma yang selalu bisa menguasai diri dalam segala keadaan hingga menunjukkan goncangan dalam hati, bisa dibayangkan betapa geramnya tokoh tua ini.
―Siauwtee aku berusaha sekuat siauwtee untuk ikut membantu usaha Tetua berdua dalam membongkar masalah ini.‖, ujar Ding Tao dengan sungguh-sungguh.
―Ya… ya… tentu saja aku percaya akan ketulusan Ketua Ding. Kalau begitu kami akan kembali beberapa hari lagi dan merundingkan rencana kita. Untuk saat ini, Ketua Ding dan sahabat-sahabat sekalian bisa membaca catatan ini‖, ujar Xun Siaoma sambil menyerahkan selembar catatan.
―Ini adalah catatan dari kekuatan Kaypang dan Hoasan yang sudah disiapkan untuk menjalankan rencana ini. Lengkap beserta tempat kedudukan mereka saat ini. Ketua Ding dan yang lain bisa mempelajari dan merundingkannya berkenaan dengan Partai kalian. Beberapa hari lagi, kita akan merundingkan kepastiannya.‖, ujar Xun Siaoma.
Ding Tao membaca lembaran itu beberapa saat lalu menyerahkannya pada Chou Liang yang mempelajarinya lebih lanjut. Ding Tao sendiri berbalik pada Xun Siaoma dan Bai
1249
Chungho, ―Siauwtee mengerti, beberapa hari ke depan siauwtee akan berusaha mempersiapkan kekuatan dari pihak siauwtee sendiri. Siapa yang akan berjaga dan siapa yang akan pergi, masalah perbekalan dan sebagainya. Dalam 5-6 hari siauwtee tentu sudah siap bergerak.‖
―Baguslah kalau begitu, 4 hari lagi kami akan kembali berkunjung ke Jiangling dan merundingkan eksekusi rencana ini.‖, ujar Bai Chungho.
―Kalau begitu, jika Ketua Ding tidak keberatan, aku ingin mengunjungi makam Pan Jun.‖, ujar Xun Siaoma.
―Tentu saja tidak keberatan, mari aku akan mengantarkan saudara sekalian ke sana‖, jawab Ding Tao cepat.
Tidak berapa lama kemudian rombongan kecil itu sudah berada di depan makam Pan Jun, anak murid Partai Hoasan merasa terharu ketika melihat betapa Ding Tao menghargai dan mempelakukan Pan Jun dengan hormat dan sebaik mungkin. Masing-masing orang menyalakan sebatang dupa dan berdoa. Entah apa yang berkecamuk di benak mereka, tapi yang jelas, anak murid Partai Hoasan telah mendapatkan sasaran baru untuk menumpahkan kekesalan mereka.
1250
Bab XXVI. Daun kering dipermainkan angin.
Selepas tamu-tamu mereka meninggalkan Jiang Ling, Ding Tao dan para pengikutnya kembali berkumpul untuk membicarakan apa saja yang baru terjadi sekaligus membahas cara kerja dan struktur organisasi yang baru saja terbentuk itu.
Selain tawaran bantuan dari Hoasan dan Kaypang, banyak kejutan kecil lain yang membuat mereka cukup bersemangat. Pertarungan antara Ding Tao dengan Xun Siaoma, membuka mata banyak orang akan potensi yang tersimpan dalam diri Ding Tao dan tentu saja dalam partai yang dia pimpin. Beberapa hari sejak pertarungan itu, sudah beberapa kali terjadi ada perguruan maupun badan usaha dan keluarga yang cukup punya nama, menyatakan ingin bergabung di bawah bendera Partai Pedang Keadilan.
Tentu saja bukan semuanya bergabung karena memiliki cita-cita yang sama, tidak sedikit yang bergabung karena mengharapkan adanya perlindungan dari Partai yang baru berdiri ini. Tidak bisa disangkal, angin panas sedang bertiup di dunia persilatan.
1251
Mereka yang selama ini belum tergabung dalam ikatan yang lebih luas dan kuat, sedang mencari-cari tempat untuk menambatkan perahu kecil mereka.
Anak murid keluaran dari perguruan besar, mulai menjalin kembali ikatan yang mungkin sudah lama merenggang. Yang sudah lama tidak berkunjung ke perguruannya, tiba-tiba sering muncul sambil membawa sedikit bingkisan, dan berbasa-basi, membicarakan masa lalu dengan saudara-saudara yang masih tinggal di pusat dan tidak keluar untuk hidup terpisah dari perguruan mereka. Di luar ke enam perguruan besar yang ada, Shaolin, Wudang, Hoasan, Kunlun, Kongtong dan Emei, mungkin hanya Kaypang yang bisa disejajarkan.
Tapi Kaypang, sesuai dengan namanya, mengkhususkan diri sebagai organisasi yang melindungi dan beranggotakan para pengemis. Dengan demikian, Partai Pedang Keadilan yang didirikan oleh Ding Tao, mendapatkan banyak sorotan dan menjadi tempat pengharapan bagi mereka yang tidak berasal dari enam perguruan besar tersebut.
Memang masih ada beberapa keluarga terkemuka seperti Keluarga Tong yang ahli senjata beracun dan Keluarga Deng yang ahli bahan peledak. Kekuatan mereka bolehlah
1252
disejajarkan dengan Partai Pengemis yang sedang menurun perbawanya. Namun mereka adalah organisasi berdasarkan darah keturunan, orang luar tentu saja tidak bisa berharap banyak untuk bergabung dalam kedudukan yang sederajat dengan anggota keluarga tersebut.
Setelah mendengar berdirinya Partai Pedang Keadilan, maka kelompok-kelompok kecil yang tidak memiliki sandaran inipun mulai berdatangan untuk menggabungkan diri.
Dengan latar belakang demikian, maka dengan sendirinya tidak sedikit dari mereka yang justru lebih merupakan beban daripada dukungan. Namun di antara mereka ada pula, tokoh-tokoh seperti Sun Liang dari keluarga Sun di Luo Yang, yang nilainya bisa berpuluh kali lipat dibanding bergabungnya kelompok-kelompok yang bergabung hanya untuk mencari aman. Meskipun setiap mereka yang datang, tidak datang dengan tangan kosong. Tapi menguntungkan atau tidak, yang pasti membengkaknya jumlah mereka secara mendadak menimbulkan permasalahan tersendiri.
Di dalam ruangan itu semua pengikut Ding Tao dari sebelum berdirinya Partai Pedang Keadilan sudah berkumpul. Tang Xiong baru saja melaporkan daftar dari pengikut-pengikut yang
1253
baru mengucapkan sumpah setia di hari itu, sekaligus jumlah permohonan yang masuk namun belum sempat diputuskan apakah akan disetujui atau tidak.
Ding Tao sedang terhenyak bersandar di kursinya dan menggelengkan kepala, ―Hmm… kalau terus menerus seperti ini, bisa-bisa kita tidak akan mengerjakan apa-apa kecuali menghitung jumlah orang yang mendaftar dan jumlah uang yang masuk ke kas Partai Pedang Keadilan.‖
Li Yan Mao tertawa dengan senyum ompongnya dan berkata, ―Aku tidak melihat ada masalah dengan hal itu.‖
Gurauan Li Yan Mao disambut tawa kecil dari beberapa orang dan senyum kelelahan dari Ding Tao. Tentu saja mereka semua mengerti kesulitan yang sedang dihadapi dan gurauan Li Yan Mao tidak lebih hanyalah gurauan belaka.
―Besok pagi, sesuai dengan janji yang mereka berikan, Tetua Xun Siaoma dan Tetua Bai Chungho akan kembali menemui kita. Sementara di luar perkiraan, jumlah anggota kita membengkak dan kita lebih sibuk mengurusi masuknya anggota baru daripada mempersiapkan rencana untuk membebaskan tiap-tiap cabang usaha keluarga Huang dari
1254
Tiong Fa. Bagaimana menurut kalian?‖, ujar Ding Tao sambil melihat ke sekelilingnya.
―Tidak ada yang perlu dikuatirkan, tentang rencana itu, kita tidak perlu memperhitungkan tambahan tenaga yang masuk beberapa hari terakhir, dengan demikian perhitungannya akan jadi lebih mudah. Di pihak lain, kita juga akan memiliki cadangan tenaga setelah pertempuran terjadi.‖, ujar Chou Liang.
―Apakah nantinya para Tetua tersebut tidak menganggap kita bermain dengan licik, mengajukan pihak mereka sebagai tumbal sementara kita menikmati hasilnya?‖, tanya Tang Xiong dengan ragu-ragu.
―Tidak, mereka tentunya juga mengerti, anggota yang baru masuk tidak mungkin bisa dipercaya dengan segera. Lagi pula menunggu memastikan kesetiaan mereka semua, akan memperlambat rencana. Justru kesibukan saat ini bisa jadi selubung yang tepat terhadap gerakan yang akan kita lakukan. Tiong Fa berpikir kita sedang sibuk menata di dalam, padahal kita sudah siap untuk mengetuk pintu rumahnya.‖, jawab Chou Liang dengan cepat.
1255
―Hmm… yang kukuatirkan justru tawaran tersebut, apakah tidak mengandung udang di balik batu?‖, ujar Ma Songquan dengan kening berkerut.
―Soal itu sudah jelas mereka melakukannya bukan tanpa menghitung keuntungan untuk diri sendiri tapi yang lebih penting, tawaran mereka menguntungkan kedudukan kita.‖, jawab Chou Liang.
―Hmm… aku kurang mapan dengan pemikiran seperti itu, seakan-akan setiap orang yang kita temui menyimpan rahasia di balik perkataannya. Mengapa tidak berprasangka baik saja? Bukankah tidak ada permintaan tertentu yang mengiringi tawaran mereka tersebut?‖, ujar Ding Tao dengan muram.
―Hahaha, jika orang mengeluarkan modal tanpa mendapatkan hasil kembali, bagaimana mungkin mereka tumbuh menjadi besar? Ketua Ding, bukan maksudku mengatakan mereka itu orang baik atau jahat, hanya saja menurutku wajar saja jika setiap tindakan yang mereka ambil tentu dengan menghitung-hitung keuntungan buat partai mereka sendiri pula. Masa mereka hendak mengorbankan puluhan nyawa anggotanya demi partai kita?‖, jawab Chou Liang sambil tertawa.
1256
Muka Ding Tao pun jadi tersipu, namun tidak segera menyangkal dan menyediakan telinganya untuk mendengar.
―Ketua Ding, pandangan Ketua baik adanya dan aku setuju bahwa cara pandang Ketua Ding atas tawaran mereka adalah jalan yang terbaik dalam menanggapi tawaran tersebut. Dengan demikian, sedikit banyak persahabatan akan terjalin lebih kuat. Namun terlalu naif jika kita menganggap bahwa mereka pun tidak menarik keuntungan dari serangan ini.‖, ujar Chou Liang dengan lebih sabar, melihat Ding Tao tersipu malu.
―Partai Hoasan mengalami kemunduran besar dengan matinya Pan Jun, meskipun dari jajaran golongan tua masih ada orang-orang seperti Tetua Xun Siaoma, namun telah terjadi lubang dalam perpindahan generasi. Keadaan yang hampir sama ada pada kelompok partai pengemis, setelah Tetua Bai Chungho, tidak ada pengganti yang sebesar dirinya.‖
―Dengan mengikat persahabatan dengan Partai Pedang Keadilan yang memiliki generasi-generasi muda berbakat yang berpotensi untuk menjadi besar di masa mereka justru semakin surut. Kedua tetua itu dengan tidak langsung berusaha memastikan kelangsungan hidup dari partainya. Pada masa mereka meninggal nanti, jika ada masalah dalam partai mereka
1257
atau ada bahaya mengancam. Partai Pedang Keadilan yang di masa kelahirannya mendapatkan bantuan dari mereka, tentu terikat oleh persahabatan dan juga kepantasan untuk ikut turun tangan dan menyelamatkan mereka dari ancaman yang ada.‖, ujar Chou Liang menjelaskan.
Ding Tao menghela nafas, ―Tentu saja hal itu wajar dilakukan, saling menolong, saling membantu. Jika mereka mengorbankan puluhan nyawa untuk kita, tentu kita akan melakukan pula yang sebaliknya bagi mereka, bahkan lebih lagi. Di antara sahabat, masa masih ada perhitungan untung dan rugi?‖
―Ya, justru melihat sifat dari Ketua Ding Tao maka mereka berani menawarkan hal tersebut. Justru melihat dari potensi yang ada, maka barulah mereka berani membayar harga dari persahabatan itu.‖, ujar Chou Liang sambil tersenyum lembut.
―Hmm hmm… jika hanya masalah seperti itu, tentunya tidak perlu dipikirkan lebih jauh. Tapi bagaimana masalah Pedang Angin Berbisik? Tidak pernah ada pembicaraan mengenai pedang itu, pedang hanya satu, tapi ada tiga pihak yang bekerja sama untuk mendapatkannya. Jika sudah demikian, lalu siapa yang berhak memiliki pedang itu, seandainya kita
1258
berhasil merebutnya?‖, tanya Ma Songquan mengungkapkan kekuatirannya.
Ding Tao menghela nafas dan kemudian menjawab, ―Pedang Angin Berbisik memang sempat jatuh ke tanganku, namun pada hakekatnya bukanlah milikku. Aku tidak membuatnya, aku bukan pula orang yang diberi oleh pembuatnya. Jika Tetua Xun Siaoma atau Tetua Bai Chungho menghendakinya, aku tidak akan berusaha untuk menentang keinginan mereka itu.‖
Membicarakan pedang pusaka bagi orang persilatan tentu memiliki artinya sendiri. Bukan tanpa alasan jika mereka rela menyabung nyawa demi mendapatkan pedang pusaka. Sebilah pedang pusaka bisa menutupi kekurangan seseorang dalam hal tenaga dan kecepatan. Di tangan seorang ahli pedang seperti Ding Tao, sebilah pedang pusaka tidak ubahnya senjata titipan dewa, yang jika diibaratkan oleh seorang pendongeng, layaknya senjata yang mampu membelah gunung dan mengeringkan air laut.
Oleh karena itu, mereka yang medengarnya ikut mengerutkan alis tanda tidak setuju. Justru Chou Liang yang tertawa sambil memuji Ding Tao, ―Keputusan yang baik, keputusan yang baik. Satu benda berharga tentu menjadi berharga karena memiliki
1259
kelebihan, tapi terlalu memandang tinggi nilai suatu barnag hingga melupakan keseluruhan gambar justru menjadi awal dari kehancuran.‖
―Di jaman tiga kerajaan, kuda mana yang bisa menyaingin kuda berjuluk kelinci merah milik Jendral Lu Bu? Namun demi mendapatkan kesetiaan Lu Bu, tanpa ragu-rau Dong Zhuo menghadiahkan kuda yang berharga tersebut. Demikian juga dengan kecantikan Diao Chan, siapa pula yang meragukannya, namun karena Dong Zhuo tidak rela memberikan Diao Chan pada Lu Bu, jatuhlah buah kepalanya oleh pedang Lu Bu.‖
―Pedang Angin Berbisik, boleh jadi merupakan sebilah pedang pusaka tanpa tanding, namun nyata mereka yang pernah memilikinya dan berusaha mempertahankannya dengan taruhan nyawa, toh akhirnya berakhir seperti Dong Zhuo. Melepaskan apa yang tidak perlu, memiliki pandangan yang jernih terhadap apa yang perlu, adalah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.‖, ujar Chou Liang menutup uraiannya.
Mendengar uraian Chou Liang, rasa penasaran mereka yang tadinya tidak rela Ding Tao menyerahkan Pedang Angin Berbisik pada orang lain jadi jauh berkurang. Hanya Ma
1260
Songquan yang masih mendengus dengan kesal. Sebaliknya Ding Tao justru berpikir dua kali tentang keputusannya, apakah dirinya menimbang untung dan rugi seperti yang dikatakan Chou Liang? Dengan mendesah sedih pemuda itu memutuskan bahwa yang paling penting bukanlah untung dan rugi, tapi integritas dirinya sebagai laki-laki. Jika dia kehilangan itu maka seluruh harta dan kekuasaan yang dia dapatkan tidak ada artinya lagi.
―Sudahlah, yang penting kita semua bisa menilai, uluran persahabatan Hoasan dan Kaypang, tidak perlu dicurigai, kalaupun mereka memiliki agendanya sendiri, toh kita tetap diuntungkan oleh kerja sama ini.‖, ujar Ding Tao.
―Hmm… bagaimana kalau orang-orang Hoasan sebenarnya masih mendendam dan mereka ingin menjebak kita dalam skema penyerangan tersebut? Tiba-tiba berbalik menyerang kita di saat kita mengira bahwa mereka adalah sekutu kita?‖, tanya Qin Bai Yu yang sedari tadi diam saja mendengarkan.
―Ah..apakah mungkin mereka melakukan hal seperti itu…? Janganlah berpikir terlalu jauh.‖, tegur Ding Tao pada Qin Baiyu.
1261
―Ya, aku pun berpikir demikian, lebih banyak keuntungannya buat Partai Hoasan jika mereka menjalin persahabatan dengan kita, dibanding jika mereka menjadikan kita lawan. Namun kemungkinan itu tidak boleh dihapuskan begitu saja.‖, ujar Chou Liang menimpali.
―Maksud Kakak Chou bagaimana?‖, tanay Ding Tao yang diikuti dengan cermat oleh Qin Baiyu dan beberapa orang yang masih ragu akan ketulusan Partai Hoasan.
―Kita harus mengatur penempatan masing-masing orang, agar dalam penyerangan nanti, seandainya pun terjadi hal yang sedemikian, orang-orang inti dari Partai Pedang Keadilan tidak sampai jatuh menjadi korban.‖, jawab Chou Liang yang nampaknya sudah memikirkan masalah ini.
―Coba jelaskan…‖, ujar Ding Tao sambil mengerutkan alis, dalam hatinya tentu saja pemuda ini kurang menyukai kecurigaan yang harus timbul antara partai mereka dengan partai Hoasan dan Kaypang.
Di lain pihak Ding Tao tidak mau menutup mata pula terhadap kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi dan resiko yang ditimbulkan bagi para pengikutnya. Mau tidak mau Ding Tao
1262
pun harus bersikap ‗egois‘, bukan karena dia serakah, tapi karena sebagai seorang pemimpin dia merasa bertanggung jawab pula atas kelangsungan hidup mereka yang ada di bawah pimpinannya.
Chou Liang yang sudah memikirkan semuanya, mulai menjelaskan secara terperinci dasar pemikirannya.
―Dari 5 anak cabang milik keluarga Huang di luar kota Wuling, 1 sudah kita kuasai dan 4 yang masih berada dalam penguasaan Tiong Fa. Agar Tiong Fa tidak sempat melarikan diri, maka serangan dilaksanakan secara serempak pada ke-4 cabang yang tersisa.‖
―Hal ini tidak mungkin dilakukan sebelumnya, karena kita tidak memiliki kekuatan untuk membagi kelompok kita menjadi enam bagian, dua kelompok menjaga Wuling dan Jiang Ling, dan empat lainnya untuk menyerbu dan menguasai 4 cabang yang tersisa.‖
―Tapi dengan adanya tawaran bantuan dari pihak Hoasan dan Kaypang, ditambah lagi, lonjakan anggota baru yaang diterima oleh partai kita, hal ini menjadi mungkin. Tapi bagaimana jika ada pengkhianatan dari pihak Hoasan dan Kaypang. Hal ini
1263
kecil sekali kemungkinannya, tapi tidak boleh diabaikan begitu saja. Karena itu usulanku adalah, biarlah anggota inti dari Partai Pedang Keadilan terkumpul menjadi satu atau dua kelompok, di mana kekuatan Hoasan dan Kaypang pada dua kelompok tersebut, berada di bawah kekuatan kita.‖
―Dengan demikian jika terjadi pengkhianatan, boleh saja wilayah kita lepas, namun orang-orangnya masih boleh bertahan hidup dan melanjutkan perjuangan di lain tempat. Untuk itu perlu juga kita buat semacam markas rahasia, tempat anggota-anggota inti kita bisa melarikan diri.‖
―Hal ini bukan saja untuk keperluan rencana penyerangan Tiong Fa beberapa waktu ke depan, tapi juga untuk persiapan jangka panjang. DI mana setiap anggota inti selalu tahu, ‗rumah aman‘ tempat mereka bisa menyembunyikan diri untuk sementara waktu.‖ , ujar Chou Liang menjelaskan.
Ding Tao memikirkan penjelasan Chou Liang dan menganggukkan kepala perlahan-lahan.
―Jadi bisa Ketua Ding lihat, kita tidak perlu mengorbankan anak murid Hoasan dan Kaypang sebagai tameng hidup sementara kita hanya berdiri untuk mengumpulkan hasil. Hanya saja,
1264
langkah-langkah penyelamatan diri yang dirahasiakan dari umum, perlu kita miliki. Dan aku yakin, partai-partai seperti Hoasan dan Kaypang pun tentu memiliki prosedur seperti ini.‖, ucap Chou Liang meyakinkan Ding Tao.
―Hmm… aku mengerti, hal ini berkaitan pula dengan kerahasiaan akan keterlibatan Guru Chen Wuxi, Saudara Fu Tong dan Paman Song Luo, yang sudah pernah kita bahas beberapa waktu yang lalu.‖, ucap Ding Tao.
―Benar‖, jawab Chou Liang.
―Ketua Ding Tao, apakah maksud ketua, aku bertugas untuk menyiapkan ‗rumah aman‘ seluruh anggota inti Partai Pedang Keadilan?‖, tanya Song Luo.
―Benar Paman Song, selain menyediakan rumah aman, Paman Song Luo, Guru Chen Wuxi dan Saudara Fu Tong akan bekerja sama dengan Saudara Chou Liang untuk membentuk jaringan informan yang bertugas mengumpulkan berita bagi Partai Pedang Keadilan. Mereka yang bekerja untuk paman sekalian, tidak perlu tahu bahwa mereka bekerja untuk Partai Pedang Keadilan.‖, ujar Ding Tao.
1265
―Apakah di situ letak perbedaan antara anggota inti dengan yang bukan?‖, tanya Chen Wuxi setelah mendengar penjelasan tersebut.
―Benar, dengan sendirinya Partai Pedang Keadilan akan terbagi menjadi dua, yang terlihat dan yang tak terlihat, keduanya saling bekerja sama tanpa pihak yang satu mengenal pihak yang lain. Anggota inti, yaitu mereka yang dedikasinya sudah teruji dan dipercaya akan menjadi otak yang menghubungkan kedua bagian tersebut. Di dalam bagian-bagian tersebut, masih akan ada pengembangannya sendiri. Tiap-tiap anggota inti akan dipercaya secara berkelompok atau sendirian, untuk mengembangkan bagian-bagian tersebut. Tujuan utamanya adalah, memastikan bahwa kebocoran atau bahkan kehancuran di satu bagian, tidak akan menghancurkan partai secara keseluruhan. Dengan demikian, akan selalu ada kesempatan bagi anggota inti yang bertahan melewati ancaman tersebut, untuk melanjutkan lagi cita-cita dari partai yang dibentuk ini.‖, ujar Chou Liang, menjelaskan gambaran besar dari partai yang sedang mereka bangun.
―Siapa saja yang menjadi anggota inti?‖, tanya Fu Tong.
1266
―Untuk awalnya, yang menjadi anggota inti adalah mereka yang sudah bersatu kata dan hati sebelum partai ini secara resmi didirikan. Hal ini untuk mengantisipasi luapan anggota baru seperti yang kita saksikan terjadi selama beberapa hari ini.‖, jawab Chou Liang.
―Untuk selanjutnya, melalui proses waktu, apabila terjadi kata sepakat oleh seluruh anggota inti, maka kita akan mengangkat orang-orang tertentu untuk masuk dalam lingkaran terdalam ini.‖, ujar Ding Tao melanjutkan.
―Ada berapa kelompok di dalam Partai Pedang Keadilan sendiri dan siapa-siapa yang dipercaya untuk mengurusnya?‖, tanya Guru Chen Wuxi.
―Ada kelompok, yang pertama Kelompok Mata Langit, tugas mereka menjadi mata dan telinga bagi Partai Pedang Keadilan, mengumpulkan informasi dan berita yang tersebar di luaran. Kelompok ini dibagi lagi menjadi Langit siang dan Langit malam. Langit siang adalah yang bekerja sebagai bagian dari Partai Pedang Keadilan dan Langit Malam yang bekerja di luar naungan Partai Pedang Keadilan.‖
1267
―Untuk Kelompok Mata Langit Siang akan dibentuk oleh saudara Tang Xiong. Sedangkan langit malam pembentukannya akan diserahkan pada Paman Song Luo.‖
―Kelompok kedua adalah Kelompok Pedang Keadilan, penegak hukum rumah tangga, dikepalai dan dibentuk oleh Saudara Ma Songquan beserta isteri. Penyelidikan dan hukuman atas anggota partai yang dicurigai melakukan pelanggaran atas peraturan partai akan dilakukan oleh mereka berdua dan anggota kelompok bentukan mereka.‖
―Kelompok ketiga adalah Kelompok Pedang dan Perisai, selain bertugas sebagai pelindung Partai juga berperan dalam kegiatan penyerangan seperti yang akan kita lakukan beberapa hari lagi. Di dalam kelompok inipun akan terdapat dua bagian, bagian terang dan gelap. Bagian terang, dikepalai dan dibentuk oleh Saudara Li Yan Mao dan Saudara Wang Xiaho. Dan yang gelap, dikepalai dan dibentuk oleh Guru Chen Wuxi serta Saudara Fu Tong.‖
―Kelompok keempat adalah Kelompok Padi dan Emas, dari namanya saja sudah jelas, mereka akan berkaitan dengan jalannya roda usaha yang memberikan kelangsungan hidup
1268
bagi seluruh anggota partai. Kelompok ini dipercayakan pada Tabib Shao Yong, Saudara Qin Hun dan puteranya Qin Baiyu.‖
―Selain kelompok-kelompok tersebut, aku dan Pendeta Liu Chuncao akan berfungsi sebagai utusan dari Partai Pedang Keadilan, kami akan bekerja sama dalam berhubungan dengan pihak-pihak di luar Partai Pedang Keadilan.‖, demikian penjelasan panjang dari Chou Liang, menuturkan garis besar yang sudah mereka rancang sebelum mereka menginjakkan kaki di kota Jiang Ling.
Song Luo tampak tertegun, kemudian dengan suara terbata-bata dia bertanya, ―Pengalamanku tidakalh banyak dalam hal-hal yang sedemikian, apakah tugas yang diberikan tidak melampaui kemampuan orang tua seperti diriku?‖
Chou Liang tersenyum dan menjawab, ―Paman tidak perlu kuatir, apa saja ketika baru dimulai tentu terlihat sukar. Namun paman sudah pernah mengerjakan hal yang serupa meskipun dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Penugasan inipun bukan berarti tiap-tiap orang akan bekerja sendiri tanpa bantuan dari yang lain. Setiap kali ada waktu, tentu kita akan berkumpul bersama seperti saat ini dan dari pertemuan ini tiap kesulitan bisa dibicarakan dan bila perlu bantuan akan
1269
diberikan. Jauh lebih penting daripada kemampuan adalah kepercayaan dan Ketua Ding memilih Paman Song Luo karena dia percaya pada paman.‖
―Lagipula, meskipun dibedakan menjadi beberapa kelompok, sebenarnya kita tetap satu tujuan. Seperti pada awal sempat dikatakan Paman Song Luo, Saudara Fu Tong dan Guru Chen Wuxi akan bekerja sama untuk membangun jaringan informan bagi Partai Pedang Keadilan. Pengelompokan bukan berarti kita tidak saling membantu dalam pelaksanaannya, hanya untuk memperjelas, pada situasi tertentu kata-kata siapa yang harus menjadi prioritas.‖, lanjut Chou Liang yang berusaha membesarkan hati Song Luo.
Sambil menyeka keringat dingin yang tiba-tiba muncul Song Luo pun berkata, ―Wah, kalau begitu, sepertinya di kesempatan ini aku harus mengatakan bahwa aku tidak tahu harus memulai dari mana.‖
Chou Liang tertawa ramah dan menepuk bahu orang tua itu, ―Jangan kuatir, aku sendiri ingin ikut campur dalam menata bagian yang cukup penting ini. Jika paman tidak keberatan tentu aku akan membantu paman.‖
1270
―Hmph… pekerjaan begitu besar, bukan hanya Paman Song, aku pun membutuhkan bantuan.‖, ujar Tang Xiong menggerutu.
―Hah… tugasmu jauh lebih ringan, karena kau bisa melakukannya atas nama partai, dengan kata lain, kau bisa mencari anggota dari mereka yang sudah termasuk anggota partai. Kalau untuk itu, cukup aku saja membantu dirimu‖, ujar Liu Chun Cao sambil menggoda Tang Xiong yang memonyongkan bibir mendengar gurauan Liu Chun Cao.
―Baiklah, kalau begitu diputuskan saja, Chou Liang akan membantu Paman Song Luo sementara Pendeta Liu Chun Cao membantu Saudara Tang Xiong‖, ujar Ding Tao dengan senyum lebar.
―Tentang rumah aman yang kita bicarakan tadi, menjadi bagian siapakah untuk membangun rumah aman tersebut?‖, tanya Qin Baiyu.
―Rumah aman yang penting akan menjadi tugas mereka yang bergerak di luar partai untuk menyiapkannya. Karena keberadaan rumah-rumah ini harus terjaga rahasianya, bahkan dari mereka yang menjadi anggota Partai Pedang Keadilan. Namun dalam operasionalnya, ada pula rumah aman-rumah
1271
aman lain, yang keberadaannya diketahui secara lebih umum oleh seluruh anggota. Untuk rumah aman jenis ini, kita yang berada di dalam partai akan ikut menyiapkannya.‖, jawab Chou Liang diikuti anggukan kepala oleh Qin Baiyu dan Qin Hun.
Dua orang ayah beranak itu sudah dapat membayangkan, bahwa pembangunan rumah aman itu tentu akan berkaitan pula dengan bagian mereka sebagai ‗bendahara dan penjaga lumbung‘ dari Partai Pedang Keadilan.
Demikianlah hingga larut malam, mereka membahas rincian dari struktur partai yang baru dibentuk itu. Bagian selanjutnya yang mereka bahas adalah peraturan partai, anggota-anggota baru yang mereka pandang berpotensi untuk ditarik menjadi anggota inti dan banyak hal lainnya lagi.
Ketika keesokan paginya Tetua Xun Siaoma dan Tetua Bai Chungho secara diam-diam menemui mereka untuk kedua kalinya, sebuah rancangan yang lebih jelas sudah ada pada Ding Tao. Disertai Chou Liang dan Liu Chun Cao yang bertindak sebagai penasihat Ding Tao dalam pertemuan tersebut, mereka membahas secara terperinci rencana penyerangan atas Tiong Fa dan organisasi bentukannya. Pembicaraan mereka berlangsung dengan singkat, masing-
1272
masing pihak tidak menghitung untung dan rugi, tapi satu kata dalam usaha untuk mencapai tujuan yang sama.
Karena orang-orang Partai Hoasan dan Kaypang sudah siap beberapa hari sebelumnya, maka segera setelah rencana menjadi matang, pelaksanaannya pun berlangsung dengan cepat.
Operasi penyerangan balasan atas kejadian serangan di kota Wuling ini, berlangsung tidak kalah hebatnya dengan kejadian di kota Wuling sendiri. Dalam waktu semalaman, markas tempat berkumpulnya anak buah Tiong Fa di bekas-bekas cabang usaha keluarga Huang, di empat kota berbeda, mendapatkan serangan secara serentak. Mereka memang tidak tahu, di cabang manakah Tiong Fa bersembunyi, tapi secara mendadak mereka menyerang ke empat tempat itu.Hingga tidak ada tempat lain bagi Tiong Fa untuk lari bersembunyi. Meskipun Tiong Fa sempat lolos dari serbuan, seperti yang terjadi di kota Jiang Ling, namun kali ini jaringan luas mata-mata miliki Kaypang ikut pula mengawasi seluruh penjuru kota.
Pengikut-pengikut Tiong Fa bisa dikatakan, hampir-hampir tidak memiliki kesempatan untuk melawan. Seperti pada kejadian di kota Jiang Ling, mereka yang mengikuti Tiong Fa karena
1273
terpaksa tidak ikut turun tangan untuk membantu Tiong Fa. Bahkan sebagian besar dengan cepat menyatu bersama dengan penyerang yang menghajar orang-orang bayaran Tiong Fa. Berita kemenangan Ding Tao atas orang bertopeng yang menjadi sandaran Tiong Fa, sedikit banyak berpengaruh pada kekuasaan Tiong Fa atas diri mereka.
Apalagi ketika mereka mengetahui bahwa bersama dengan Ding Tao adalah orang-orang dari Partai Hoasan dan Kaypang.
Dari empat kelompok penyerang, masing-masing dipimpin oleh pentolan kelas atas, yaitu Tetua Xun Siaoma, Bai Chungho, Ding Tao sendiri dan Ma Songquan beserta isteri.
Seluruh pengikut inti dari Partai Pedang Keadilan mengikut di bawah pimpinan Ding Tao. Pengikut-pengikut Partai Pedang Keadilan yang lain, sebagian besar berangkat di bawah pimpinan Ma Songquan. Sisanya terbagi secara merata, tergabung bersama kelompok di bawah pimpinan Bai Chungho dan Xun Siaoma. Sementara pengikut dari Hoasan dan Kaypang menyebar secara merata di empat kelompok tersebut. Ditambah sejumlah besar anggota terendah dari Kaypang, yang bekerja sebagai mata dan telinga mereka tanpa ikut terjun langsung dalam penyerbuan.
1274
Begitu cepat dan rapi kerja mereka, dalam waktu sehari semalam, seluruh usaha Tiong Fa dilibas habis tanpa sisa. Orangnya pun akhirnya tertangkap oleh Bai Chungho dan sekarang dalam keadaan tertutuk, menjadi pesakitan yang diinterogasi dan diadili di hadapan ketiga pemimpin dari gerakan tersebut.
Xun Siaoma, Bai Chungho dan Ding Tao.
Tapi Tiong Fa memang tidak malu mendapatkan nama yang disegani lawan di dunia persilatan. Di hadapan tiga orang tokoh itu dia masih bisa menjaga ketenangannya. Jika ketenangan Xun Siaoma bersandar pada pencapaiannya dalam menguasai perasaan, ketenangan Tiong Fa asalnya dari kemampuannya menguasai ekspresi wajah dan tubuhnya. Dalam hati tokoh satu ini merasakan kepahitan yang luar biasa, kebencian dan kemarahan, tapi juga sekaligus ketakutan dan kekuatiran akan nasibnya.
Di luaran, sikapnya tidak berubah, masih sama seperti saat dia membujuk Ding Tao untuk menyerahkan Pedang Angin Berbisik. Sama tenangnya seperti saat dia berhadapan dengan Ketua Partai Kongtong, Zong Weixia. Padahal di dalam hatinya
1275
dia ketakutan setengah mati, karena di depannya ada Xun Siaoma dan Bai Chungho.
Ding Tao tidak masuk hitungan dalam benaknya, karena setinggi apapun kedudukan Ding Tao dan setinggi apapun kepandaiannya, bagi Tiong Fa Ding Tao masihlah Ding Tao, tukang kebun keluarga Huang.
―Anjing kecil, aku ingin bertanya dan aku menginginkan jawaban yang jujur keluar daari mulutmu. Seberapa banyak yang aku sudah ketahui dan seberapa banyak yang belum kuketahui, jangan harap kau bisa mengetahuinya. Karena itu jangan berpikir untuk berbohong. Jika sampai kau salah pilih waktu untuk berbohong dan aku mengetahuinya. Aku tidak akan berpikir dua kali untuk melenyapkanmu, karena keterangan dari orang yang berani membohongiku, sama sekali tidak ada harganya bagiku.‖, kata Bai Chungho dengan dingin.
Jika wajah Xun Siaoma tidak berubah juga, baik saat bertemu pertama kali dengan Ding Tao dalam suasana perayaan, maupun sekarang saat duduk bersama sebagai pengadil dan penyidik atas Tiong Fa. Wajah Bai Chungho yang seperti musim semi saat berkunjung pada perayaan pendirian Partai
1276
Pedang Keadilan, sekarang berubah seperti musim dingin dengan badai salju yang menunggu di ujung cakrawala.
―Tetua sekalian silahkan bertanya, tentu anjing kecil ini akan menjawab sejujur-jujurnya. Tapi jangan salahkan anjing kecil jika dia tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang Tetua ajukan, karena anjing kecil tentunya tidak mengetahui semua urusan anjing besar.‖, jawab Tiong Fa sambil menyunggingkan senyum kecil di ujung bibirnya.
Sepercik kemarahan terlontar dari pandang mata Ding Tao, setumpuk kemarahan dan kebencian menggelegak dalam hatinya, beruntung bagi Tiong Fa pemuda ini pandai mengendalikan diri. Jika tidak tentu sudah sejak beberapa hari yang lalu nyawanya melayang, saat orang-orang kepercayaan Bai Chungho menyeretnya sebagai tawanan, ke hadapan Ding Tao. Bai Chungho hanya mendengus dingin, sementara Xun Siaoma tanpa membayang perasaan memandangi setiap gerak gerik Tiong Fa.
Bai Chungho pun memulai interogasi mereka, ―Anjing kecil, benarkah dirimu terlibat dalam penyerangan yang menewaskan hampir seluruh anggota keluarga Huang yang berada di Wuling?‖
1277
―Benar Tetua Bai, tentang hal itu anjing kecil ini tidak menyangkal keterlibatannya.‖
―Siapakah yang memerintahkan penyerangan itu? Siapa yang menjadi dalang di balik penyerangan itu? Dan apa tujuan sebenarnya dari serangan itu? Apakah semata-mata hanya untuk menguasai usaha dagang keluarga Huang?‖, tanya Bai Chungho lebih lanjut.
―Siapa yang memerintahkan dan siapa yang menjadi dalang di balik penyerangan itu, sejujurnya anjing kecil ini tidak cukup penting untuk mengetahuinya. Demikian juga mengenai tujuan utama dari penyerangan itu, yang jelas pada malam itu Pedang Angin Berbisik direbut dari tangan keluarga Huang, demikian juga beberapa hari setelah serangan itu, dimulailah gerakan untuk menguasai cabang-cabang usaha keluarga Huang yang seperti anak ayam kehilangan induknya.‖, jawab Tiong Fa dengan lancar.
―Hmmm… kau bliang tidak tahu siapa yang memerintahkan, lalu keikut sertaanmu dalam penyerangan itu, siapa pula yang menarikmu untuk ikut di dalamnya?‖, tanya Bai Chungho pada Tiong Fa.
1278
Hingga saat ini, yang lain memilih diam, tampaknya Bai Chungho berperan sebagai interogator. Meskipun di ruangan itu ada Xun Siaoma dan Ding Tao, ada pula pengikut-pengikut Kaypang, Hoasan dan juga pengikut Ding Tao yang berotak cerdik seperti Chou Liang. Sampai saat ini mereka semua lebih memilih diam dan mendengarkan. Jika sebelumnya Tiong Fa menjawab dengan lancar dan tanpa ragu, kali ini dia tidak langsung menjawab. Jelas tampak keraguan membayang di wajahnya. Perhatian tiap orang yang ada di ruangan itupun jadi meningkat.
―Hmmm kenapa diam? Cepat jawab!‖, gertak Bai Chungho yang melihat kesangsian Tiong Fa.
Perlahan-lahan Tiong Fa pun membuka mulutnya, ―Zong… Wei…xia…‖
Tiga patah kata dia ucapkan, sebuah nama dia beritahukan dan hampir segenap isi ruangan terkesiap menahan nafas. Tentu saja ada beberapa orang yang menanggapi kejutan itu dengan dingin. Salah satu di antara orang-orang tersebut adalah Xun Siaoma, kenapa harus kaget? Jika Ketua dari Hoasan bisa terjerat, mengapa harus kaget ketika mengetahui bahwa Ketua dari Prtai Kongtong pun ternyata ikut terlibat di dalamnya.
1279
Apalagi Partai Kongtong saat ini dikenal dengan sifatnya yang lurus tidak, sesatpun tidak.
―Zong Weixia, apakah yang kau maksudkan adalah Zong Weixia Ketua dari Partai Kongtong?‖, tanya Bai Chungho menegaskan.
―Benar…‖, setelah memberikan jawaban itu tampaknya Tiong Fa tidak setegang sebelumnya.
Sebelum memberikan jawaban pada Bai Chungho, berbagai pertimbangan sudah berseliweran di benak Tiong Fa. Bagaimana jika ada orang Zong Weixia yang ikut pula memasang telinga pada pemeriksaan dirinya tersebut? Bukankah sama artinya dia sedang mencari kematian dengan menyebutkan nama tokoh berkepandaian tinggi itu di depan Xun Siaoma, Bai Chungho dan Ding Tao? Tapi jika dia membohong, maka ancaman Bai Chungho sebelumnya bukan pula ancaman kosong, siapa orangnya yang belum tahu akan kehebatan jaringan mata-mata milik Kaypang? Kekuatan Kaypang boleh saja menurun, namun jaringan mata-mata mereka tetap tanpa tandingan.
1280
Ketika akhirnya Tiong Fa memutuskan untuk menjawab dengan jujur, hal itu dia lakukan karena pertimbangan yang sama. Zong Weixia boleh jadi berkepandaian tinggi dan licin. Namun tiga orang di hadapannya, atau setidaknya dua orang di hadapannya itu boleh dibilang tokoh yang kenyang makan asam garamnya dunia persilatan. Selicin-licinnya Zong Weixia, tidak bakal dia berani bermain api dengan dua orang tetua tersebut.
Berita tertangkapnya dirinya, sudah tentu terdengar oleh Zong Weixia dan Zong Weixia hanya akan bisa menebak-nebak, apa yang terjadi dan apa saja yang diungkapkan oleh Tiong Fa. Meskipun Tiong Fa menutup mulut, menahan siksaan, tidak nanti Zong Weixia dengan mudah melepaskan dirinya. Karena itu Tiong Fa memutuskan, daripada memusingkan Zong Weixia, lebih baik dia memikirkan terlebih dahulu, bagaimana dia bisa lolos dari tiga orang lawan yang ada di depan mata.
―Dalam penyerangan itu, selain Zong Weixia ada beberapa tokoh lain yang kepandaiannya boleh dikata nomor satu dalam dunia persilatan. Apakah kau tahu siapa saja mereka itu?‖, tanya Bai Chungho.
1281
―Hehee… selain Ketua Zong Weixia, yang lain selalu mengenakan topeng saat berurusan dengan anjing kecil ini. Meskipun demikian ada satu tokoh lain yang anjing kecil ini berhasil tahu identitas sesungguhnya.‖, jawab Tiong Fa sambil menyunggingkan senyum mengejek.
Xun Siaoma menyahut dengan suara dingin, ―Apakah orang yang kaumaksudkan itu sudah mati?‖
―Kebetulan sekali memang demikian adanya.‖, jawab Tiong Fa dengan ringan sambil menatap Xun Siaoma.
―Hmmm… tidak usah kausebutkan namanya, kami tidak tertarik dengan orang yang sudah mati.‖, dengus Xun Siaoma dengan dingin, wajahnya yang tanpa ekspresi untuk beberapa waktu kehilangan ketenangannya.
―Tiong Fa! Jaga mulutmu! Jika kau masih hidup sampai saat ini, itulah karena kemurahan kedua Tetua.‖, hardik Ding Tao dengan geram.
―Ah… Ketua Ding Tao yang terhornat, sungguh menakutkan ancamanmu. Baiklah anjing kecil akan berhati-hati dengan lidahnya.‖, ujar Tiong Fa sambil membungkuk dalam-dalam ke arah Ding Tao.
1282
―Keparat..!‖, geram Ding Tao sambil menahan kemarahannya.
Bai Chungho pun sudah mulai hilang kesabaran, dengan suara yang lebih keras dia bertanya, ―Kau mengatakan bahwa malam itu Pedang Angin Berbisik jatuh ke tangan kalian. Sekarang aku ingin tanya, jika benar demikian, di mana sekarang pedang itu berada?‖
Tiong Fa menggelengkan kepalanya dan menjawab, ―Lagi-lagi, tentang hal itu, anjing kecil ini tidak tahu apa-apa. Sepanjang yang kutahu tentu Ketua Zong Weixia atau empat orang tokoh lain yang bertopeng itulah yang memegangnya saat ini.‖
―Apakah kau tidak memiliki sedikit petunjuk pun untuk mengurai masalah ini?‖, desak Bai Chungho.
―Sayang sekali tidak, jika anjing kecil ini tahu, tentu akan diberitahukan sekarang juga, demi sedikit jasa untuk ditukarkan dengan nyawa. Namun yang anjing kecil ini tahu hanyalah Ketua Zong Weixia. Hanya dengan dia saja anjing kecil ini berhubungan dalam segala sesuatu yang ada hubungannya dengan organisasi yang mengatur kami semua.‖, jawab Tiong Fa.
1283
Bai Chungho terdiam sejenak, mempertimbangkan benar tidaknya, jawaban-jawaban Tiong Fa. Kemudian dengan perlahan dia berkata.
―Kurasa anjing kecil ini berkata jujur, sesungguhnya dia ini hampir-hampir tidak ada harganya untuk dibicarakan. Jika mereka menggunakan jasanya, itu hanya karena dia merupakan orang dalam keluarga Huang. Seorang berhati khianat macam dia, tentu tidak akan dipercaya untuk urusan besar. Bagaimana menurutmu?‖, ujarnya kepada Xun Siaoma.
Xun Siaoma menatap tajam pada Tiong Fa, meskipun di luaran Tiong Fa menyunggingkan senyum kecil, tapi jantungnya sudah berdebaran keras dan seluruh tubuhnya sebenarnya sudah terasa panas dingin.
―Jika hendak menelusuri, maka kuncinya ada pada Zong Weixia. Anjing kecil ini sudah tidak berharga, mau dibunuh atau mau dibiarkan hidup, aku tidak ada urusan lagi dengannya.‖
―Akupun berpendapat demikian. Ketua Ding, tentang nasib kepala anjing kecil ini, biarlah kau yang memutuskan‖, ujar Bai Chungho sambil berdiri meninggalkan kursinya.
1284
Xun Siaoma mengikuti jejak Bai Chungho, satu per satu pengikut Hoasan dan Kaypang meninggalkan ruangan itu. Hingga akhirnya tersisa Ding Tao dan para pengikutnya, yang sebagian besar tentu saja adalah bekas-bekas pengikut keluarga Huang. Dendam mereka sudah bertumpuk-tumpuk terhadap Tiong Fa. Nasib Tiong Fa tidak sulit untuk diramalkan, namun mengapa dalam keadaan demikian pun dia masih bisa bersikap tenang? Sandaran apa yang dimiliki oleh Tiong Fa saat ini?
Ding Tao tidak berkata apa-apa, menunggu tidak ada yang tersisa kecuali dirinya dan para pengikutnya, dia pun berdiri, mencabut pedang dari sarungnya dan menghampiri Tiong Fa. Tertegun, tidak menyangka Ding Tao akan mencabut nyawanya begitu saja, tanpa bertanya barang sedikitpu. Mulutnya pun dengan segera terbuka, karena jika Ding Tao mengayunkan pedang sebelum dia sempat berkata apa-apa, betapa sia-sia segala persiapan yang sudah dia buat untuk hari ini.
Tapi sebelum sempat Tiong Fa berkata, Tang Xiong sudah maju terlebih dahulu untuk menahan Ding Tao yang sedang berjalan mendekati Tiong Fa, ―Ketua Ding, jangan kau kotorkan
1285
pedangmu dengan membunuh pengkhianat ini, biarkanlah aku yang akan memotong kepalanya.‖
Li Yan Mao, Qin Baiyu dan Qin Hun, serta beberapa orang bekas pengikut keluarga Huang lain yang kebetulan mengikuti proses pengadilan itu ikut menganggukkan kepala. Pandang mata jijik dan geram dilontarkan ke arah Tiong Fa, tidak ada yang bersimpati padanya. Padahal setahun yang lalu, mereka masih memandnag tokoh ini dengan segan dan hormat. Tapi penghargaan mereka dihancurkan oleh Tiong Fa sendiri dalam semalam.
Ding Tao berhenti dan memandangi Tang Xiong, kemudian dengan suara yang tenang dia menjawab, ―Orang itu memang seorang pengkhianat yang rendah, kemarahanku padanya sama panasnya dengan kemarahan kalian, dendamku padanya sama dalamnya dengan dendam kalian. Tapi jika Kakak Tang Xiong berkata demikian, seakan pedangku lebih mulia dari pedangmu, tanganku lebih bersih dari tanganmu, aku tidak bisa menerimanya.‖
―Aku tidak ingin menjadi pemimpin yang berdiri di kejauhan saat pekerjaan yang kotor harus dilakukan. Menjadi bersih atau berpura-pura bersih dengan berlindung di balik mereka yang
1286
dipimpinnya. Justru jika bisa, biarlah aku sendiri yang menanggung dosa dan kesalahan, hutang darah dan dendam. Sekarang silahkan Kakak Tang Xiong minggir, biar aku selesaikan kehidupan orang itu sampai di sini, sekarang juga.‖, ujar Ding Tao sambil dengan lembut mendorong Tang Xiong ke samping.
Tang Xiong dan mereka yang mendengarkan ucapan Ding Tao jadi diam tercenung. Memikirkan kembali apa arti menjadi seorang pemimpin. Di saat yang sama Tiong Fa tidak sempat merenungkan perkataan Ding Tao, kalaupun dia mendengar perkataan Ding Tao yang terjadi hanya umpatan dalam hati.
‗Bah anjing kecil itu pandai pula bersilat lidah! Tak kusangka lidahnya tidak kalah pandai menjilat pantat orang! Tapi hari ini tak kujual nyawaku untku jadi barang suap untuk orang-orangmu…‘, geram Tiong Fa dalam hati.
―Ding Tao Tunggu!‖, serunya membuat langkah Ding Tao terhenti untuk kedua kalinya.
Ding Tao diam tidak berkata apa-apa, menunggu apa yang hendak dikatakan Tiong Fa. Saat dia melihat ada yang hendak membuka mulut, dengan tidak kentara dia menggeleng
1287
perlahan. Melihat Ding Tao tidak mengatakan apa-apa, Tiong Fa menelan ludah dengan perasaan gemas. Padahal dia berharap, orang di depannya bertanya dan dia bisa memainkan perasaan penasaran mereka. Meskipun tidak menguntungkan apa-apa, kecuali untuk sedikit menghibur egonya yang terluka.
―Hmm… apa kau tidak bertanya kenapa aku menuruhmu untuk menunggu?‖, jengeknya dengan senyum sinis.
Namun tidak ada tanggapan apa-apa yang diberikan oleh Ding Tao, matanya saja yang menatap Tiong Fa dengan pandangan tajam yang seakan siap melumatnya menjadi debu halus.
Tidak adanya tanggapan justru membuat Tiong Fa jadi berdebar ketakutan dalam hatinya. Semakin dia takut, semakin benci dia pada pemuda di hadapannya itu. Dalam benak Tiong Fa saat ini Ding Tao adalah sumber bencana dan kejatuhan dirinya. Ketika dia menyadari bahwa pemuda itu membuat dirinya takut, inilah penghinaan terbesar yang pernah dia rasakan, seorang tukang kebun bau kencur, telah berani menakut-nakuti dirinya.
1288
―Hmph, kuingatkan saja, jangan berani-berani menyentuhku, karena nanti kau akan menyesalinya‖, ujarnya dengan suara sedikit bergetar oleh rasa takut.
Terbayang dalam benak Tiong Fa, bagaimana suaranya terdengar oleh mereka yang ada dalam ruangan itu. Kepalanya pun serasa ingin pecah oleh rasa malu dan kebencian yang tidak tertahankan. Inilah sulitnya jika manusia tidak mau mawas diri, selalu mencari obyek lain di luar dirinya untuk menjadi kambing hitam dari kesalahannya sendiri. Kegagalan dan kepahitan akhirnya tidak pernah jadi obat bagi jiwa mereka. Padahal sekiranya seorang manusia mau bijak dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, keduanya mampu membawa hikmah yang membuat hidup jadi lebih berarti dan pribadi pun jadi lebih mulia.
Alis Ding Tao terangkat, seakan bertanya pada Tiong Fa, hanya itu sajakah yang hendak kau katakan? Kemudian dengan tenang dia kembali berjalan mendekati tokoh yang terkenal dengan kelicinannya itu.
Menderas keringat dingin membasahi tubuh Tiong Fa, untuk pertama kali dalam hidupnya lidahnya terasa kelu, dan hampir-
1289
hampir saja dia tidak sempat berteriak untuk menyelamatkan selembar nyawanya.
―Tahan! Tahan! Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu masih hidup! Dan hanya aku yang tahu tempat mereka disekap!‖, serunya dalam ketakutan yang sangat.
Semangatnya terbang merasakan hawa pembunuh yang menguar keluar dari tubuh Ding Tao. Setelah sebelumnya tercekat oleh ketakutan yang sangat, barulah dengan mengumpulkan segenap semangat Tiong Fa mampu bersuara. Suaranya pun melengking tinggi dan penuh rasa ketakutan, dan celananya membayang basah oleh kotorannya sendiri, tidak ada lagi wibawa yang biasa dia tunjukkan. Peristiwa itu tentu akan mengundang tawa terbahak-bahak dari Ding Tao dan pengikutnya, karena begitu lucu dan tidak nyana bisa terjadi pada tokoh sekelas Tiong Fa.
Tapi apa yang dikatakan Tiong Fa membuat kaget setiap mereka yang ada di sana. Perasaan Ding Tao pada Huang Ying Ying sudah menjadi rahasia umum bagi para pengikutnya. Bersama dengan pemuda itu, mereka ikut merasakan kedukaannya. Bersama dengan pemuda itu dan dibayangi oleh rasa kehilangan mereka sendiri, seluruh dendam dan benci
1290
sedang ditujukan pada Tiong Fa. Sehingga ketika Ding Tao terpaku di tempatnya, terkejut dan kehilangan daya pikirnya, oleh karena mendengar teriakan Tiong Fa, merekapun merasakan keterkejutan yang hampir sama melumpuhkannya.
―Apa… maksudmu?‖, tanya Ding Tao dengan terbata-bata.
Keringat masih bercucuran di dahi Tiong Fa, jantungnya masih keras berdebaran, seringai muncul di wajahnya yang pucat, ―Ha… ha… ha ha ha… Maksudku, Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu, keduanya tidak ikut terbunuh pada malam itu. Ding Tao, kau boleh percaya atau tidak, keikut sertaanku dalam penyerangan itu adalah karena terpaksa.‖
Nafasnya mulai kembali teratur, kepercayaan dirinya kembali muncul, kebanggaannya sebagai orang yang pandai memutar lidah untuk mendapatkan keinginannya sudah mulai kembali ke tempatnya semula, ―Kau tahu, Zong Weixia yang mendatangiku dan memaksaku untuk ikut serta dalam serangan itu. Zong Weixia yang berilmu jauh lebih tinggi dariku. Dan jangan kaupikir seisi keluarga Huang adalah orang baik-baik, Tuan besar Huang Jin lah yang mengatur pencurian Pedang Angin Berbisik dari tanganmu…‖
1291
―Diam! Katakan saja dengan singkat, apakah mereka benar masih hidup atau tidak! Tidak ada perlunya kau memburuk-burukkan nama orang yang sudah meninggal!‖, bentak Ding Tao dengan marah.
Pucat wajah Tiong Fa mendengar bentakan Ding Tao, ―Ah tentu… tentu… seperti yang kukatakan, keikut sertaanku adalah karena takut oleh ancaman Zong Weixia, tapi aku tahu, aku diikut sertakan, tentu karena mereka ingin menjadikanku sebagai kambing hitam. Sebagai orang yang dianggap telah berkhianat pada keluarga Huang, padahal apa yang terjadi sebelumnya hanyalah sandiwara yang diatur oleh..‖
―Apa kau masih belum mengerti perkataanku?‖, tanya Ding Tao dengan dingin.
Keringat dingin kembali bercucuran di dahi Tiong Fa, dia tahu bahwa saat ini kesempatan untuk lepas dari tangan Ding Tao cukup luas, tapi sifat Ding Tao yang keras kepala mengenao hal-hal tertentu, menyulitkan dia untuk menggoyang lidahnya, ―Ya.. ya…, pokoknya malam itu aku tidak sepenuhnya mengikuti perintah mereka. Aku tahu kau sangat dekat dengan kedua bersaudara Huang itu dan kuputuskan untuk menyelamatkan mereka secara diam-diam.‖
1292
―Di mana mereka sekarang?‖, tanya Ding Tao.
―Di tempat yang aman dan tersembunyi, jika tidak Zong Weixia tentu sudah membunuh mereka.‖, jawab Tiong Fa.
―Sekarang kau ada di sini dan aku minta kau katakan di mana mereka berdua berada?‖, tanya Ding Tao sekali lagi.
―Hanya aku yang tahu dan aku tidak akan memberitahukannya padamu.‖, jawab Tiong Fa dengan nada suara bergetar.
Inilah pertaruhan Tiong Fa, meskipun dia cukup yakin bahwa dia akan memenangkan pertaruhan ini. Mata Ding Tao menyipit tajam, tangannya sudah bergetar menahan marah. Setiap mereka yang ada di sama sudah gatal-gatal ingin melumatkan Tiong Fa.
―Jika kalian membunuhku atau menahanku lebih lama lagi di sini, kutanggung mereka berdua akan mati.‖, jawab Tiong Fa dengan lebih tenang, dia tahu kartua As ada di tangannya.
―Apa maksudmu?‖, tanya Ding Tao, kemarahannya sedikit menyurut dan hatinya mulai berdegup lebih kencang.
1293
―Orang tua yang mengurus makan dan minum mereka, mendapatkan suplai bahan makanan dan kebutuhan hidup dariku. Kalian sudah menahanku selama 4 hari, 2 hari lagi tentu simpanan mereka sudah habis. Aku sudah berpesan, jika sampai pada waktu itu tidak ada kiriman lagi, maka bolehlah mereka pergi meninggalkan kedua bersaudara itu di dalam kurungannya.‖, ujar Tiong Fa.
―Kau… kau…‖, dengan menahan kemarahan Ding Tao melangkah maju tertahan-tahan.
Tiong Fa pun melangkah mundur, menjauhi Ding Tao yang sudah tampak seperti malaikat pencabut nyawa di matanya. Meskipun kepalanya mengatakan bahwa Ding Tao sudah ada dalam genggaman tangannya, hatinya menciut sekecil biji kemiri di luar kehendaknya.
―Tahan… ingat, nyawa mereka ada di tanganku. Jangan kau pikir bisa menemukan mereka sendiri, kau tahu seberapa cerdik diriku, tidak nanti tempat mereka bisa kau ketahui dengan mudahnya. Saat kau sampai, kujamin mereka sudah…‖
1294
Terputus perkataan Tiong Fa, dia sudah mundur hingga membentur dinding dan ujung pedang Ding Tao menempel di lehernya.
―… mati kelaparan..‖, terbata Tiong Fa menyelesaikan perkataannya.
Lama ruangan itu sunyi tanpa suara, pergolakan perasaan Ding Tao sukar dimengerti dengan pasti, meskipun bisa dibayangkan. Wajahnya pucat, jari yang menggenggam pedang sudah memucat karena dia menggenggamnya sedemikian keras. Tiba-tiba terdengar suara lemah berderak, gagang pedang yang dibuat dari kayu tiba-tiba hancur jadi serpihan. Bilah pedang pun jatuh berkelontangan ke atas lantai, meskipun sempat menggores leher Tiong Fa, namun hanya goresan selapis kulit luar, yang tidak membawa kematian baginya.
―Kulepaskan kau hari ini… dan kau bawa kami untuk bertemu dengan mereka…‖, ujar Ding Tao dengan perlahan.
―Tidak, kau lepaskan aku dengan membawa uang secukupnya untuk menyambung hidup mereka. Selanjutnya bila aku sudah merasa aman dari mata-mata kalian, baru aku akan
1295
melepaskan mereka. Selamat atau tidaknya mereka dalam perjalanan bukan urusanku.‖, ujar Tiong Fa dengan berani, meskipun getaran dalam suaranya menghianati topeng keberanian yang dia pasang.
―Kau pikir aku tidak berani membunuhmu sekarang juga?‖, ancam Ding Tao.
―Ya… karena kau tidak akan mempertaruhkan nyawa dua orang yang dekat di hatimu.‖, jawab Tiong Fa.
―Apa jaminannya bahwa kau tidak akan menyia-nyiakan mereka setelah aku melepaskanmu?‖, tanya Ding Tao.
―Karena hanya orang yang bodoh yang akan melakukannya, selama mereka hidup dan selama mereka berada di tanganku, maka nyawaku terjamin oleh tanganmu.‖, jawab Tiong Fa.
―Antarkan aku kepada mereka dan aku akan menjamin keamananmu!‖, geram Ding Tao.
―Tidak! Aku tidak percaya padamu, begitu mereka ada di tanganmu, hilang pula jaminan bagiku untuk hidup.‖, jawab Tiong Fa tidak kalah kerasnya.
1296
―Jika aku melepaskanmu dan mereka tetap dalam kekuasaanmu, lalu apa keuntungan bagiku dengan melepaskanmu?‖, geram Ding Tao sambil menatap tajam pada Tiong Fa.
Tapi kali ini gertakan Ding Tao tidak mempan lagi, Tiong Fa sudah tidak takut lagi pada Ding Tao. Saat-saat yang paling menakutkan sudah lewat, ketika Ding Tao tidak mampu mengeraskan hati untuk memenggal kepalanya, Tiong Fa pun tahu bahwa semua gertakan Ding Tao tidak lebih hanyalah gertak sambal. Chou Liang yang sedari tadi menyaksikan kejadian demi kejadian, sudah memperkirakan keadaan saat ini. Diam-diam di luar sepengetahuan yang lain, dia meninggalkan ruangan, menyiapkan satu setel baju, sejumlah uang dan sedikit bekal bagi Tiong Fa.
Dengan tenang Tiong Fa menjawab pertanyaan Ding Tao, ―Setidaknya kau tahu bahwa mereka berdua masih hidup dan masih ada harapan bagimu untuk menemukannya. Kau bisa mengirimkan orang-orangmu untuk mencari-cari, mengaduk-aduk seluruh negeri. Kau masih punya kesempatan.‖
―Tapi jika hari ini kau tidak melepaskanku dalam keadaan yang sebaik-baiknya, maka kesempatanmu sama sekali tidak ada.
1297
Dan jangan berpikir bahwa kau bisa menyiksaku untuk mengatakan di mana mereka disekap. Karena Tiong Fa tidak takut menderita, dia cuma takut mati.‖, sambung Tiong Fa dengan senyum licik tersungging di wajahnya.
―Jika kau berbohong…‖, Ding Tao hendak mengancam, namun sadar dia tidak memiliki hati untuk mengambil resiko yang mempertaruhkan nyawa Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu.
―Bisa jadi aku berbohong, tapi bisa juga tidak. Jika kau memutuskan bahwa mereka berdua sudah mati terbunuh, yakinlah, apapun kebenarannya, maka itu pasti yang akan terjadi, karena mereka akan mati kelaparan. Tapi jika kau mau berpengharapan bahwa mereka masih hidup, kemungkinan itu masih ada, meskipun benar tidaknya tentu kau yang harus bekerja keras untuk mengetahui kepastiannya.‖, jawab Tiong Fa dengan ringan.
―Kau sungguh orang yang licik…‖, desis Ding Tao penuh kebencian.
―Memang… justru karena itu, kau harus berhati-hati dengan keputusanmu. Tapi pikirkanlah sekali lagi, apa keuntungannya membunuhku saat ini? Kekuasaanku sudah hancur,
1298
kekuatanku jauh di bawahmu, aku ini bukan ancaman bagimu. Apakah demi memuaskan dendammu, kau mau mempertaruhkan nyawa dua orang yang tidak berdosa? Dua orang yang sudah menanamkan begitu banyak budi baik kepadamu?‖, ujar Tiong Fa dengan lembut.
Ding Tao pun menutup matanya dan berbalik, menjauhi Tiong Fa yang sudah memusingkan kepalanya. Saat dia membuka mata, dilihatnya Chou Liang yang berjalan menghampiri dengan membawa buntalan kain di tangannya.
―Jika Ketua Ding Tao mengijinkan, biarkan aku yang mengurus masalah ini.‖, ujarnya dengan lembut.
Sambil menghela nafas Ding Tao menganggukkan kepala dan pergi dari ruangan itu. Beberapa orang termangu menatap kepergiannya, kemudian sambil menghela nafas mereka pun pergi meninggalkan ruangan. Hingga akhirnya tinggal Chou Liang, Wang Xiaho, Liu Chuncao dan Ma Songquan berdua yang ada di ruangan.
Dengan sebuah gerakan yang cepat, Chu Linhe menabaskan pedang dan membebaskan Tiong Fa dari tali yang mengikatnya. Tiong Fa pun mengebas-ngebaskan tangan dan
1299
kakinya yang hampir mati rasa. Yang lain hanya berdiri diam memandangi orang yang kelicikannya memusingkan banyak orang itu. Setelah Tiong Fa selesai melancarkan peredaran darahnya, Chou Liang mengangsurkan buntalan yang sudah dia siapkan itu.
―Kau boleh periksa, di dalamnya ada pakaian yang layak pakai dan uang cukup banyak untuk membuka dua usaha baru. Kau boleh pergi dengan hati lega, karena bisa kuyakinkan bahwa tidak ada seorangpun dari kami yang akan menyakitimu. Kau juga boleh yakin bahwa akan ada orang-orang kami yang berusaha membuntutimu. Kukira kita sama-sama tahu dan tidak perlu bermain rahasia, apa yang akan kami lakukan dan apa yang akan kau lakukan.‖, ujarnya dengan tenang dan dingin, tidak bersahabat, tidak pula menampilkan kemarahan.
Tiong Fa memandangi wajah orang yang baru pertama kali dia lihat ini. Seperti dua ekor ayam jago yang saling berputaran dan menimbang-nimbang bobot dari lawannya. Perlahan-lahan Tiong Fa menganggukkan kepala.
―Hmm… beruntung Ding Tao memiliki orang semacam dirimu. Kita lihat saja nanti, apakah kau berhasil lolos dari tangan kalian atau tidak.‖, ujarnya dengan tenang.
1300
―Jangan salah mengerti, kupandang dirimu itu tidak lebih dari sehelai daun kering yang dipermainkan oleh angin. Kau ini orang yang lupa bahwa daun memiliki arti saat dia melekat pada pohonnya. Saat dia sudah lepas dari pohonnya, maka bisa dipastikan dia akan menjadi kering dan tidak ada artinya lagi, hanya jadi permainan angin belaka. Kulepaskan dirimu hari ini, karena aku tahu, jika tidak maka Ketua Ding Tao akan dihantui oleh rasa bersalah sepanjang hidupnya, padahal dilepaskan pun orang semacam dirimu ini tidak akan bisa melakukan apa-apa.‖, ujar Chou Liang dengan tenang.
―Jangan berpikir sedikitpun untuk membalas dendam pada Ketua Ding Tao, kehancuranmu adalah akibat perbuatanmu sendiri. Oleh kemurahan hatinya kau bebas hari ini, gunakan itu untuk membangun kembali hidupmu. Jika kau berpikir untuk mendendam…‖
―Hmph! Hanya dengan satu jari kami akan membuatmu lenyap dari muka bumi ini.‖, ujar Chou Liang dengan pandangan tajam menusuk.
Tergetar hati Tiong Fa oleh perkataan Chou Liang, campur baur perasaannya saat itu. Sebagian dari dirinya mengakui kebenaran perkataan Chou Liang, bahwa dengan keadaannya
1301
saat ini, dirinya sama sekali tidak memiliki arti di depan Ding Tao. Ding Tao yang sekarang berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh semacam Bai Chungho dan Xun Siaoma. Dua orang tetua yang memandang dirinya sama rendahnya dengan cara Chou Liang memandang dirinya saat ini. Sebagian dirinya yang lain merasa marah dan terhina, tidak mampu menerima kenyataan yang terpampang di hadapannya. Di antara dua perasaan itu akhirnya perasaan yang terakhir yang menang. Benci dan dendam memang tidak pernah jauh dari hati orang yang rendah.
Dengan hati geram, dia tersenyum menghina sambil menerima buntalan kain yang diberikan Chou Liang, ―Hmmm… kau ini orang cerdik yang berjiwa anjing. Tidak perlu banyak cakap, kau jilati saja pantat tuanmu itu, kalian akan lihat nanti, siapa itu Tiong Fa. Kalian akan menyesal sudah membiarkannya hidup hari ini.‖
Sungguh tajam perkataan Tiong Fa, tapi lebih menyakitkan lagi bagi hatinya saat melihat Chou Liang dengan tenang menggeleng-gelengkan saja kepalanya, seakan sedang berususan dengan bocah kecil yang nakal, yang tidak berharga untuk didengarkan perkataannya.
1302
―Marilah kita tinggalkan saja dia.‖, ujar Chou Liang pada yang lain.
Dan merekapun pergi meninggalkan Tiong Fa sendirian di ruangan itu. Betapa pedih hati Tiong Fa, lebih pedih daripada apabila dia disiksa. Dia dianggap bukan siapa-siapa, lebih rendah dari penghianat, setidaknya keberadaan seorang penghianat masih diakui, sedangkan dirinya dianggap ada pun tidak. Dalam hati dia menyumpahi mereka semua, perlahan dia mengganti bajunya yang sudah kotor dengan baju bersih yang diberikan Chou Liang. Dihitungnya jumlah uang yang diberikan.
Kemudian diapun pergi meninggalkan gedung tersebut, saat dia menoleh untuk terakhir kalinya, terucaplah sumpah, bahwa dia akan berusaha membalaskan dendamnya ini pada Ding Tao dan seluruh pengikut-pengikutnya.
Tidak jauh dia pergi, ada pula bayangan orang yang mengikuti dirinya. Tiong Fa bukannya tidak tahu akan hal itu, tapi dia memang seorang licin yang sudah menyiapkan segala sesuatunya, jauh sebelum bahaya mendatangi. Tiong Fa menghilang, jejaknya sulit untuk ditemukan. Tapi bukan berarti usaha Ding Tao untuk mengendus-endus keberadaannya dan
1303
dengan demikian keberadaan Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu terhenti.
Apakah benar kata Chou Liang bahwa Tiong Fa tidak lebih serupa dengan daun kering yang dipermainkan angin? Ataukah dia akan menjadi duri dalam daging bagi Ding Tao?
XXVII. Bila Chou Liang jadi mak comblang
Pembicaraan akan diadakannya pemilihan Wulin Mengzhu semakin santer di tengah dunia persilatan, semakin dekat mereka dengan diadakannya pertemuan lima tahunan, maka semakin kuat pula desakan yang muncul utuk diadakannya pemilihan Wulin Mengzhu yang akan mewakili dan menyatukan seluruh orang persilatan untuk menghadapi Ren Zuocan ketua Partai Bulan dan Matahari, dalam pertemuan lima tahunan itu.
Di saat yang sama, pamor dari Partai Pedang Keadilan pun semakin menanjak, persahabatan antara Partai Pedang Keadilan dengan Partai Hoasan dan Kaypang menguatkan kedudukan mereka.
1304
Atas kerja sama Hoasan dan Kaypang pada penyerbuan sebelumnya, Chou Liang menyarankan agar Ding Tao menyerahkan dua cabang usaha, masing-masing pada Hoasan dan juga pada Kaypang. Selain untuk semakin memperkuat persahabatan di antara mereka, Chou Liang pun juga berpendapat bahwa kekuatan mereka saat ini tidak mungkin jika harus dibagi terlalu luas. Tiga tempat, satu pusat dan dua cabang, sudah lebih dari cukup. Di pusat tentu saja ada Ding Tao yang didampingi Chou Liang dan Tabib Shao Yong, di cabang Jiang Ling ada Ma Songquan berdua, sementara di cabang yang lain, berkumpul Liu Chuncao, Wang Xiaho, Tang Xiong, Qin Baiyu dan yang lainnnya. Termasuk juga memperkuat di sana adalah dua ayah beranak, Sun Liang dan Sun Gao.
Kekurangan kemampuan per orangan dari Liu Chuncao dan kawan-kawan, ditambal pula dengan mempelajari barisan pedang. Pertarungan antara Ding Tao melawan anak murid Xun Siaoma memberikan inspirasi bagi Ding Tao untuk menciptakan semacam barisan pedang pula, bersama dengan Ma Songquan dan Chu Linhe yang sudah lebih dahulu mengenal imu barisan. Sebaliknya Ma Songquan dan Chu
1305
Linhe pun mendapatkan banyak kemajuan dari diskusi mereka dengan Ding Tao.
Demikianlah masing-masing anggota tidak lupa untuk terus memperkuat diri.
Di luaran, jaringan mata-mata Ding Tao mulai terbentuk. Song Luo, Chen Wuxi dan Fu Tong bekerja dengan rajin untuk memperkuat barisan yang ada di bawah mereka. Dengan modal yang diberikan secara diam-diam oleh Qin Hun, maka kelompok bayangan dari Partai Pedang Keadilan ini pun mengalami kemajuan yang tidak sedikit.
Dari anggota-anggota Partai Pedang Keadilan sendiri, diadakan seleksi, mereka yang dinilai dapat dipercaya, mulai pula diperkenalkan dengan keberadaan bayangan partai mereka. Mereka ini kemudian akan ditugaskan di tempat jauh atau mengundurkan diri. Untuk kemudian bergabung dengan Song Luo, Fu Tong dan Guru Chen Wuxi.
Dengan berjalannya waktu, goncangan di hati Ding Tao yang terjadi akibat munculnya harapan bahwa Huang Ying Ying dan Huang Ren Fu pun mulai mereda. Mereda seiring meredupnya harapan itu. Usaha Chou Liang dan kawan-kawannya yang
1306
tidak kenal lelah, tidak juga membuahkan hasil. Meskipun Chou Liang tidak terlalu mempercayai perkataan Tiong Fa, tapi Chou Liang bukanlah orang yang melalaikan kepercayaan yang diberikan Ding Tao pada dirinya.
Lagipula Chou Liang cukup cerdik dan bijak, untuk mengatur agar pencarian itu sendiri tidak mengganggu pembentukan jaringan mata-mata bagi Partai Pedang Keadilan. Justru keduanya berjalan beriringan, karena toh keduanya adalah usaha untuk mengumpulkan informasi.
Sempat mereka menangkap jejak Tiong Fa di kota jauh di dekat perbatasan di selatan daratan, namun saat ditelusuri kembali mereka menemu jalan buntu. Namun di saat yang sama mereka yang dikirim pun membuka mata dan telinga untuk mengumpulkan berita. Sehingga mereka kembali dengan keterangan akan tingginya antusias para tokoh persilatan di selatan, untuk mendukung Partai Pedang Keadilan. Bukan rahasia lagi jika orang-orang selatan adalah pebisnis yang unggul. Latar belakang Partai Pedang Keadilan yang berawal dari keluarga Huang, yang juga adalah seorang pedagang, rupanya menjadi salah satu bagian dari perhitungan mereka.
1307
Mendengar kabar itu maka dikirimkanlah Liu Chuncao untuk mendekati salah seorang tokoh yang diketahui bersimpati dengan Ding Tao. Demikianlah segala sesuatunya berjalan, dalam hitungan bulan, pamor Partai Pedang Keadilan menanjak pesat, karena tiap anggotanya bekerja dengan keras.
Di pihak lain, pertemuan dengan Xun Siaoma yang mewakili Hoasan dan Bai Chungho sebagai ketua dari Kaypang juga berjalan secara rutin, Zong Weixia yang menjadi salah satu mata rantai dalam penyelidikan merekapun tidak lepas dari pengamatan. Namun mengamati Zong Weixia bukanlah hal yang mudah, Zong Weixia adalah ketua dari Partai Kongtong, kebesarannya tidak berada di bawah Hoasan ataupun Kaypang. Selain itu rantai penghubung antara Zong Weixia dengan Ren Zuocan juga belum dapat ditemukan.
Bai Chungho, ketua dari Kaypang pernah mengatakan, ―Tentang orang-orang dari Partai Matahari dan Bulan yang ada dalam perbatasan, tentu saja tidak mungkin untuk mengetahuinya satu per satu. Namun dari jajaran orang-orang penting di dalam partai itu, sudah kupastikan tiap anak buahku mengenali ciri-ciri mereka, sekalipun mereka hendak merias diri, tentu tidak akan lolos dari jaringan kami yang begitu rapat.‖
1308
Atas ucapannya itu Xun Siaoma menanggapi dengan desahan nafas sedih, ―Jika demikian 4 tokoh dengan kepandaian tinggi yang menyerbu rumah keluarga Huang adalah orang sendiri.‖
Tapi siapa saja mereka itu, pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab. Apalagi sejak diserbunya Tiong Fa hingga tak berkutik, Zong Weixia tidak pernah lagi memunculkan batang hidungnya secara terang-terangan di luaran. Beberapa kali ada tanda-tanda dari aktivitas tokoh nyentrik tersebut, tapi terlambat diikuti. Bagaimanapun juga luasnya jaringan Kaypang, Hoasan dan Partai Pedang Keadilan, mereka yang bertugas untuk itu, tentunya bukanlah ketua-ketua mereka sendiri. Sementara yang dihadapi adalah seorang tokoh berkepandaian tinggi.
Ding Tao, Ma Songquan dan Chu Linhe dibatasi geraknya oleh tugas dan kewajiban mereka untuk menjaga tempat mereka masing-masing. Di luar mereka bertiga tidak ada lagi yang bisa menandingin kecepatan dan kelicinan Zong Weixia. Hoasan dan Kaypang terbentur pula pada masalah yang sama. Hoasan yang ditinggalkan ketuanya, sedang sibuk membenahi diri sendiri dan menyiapkan pengganti Pan Jun. Kaypang yang kekurangan generasi penerus, tidak memungkinkan Bai Chungho untuk bebas bergerak. Akhirnya mau tidak mau, salah satu harapan mereka adalah apabila Ding Tao mampu maju
1309
dan merebut kedudukan sebagai Wulin Mengzhu. Untuk soal maju dan ikut dalam pemilihan tersebut, hampir bisa dipastikan karena selain kemajuan dari Partai Pedang Keadilan sendiri, Hoasan dan Kaypang sudah menyatakan siap untuk ikut mendukung pencalonan Ding Tao.
Kepastian akan diadakannya Wulin Mengzhu itu pun menjadi jelas, saat ke-enam partai besar bertemu dan bersepakat, untuk mengadakan pemilihan Wulin Mengzhu tepat 6 bulan sebelum diadakannya pertemuan lima tahunan. Dengan penentuan waktu itu, dari saat sekarang hingga pemilihan Wulin Mengzhu, setidaknya ada waktu 10 bulan. 10 bulan dipandang adalah waktu yang cukup lama, bagi orang-orang di dunia persilatan untuk menimbang-nimbang dan menentukan pilihan mereka. Sehingga pada waktunya diadakan pemilihan, jumlah calon yang maju tidak terlalu banyak, tidak pula terlalu sedikit.
6 bulan juga memberikan waktu yang cukup bagi Wulin Mengzhu yang terpilih untuk mengatur barisan dan mempersiapkan diri dalam menghadapi Ren Zuocan.
Begitu Xun Siaoma sebagai perwakilan dari Hoasan pulang dari pertemuan ke-enam perguruan besar itu, dia langsung pergi menemui Bai Chungho dan bersama-sama mereka pergi
1310
menemui Ding Tao, Orang yang mereka gadang-gadang untuk menjadi calon Wulin Mengzhu dari pihak mereka.
Sejak itu pula, kesibukan dalam Partai Pedang Keadilan meningkat pesat. Dunia persilatan tidak pernah kekurangan orang-orang muda dan berbakat, tidak kekurangan juga dengan orang-orang yang berambisi setinggi langit. Bukan hanya semakin banyak orang dan perkumpulan yang harus dikunjungi dan dibuat menjadi pendukung Ding Tao, tapi tidak sedikit pula mereka yang ingin ikut dalam pemilihan itu yang berkunjung ke perkumpulan mereka dan menantang Ding Tao untuk mengadu kerasnya kepalan dan tajamnya pedang. Yang tidak berani berhadapan secara berterang dan berusaha menghilangkan saingan lewat jalan gelap pun tidak kurang banyaknya. Tidak jarang serangan ini bukan ditujukan pada Partai Pedang Keadilan secara langsung, namun pada mereka yang mendukung Partai Pedang Keadilan.
Agar wibawa Ding Tao tidak jatuh, selain juga karena Ding Tao memang merasa bertanggung jawab atas kehidupan mereka yang bersumpah setia padanya. Maka diadakan pula pengaturna-pengaturan khusus untuk melindungi setiap mereka yang tergabung dalam Partai Pedang Keadilan.
1311
Itu baru mengenai gangguan-gangguan yang memang muncul oleh kesengajaan. Ada pula perkelahian antar kelompok yang terpicu semata-mata oleh kemarahan sesaat, karena tidak jarang mereka yang masih berusia muda, beradu mulut menjagokan jagoannya masing-masing. Ini pun berusaha diredam oleh Ding Tao dan rekan-rekannya.
Pendek kata, jika ada satu kata yang bisa menggambarkan kehidupan Ding Tao dan sahabat-sahabatnya pada bulan-bulan itu, maka kata itu adalah kerja. Hampir tidak ada waktu yang tersisa bagi mereka untuk memikirkan kehidupan pribadi mereka masing-masing. Sepertinya setiap saat, setiap hari, selalu saja ada tugas yang harus dikerjakan. Jika ada waktu luang, maka waktu luang itu dimanfaatkan untuk menempa diri sendiri dan membicarakan perbaikan dalam struktur organisasi mereka.
Oleh sebab itu, ketika tempat mereka kedatangan serombongan orang yang memanggul tandu, mereka yang berjaga di depan pun bereaksi dengan cepat dan dengan kewaspadaan yang tinggi. Seorang dari mereka pun bergegas lari untuk memberi tahukan munculnya tamu yang tidak diundang kepada Ding Tao yang sedang bercakap-cakap dengan Chou Liang, Wang Xiaho, Pendeta Liu Chuncao dan
1312
Tabib Shao Yong . Kebetulan Wang Xiaho dan Liu Chuncao baru saja pulang dari perjalanan untuk mengeratkan hubungan partai mereka dengan beberapa perguruan silat yang ada di Changsha.
Laporan itu hanyalah laporan awal, sehingga mereka pun hanya menganggukkan kepala dan melanjutkan kembali percakapan mereka.
Ketika datang kembali pembawa pesan untuk kedua kalinya, kewaspadaan mereka semua mulai meningkat, meskipun karena seringnya muncul tantangan dan juga kunjungan dari partai atau perguruan lain, hal ini sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Keingin tahuan mereka baru muncul saat melihat raut wajah si pembawa pesan yang sulit untuk digambarkan.
―Eh… maaf Ketua Ding Tao… tamu yang datang, berkata bahwa Ketua Ding Tao mengenalnya dan dia minta ijin untuk bertemu dengan Ketua Ding Tao secara… eh.. pribadi.‖, ujarnya dengan sedikit tergagap.
Wajahnya bersemu merah, seperti tersipu malu, meskipun tersipu malu karena apa tentu saja sulit untuk ditebak oleh Ding Tao dan yang lainnya.
1313
Hanya Chou Liang yang tertawa geli dan bertanya, ―Apakah tamu yang datang itu seorang gadis cantik jelita?‖
―Benar, bukan cuma cantik jelita tapi juga anggun seperti dewa-dewi dari kahyangan… eh maksud saya, iya benar, benar kata Tuan Chou Liang…‖, jawab pembawa pesan dengan wajah tersipu malu dan suara tergagap.
Mendengar jawaban dari keanehan si pembawa pesan, meledaklah tawa mereka semua dan semakin tersipu pula wajah si pembawa pesan yang masih muda ini. Setelah tawa mereka mereda Chou Liang pun menepuk pundak pemuda itu sambil memberikan nasihat.
―Kau boleh terpana melihat kecantikannya, tapi jangan sampai hilang kewaspadaan. Sudah beberapa bulan tamu yang berkunjung semuanya berwajah sangar atau setidaknya menyandang pedang. Jadi tidak heran bila dirimu sampai terpana melihat tamu yang sekarang datang. Tapi cobalah berpikir sebagai seorang penjaga yang baik. Apakah ada hal lain yang perlu kau sampaikan?‖
Mendapat teguran dari Chou Liang pemuda itu pun kembali tersipu, namun dengan cepat pikirannya bekerja mengolah apa
1314
yang dia lihat sebelumnya dengan pikiran yang lebih matang. Mereka yang ditugaskan untuk menjadi penjaga, semuanya adalah orang pilihan, bukan hanya berbakat dalam ilmu silat tapi juga dididik untuk menggunakan mata dan telinga mereka untuk mengumpulkan keterangan mengenai tamu yang datang. Jika biasanya orang yang disuruh melapor ke dalam adalah orang dengan peringkat terendah dalam kelompok, maka Chou Liang justru menentukan agar mereka yang bermata paling tajam yang ditugaskan untuk melapor ke dalam. Mereka yang paling tangguh dalam ilmu silat yang menemani tamu di depan sampai muncul keputusan dari dalam.
Berkerut alis pemuda itu mengumpulkan ingatan sebelum kemudian memberikan laporan yang terperinci.
―Rombongan yang datang kali ini tidak besar, selain 8 orang pemanggul tandu, ada dua orang yang berumur cukup yang mendampingi rombongan. 10 orang laki-laki ini mampu bergerak tangkas dan terlihat kuat, semuanya menyandang pedang di pinggang. Yang ditandu dan yang meminta untuk bertemu dengan Ketua Ding Tao adalah dua orang perempuan muda. Dari pakaian mereka bisa dilihat kalau mereka orang berada, tidak kulihat mereka membawa senjata, namun sekilas
1315
kulihat di dalam tandu ada beberapa peti yang tidak terlalu besar.‖
―Bisa jadi peti itu berisi hadiah dan bingkisan untuk Ketua Ding Tao, bisa juga berisi senjata, salah satu yang mencolok ukurannya seukuran pedang. Tidak akan heran jika peti itu memang dipakai untuk menyimpan pedang.‖
―Tentang kedua orang nona itu sendiri, tidak dapat kupastikan apakah mereka memiliki kemampuan ilmu bela diri atau tidak. Yang seorang, yang… terlihat cantik dan anggun, terlihat lemah dan tidak memiliki kemampuan silat. Yang seorang lagi, lebih muda, juga cantik dan eh… menarik, terlihat mampu bergerak secara tangkas, kemungkinan dia memiliki kepandaian.‖
―Namun cara mereka membawakan diri tidak menunjukkan ketegangan dari seseorang yang menyembunyikan niat jahat.‖, ujarnya mengakhiri laporan.
―Hmmm… baiklah, kurasa mereka tentu utusan dari partai tertentu untuk menjalin persahabatan dengan Partai Pedang Keadilan. Apakah pakaian mereka menunjukkan golongan tertentu?‖, tanya Chou Liang.
1316
―Tidak, pakaian mereka tidak menunjukkan tanda-tanda apa-apa, juga mereka saat menyampaikan permohonan untuk bertemu dengan Ketua Ding Tao tidak menyinggung hubungan mereka dengan partai atau perguruan tertentu. Justru… urusannya dikatakan urusan pribadi… sebagai sahabat Ketua Ding di masa yang lalu‖, ujar pemuda itu sedikit ragu.
Chou Liang melirik sekilas pada Ding Tao, dari wajah pemuda itu, Chou Liang bisa menebak, bahwa sepertinya Ding Tao sudah memiliki dugaan siapa yang datang berkunjung kali ini.
―Persilahkan tamu untuk masuk, antar mereka ke ruangan dekat taman, tempat kita menjamu tamu-tamu yang sudah dekat hubungannya dengan partai kita.‖, ujar Chou Liang pada si pembawa pesan.
Tidak lama kemudian setelah si pembawa pesan menghilang, Chou Liang memandangi Ding Tao yang masih terdiam dalam lamunannya sendiri. Tabib Shao Yong yang paling dekat dengan pemuda itu, perlahan-lahan menepuk pundaknya.
―Anak Ding, apakah kau mengenal tamu yang datang?‖, tanya Tabib Shao Yong.
1317
Ding Tao pun mengangkat kepalanya, keluar dari lamunan, ―Ah… ya, kurasa demikian, bisa jadi salah, namun kukira kemungkinan besar aku mengenal mereka berdua.‖
―Apa ada sesuatu yang perlu kami ketahui tentang mereka?‖, tanya Tabib Shao Yong.
Lama Ding Tao terdiam, akhirnya dia membuka mulut dan berbicara, ―Aku bertemu dengan keluarga ini pada saat aku melarikan diri dalam keadaan terluka setelah kehilangan Pedang Angin Berbisik. Dua orang gadis yatim piatu dari Keluarga Murong… mereka yang membantu kau lepas dari kejaran Sepasang Iblis Muka Giok, mereka pula yang meminjamkan sejilid kitab dan sekantung obat untuk menyembuhkan luka dalamku.‖
―Selain itu…‖, terdiam Ding Tao, tak tahu harus berkata apa untuk menjelaskan hubungannya dengan Murong Yun Hua.
―Sudahlah, mari kita temui saja dahulu mereka. Keng Hui sudah pergi sejak tadi, seharusnya tamu-tamu kitapun sudah sampai dan sedang menunggu. Tidak baik meninggalkan tamu terlalu lama menunggu. Bagaimana menurut Ketua Ding Tao?‖, ujar Chou Liang.
1318
―Ya, Kakak Chou benar, mari kita temui mereka.‖, angguk Ding Tao membenarkan.
Melihat suasana hati Ding Tao yang tidak menentu, tentu saja yang lain hanya bisa meraba saja hubungan antara Ding Tao dengan tamu yang baru datang. Sambil berjalan mereka mengamati raut wajah Ding Tao yang berjalan sambil melamun. Sedikit banyak mereka mulai bisa menebak-nebak adanya hubungan antara Ding Tao dengan salah satu gadis bermarga Murong itu.

Postingan terkait:

Ditulis Oleh : ali afif ~ Ali Afif Hora Keren

Tulisan Cerita Novel Silat Dewasa Bersambung : PAB 7 ini diposting oleh ali afif pada hari Kamis, 06 April 2017. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca Tulisan ini di Blog Ali Afif, Bukan Blogger terbaik Indonesia ataupun Legenda Blogger Tegal, Blogger keren ya Bukan. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: support to buwel ! ::

Loading...
Comments
0 Comments